-5-

46 8 1
                                    

Jina memulai harinya dengan menyiapkan ruang rapat. Hari ini, mereka kedatangan potential buyer dari Australia jadi semua tim marketing diundang untuk mendengarkan presentasi salah satu Manajer yang tidak lain adalah Brian Kang.

Jina mengedarkan satu-persatu katalog dan air mineral di masing-masing meja kemudian mengecek apakah laptop sudah tersambung baik dengan projector-nya.

Gadis itu tersenyum puas dengan hasil pekerjaannya setelah semuanya selesai.

Saat berbalik hendak kembali ke ruangannya, Jina memekik karena kehilangan keseimbangan.

Jina memejamkan matanya bersiap menahan sakit sewaktu nanti tubuhnya menyentuh lantai.

Hingga,

Sebuah lengan menarik raganya cepat sehingga Jina berada dalam dekapan penyelamatnya itu.

“Hati-hati”, titah seorang pria–yang diyakini Jina adalah Brian dengan tangan pria itu yang masih melingkar di pinggangnya erat.

Wajah Jina yang bertumbuk dengan dada bidang Brian pun seketika berubah warna ke merah jambu.

Keduanya diam dalam posisi berpelukan, cukup lama sampai keduanya menyadari degup jantung mereka yang tak beraturan, lalu saling melepaskan diri dengan enggan.

“Terima kasih”, katanya. Jina masih limbung karena kehangatan Brian tak mau hilang dari benaknya.

Brian memperhatikan sepatu hak tinggi sekitar sepuluh sentimeter yang terbalut di kaki indah Jina lalu berkomentar. “Kau tidak membawa sepatu lain, Jina-ssi? Kau akan benar-benar jatuh jika berkeliaran dengan sepatu setinggi dan seruncing itu”.

Kedua sudut bibir Jina tertarik ke belakang. Dia senang pria itu mengkhawatirkannya. “Aku sudah terbiasa dengan sepatu ini jadi kurasa aku akan baik-baik saja”, katanya percaya diri. “Tadi itu terjadi hanya sekali saja. Beruntung kau datang menyelamatkanku”. 

Brian masih khawatir, tapi dia mencoba percaya yang dikatakan Jina kali ini.

“Ngomong-ngomong”, Jina berkata dan mata mereka pun bertumbuk. “Semangat presentasinya, semoga berhasil ya”. Jina mengepalkan kedua tangannya di udara untuk menyemangati fiancee-nya. “Kau pasti bisa!”, katanya optimis.

Jina sangat menggemaskan saat melakukan itu.

Brian tertawa sampai mata bulan sabitnya terlihat. Dia ikut mengepalkan tangan seperti yang dilakukan Jina lalu tak lupa mengucapkan terima kasih.

Sepeninggal Jina, Brian pun kembali fokus dengan materi hafalannya dan sesekali bayangan Jina yang memberikan semangat kepadanya membuatnya tersenyum seperti orang gila.

Benar kata Dowoon, Brian memang sudah gila.

*

Brian melakukannya dengan baik. Perusahaannya kembali memenangkan tender besar karenanya yang tentu saja membuat orang tuanya bangga.

Husband - Kang Younghyun 🦊Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang