Satu minggu sebelum pernikahan, Jina melongo ketika melihat semua barang di apartemennya sudah tersimpan rapi di kotak-kotak besar berwarna coklat.
Baru saja malam tadi, Jina diundang lagi untuk makan di kediaman keluarga Kang. Inti dari pertemuan, orang tua Brian menyuruh Jina segera pindah ke rumah mereka dan menetap di rumah itu setelah calon mertua nya kembali ke Kanada.
Jina memberi sinyal kepada tunangannya untuk keluar dari situasi itu, namun sang pria hanya mengedikkan bahu, tak mau ikut campur.
Tadinya Jina berpikir dia bisa kembali ke apartemennya setelah tidak ada yang mengawasi, namun Brian yang kali itu mengantar Jina pulang berkata.
“Setelah kita menikah, kau menjadi tanggung jawabku. Akan lebih mudah bagiku untuk menjagamu jika kita tinggal serumah”.
Yang dikatakan Brian benar, Jina tak bisa menyangkal. Apalagi saat itu Brian menatapnya dengan sorotan mata memelas seperti kucing, jadi Jina tak tega untuk menolaknya.
Proses penjemputan barang-barangnya berlangsung cepat. Dia hanya tinggal sendiri, jadi tak banyak juga barang miliknya. Jina menatap sedih kamar yang ditempatinya beberapa tahun ke belakang. Sungguh dia pasti akan merindukan tempat ini.
Jina meninggalkan apartemen lamanya setelah Brian mengabari kalau dia sudah sampai. Jina tertegun saat Brian lagi-lagi membukakan pintu mobil untuknya.
“Kau semakin mahir menyetir”, komentar Jina saat menyadari jika kecepatan mobil sudah menyentuh rata-rata.
Brian berdehem dengan bahunya otomatis naik. “Practice makes perfect. Aku hanya harus membiasakan diri dan skill-ku kembali dengan cepat”.
Andai Jina tahu betapa Brian belajar mengemudi overtime pada Sopir pribadi keluarga Kang, mungkin Jina akan membuat lelucon dari kalimat tadi.
Tipikal Brian. Selalu berusaha keras dalam hal yang menjadi targetnya, sekecil keinginannya untuk berduaan di mobil dengan Jina.
“Kita tidak ke rumahmu?”, sahut Jina saat Brian membelokkan mobilnya ke arah yang berlawanan.
“Sorry, aku lupa memberitahumu. Ibu menyuruhku untuk menemanimu memilih furniture untuk rumah. Katanya kau bisa memilih apapun yang kau mau karena sebentar lagi rumah itu akan menjadi milikmu”.
“Aku sangat menyukai bagaimana Ibumu mendekor rumah jadi aku sama sekali tak mau menggantinya. Jadi, kita bisa langsung ke rumahmu sekarang”.
“Kita akan membeli kebutuhan kamarmu kalau begitu”.
“Aku tidak perlu apapun”, pungkas Jina. “Aku sudah membawa semua barangku kesana jadi aku masih bisa memakainya”.
“Kalau begitu, kau yang harus menemaniku membeli furniture baru”. Alis Jina terangkat mendengarnya. “Baiklah. Tapi aku kan yang pindah, kenapa kau yang butuh furniture baru?”.