Half Day with You

28 4 1
                                    

Tanpa bisa ditebak sebelumnya, hujan kembali turun mengguyur kota ini. Untunglah Tara dan laki-laki bernama Rayan ini sudah memasuki gedung rumah sakit tujuan mereka.

Rayan berjalan di depan Tara yang fokus dengan langkah kaki laki-laki itu. Di jam-jam seperti ini rumah sakit memang terlihat sangat sibuk dan ramai dan itulah mengapa Tara tak ingin kehilangan jejak dari Rayan yang berjalan sangat cepat di depannya. Ia tak ingin tersesat di tempat yang baru saja ia datangi.

Tak ada percakapan yang terjadi setelah perkenalan singkat di dalam mobil Rayan. Terdengar suara ting dari dalam lift kemudian pintu besi di hadapan mereka terbuka. Rayan tetap berjalan di depan dengan Tara mengikut dari belakang.

Bruk!

Suara itu mengagetkan Raya dan Tara yang berada di koridor rumah sakit yang sedikit lengang, tetapi bedanya, Tara kaget karena dirinya telah mendarat di lantai keramik yang dingin.

"Aduh! Maaf, saya tidak sengaja." Tara yang tiba-tiba terjatuh langsung bangkit dan meminta maaf kepada seorang suster yang tak sengaja bertabrakan dengannya.

"Iya tidak apa-apa mbak. Lain kali hati-hati kalau jalan," suster itu berkata dengan terburu-buru dan langsung pergi meninggalkan Tara yang sedikit meringis kesakitan. Dan tanpa gadis itu ketahui, Rayan sedari tadi memperhatikan kejadian itu.

"Kamu nggak apa-apa?" Suara berat Rayan mengejutkan Tara. Ia membalikkan tubuhnya dan mendapati laki-laki itu tengah berdiri tepat di hadapannya.

Tara mengangguk, tetapi ekspresi di wajahnya tidak bisa berbohong. Sepertinya gadis itu kesakitan.

Rayan lanjut berjalan, tak lama lagi mereka sampai di koridor itu, namun karena rasa penasarannya, Rayan pun berbalik dan mendapati gadis yang bernama Tara itu berjalan sangat pelan karena mungkin kakinya sakit atas kejadian tadi.

"Kamu beneran nggak apa-apa? Kayaknya kakimu sakit," Rayan berkata sambil menujuk kaki kanan Tara dengan dagunya.

"Saya baik-baik saja. Ini bukan karena tadi." Tara memarahi dirinya sendiri yang berbohong. Jelas-jelas lututnya terasa ngilu karena bertumbukan dengan lantai tadi.

"Kalau begitu, ayo cepat jalan." Rayan melanjutkan langkahnya dan masuk ke dalam ruangan yang bernomor 317.

***

Tara masuk ke dalam ruangan yang pintunya tak tertutup rapat. Di sana ia melihat Rayan yang duduk menghadap ranjang rumah sakit, Ia pun berjalan mendekati tempat dimana Riana berbaring.

Langkah kaki Tara terhenti ketika ia melihat dengan jelas wajah pucat Riana yang terbaring lemah di tempat tidur itu. Riana terlihat lebih kurus dan pucat dari waktu mereka terakhir bertemu. Tara gemetar ketika melihat satu-satunya teman yang ia miliki sedang berada di kondisi seperti itu, terlebih lagi ia tak mengetahui apa-apa kalau bukan Rayan yang memberitahu. Tara menyandarkan tubuhnya di pinggiran tempat tidur agar ia bisa berdiri dengan lebih baik.

Tanpa gadis itu ketahui, Rayan memperhatikan seluruh gerak-geriknya. Ia terlihat sangat terkejut dan gemetaran hingga suatu saat ia bisa saja terjatuh, tanpa berpikiran panjang, Rayan menghampirinya.

Kedua tangan Rayan meraih rangkaian bunga berwarna putih dan dompet miliknya dari genggaman gadis itu lalu meletakkan benda-benda tersebut di atas meja. Kemudian Rayan mengampiri gadis itu lagi dan menuntunnya ke kursi di samping Riana yang terbaring.

"Ri... maaf saya baru datang sekarang." Satu bulir air mata lolos dari kelopak mata gadis itu. Rayan tak pernah sekalipun membayangkan adegan ini akan terjadi.

Tara menggenggam tangan Riana yang tak terdapat selang infus di atasnya. Kepalanya tertunduk dan rambutnya menutupi wajahnya dari samping. Tapi Rayan sudah bisa menebak kalau gadis itu menangis meski tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.

A LifetimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang