Tentang Haru dan Bunga Kering

61 7 0
                                    

Entah mengapa udara di pagi hari ini terasa sangat dingin baginya. Padahal waktu telah menunjukkan dirinya dengan angka delapan dan sinar matahari juga telah menyeruak masuk taku tahu malu lewat kaca jendela di ruangan itu. Gadis yang tingginya lewat lima senti dari satu setengah meter itu merapatkan cardigan berwarna maroon-nya dan kemudian membetulkan letak syal krem di lehernya sebelum ia membuka pintu kayu yang tepat berada di hadapannya.

"Haccciim!"

Daun pintu baru saja terbuka setengah dan ternyata suara bersin gadis itu yang kali ini menyambut pagi secerah ini. Benar-benar salam yang kurang menyenangkan, pikirnya.

Suasana di luar sana masih sedikit lengang, mungkin karena hiruk pikuk itu terjadi di waktu yang lebih siang. Dengan santai gadis itu menyapu lantai ruangan yang dindingnya didominasi oleh kaca, setelah itu Ia mulai mengeluarkan ember-ember aluminium yang sebelumnya telah diisi oleh air sampai setengah, lalu kemudian menyusunnya rapi di atas rak besi.

Bunyi klakson mobil yang familiar terdengar dan seorang lelaki paruh baya keluar dari mobil pick-up berwarna biru. Ia berjalan masuk dan menemukan gadis yang sedang menulis sesuatu di bukunya. Lalu kemudian lelaki itu menyapanya.

"Selamat pagi, neng Tara." Lelaki bertopi cokelat itu menyapa gadis itu dengan sopan, membuat gadis yang disapanya mendongak dan membalas dengan tulus senyuman pria itu.

"Eh pagi Pak Rudi, hari ini bawa apa aja?" Gadis bernama Tara itu beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke arah Pak Rudi yang berada di dekat lemari.

"Yang biasa neng, bunga seruni, mawar, matahari, anggrek...itu aja sih." Kemudian Pak Rudi menyambung jawabannya, "Eh iya, ada seruni ungu juga nih."

Seketika raut wajah gadis itu berubah dan tanpa sadar, seulas senyum terbentuk dari bibirnya yang mungil itu, "Wah jarang-jarang ya pak ada yang ungu." Ujarnya.

Tara kemudian berjalan ke arah mobil pengantar bunga yang terparkir di samping bangunan ini dengan Pak Rudi yang berjalan mengikutinya.

Kedua tangan gadis itu mulai meraih ember besar yang penuh dengan bunga berwarna kuning dan ungu dari dalam bak mobil pick-up itu. Segera saja Pak Rudi mencegahnya, lalu kemudian mengambil alih ember tersebut.

Tara dengan cekatan memindahkan bunga-bunga yang telah diangkat oleh Pak Rudi ke ember-ember yang lebih kecil di atas rak besi itu. sudah hampir pukul sembilan ketika ia selesai mengerjakannya.

Dan hari ini, dimulai lagi aktifitas Tara seperti biasanya, menjaga toko bunga yang sama berharganya dengan dirinya sendiri.

Haru. Nama toko bunga kecil yang terletak di samping sebuah kedai kopi dan toko roti. Bangunan itu tampak mencolok di antara toko-toko lain karena cat dindingnya yang berwarna baby blue dan jendela-jendela besar yang menempel pada sisinya. Karena letaknya yang berada di jalanan yang kurang populasi kendaraannya, juga banyak pohon rindang yang tumbuh di sisi jalan membuat toko bunga ini enak dipandang dan seringkali menarik perhatian para pejalan kaki.

Toko itu sengaja dinamai Haru karena dalam bahasa Jepang, Haru berarti musim semi. Musim yang sangat indah karena banyak tanaman yang berlomba-lomba ingin memamerkan bunga mereka yang penuh warna. Tara sangat menyukai hal-hal yang berwarna, terlebih lagi pada bunga. Baginya, bunga merupakan makhluk hidup yang sangat jujur karena mereka tak dapat berbohong soal warna diri mereka. Dan hal yang menarik, dia sangat suka menggambarkan seseorang sebagai bunga.

Namun, sangat disayangkan, di negeri yang dia tinggali ini tak akan pernah ada musim semi.

******

Kedua pasang mata itu berkedip dengan cepat, mencoba menyesuaikan cahaya terang yang mereka terima. Keadaan di sekitar masih terlihat blur dan saat itulah punggung tangannya berusaha membantu menormalkannya kembali.

Jarum jam yang sedang beristirahat di angka 9 membuat Rayan bergegas menuju kamar mandi. Ia ingin segera pergi dari rumah yang sunyi ini dan menemui seseorang yang saat ini terus berada di pikirannya.

Rayan keluar dari kamar, menyampirkan tas ransel yang sangat ringan di bahu kanannya dan berjalan sambil memakan buah apel yang ia temui di atas meja makan. Tiba-tiba langkahnya terhenti di depan sebuah pintu kamar, untuk beberapa saat terjadi perdebatan di otaknya untuk memutuskan apakah harus masuk atau tidak.

Tentu saja, Rayan memilih pilihan yang pertama.

Kamar itu bernuansa warna krem dengan berbagai macam hiasan yang menggantung di langit-langi kayunya. Di sebelah ranjang terdapat meja kayu berwarna putih polos yang menghadap ke arah dinding yang telah ditempeli ratusan foto polaroid hitam putih. Sangat konstras dengan hiasan kamar itu yang sangat berwarna-warni.

Rayan hafal sekali detil kamar itu. Semua barang tertata dengan rapi pada tempatnya, menandakan bahwa kamar ini telah lama tak ditempati. Perasaan sedih seketika memenuhi udara di ruangan itu. Astaga, sebenarnya Rayan tak mau seperti ini. Lalu ia pun keluar dari kamar itu, tetapi sesuatu tiba-tiba menghentikannya ketika ia melihat ke bawah meja putih tersebut.

Sebuah kotak kayu yang berukuran seperti kardus air mineral yang menarik perhatiannya. Rayan mencoba mengingat apakah dahulu ia pernah melihat benda serupa di kamar ini, tapi ternyata tidak. Kemudian ia menarik kotak itu keluar dari bawah meja dan ternyata apa yang ada di dalamnya sama sekali di luar dugaannya.

Ternyata isi kotak itu adalah setumpukan bunga yang telah mengering.

Sejak kapan gadis ini mulai menyukai bunga? Batin Rayan. Ia tak pernah tahu jika si pemilik kamar hobi mengoleksi bunga. Apakah ini pemberian dari kekasihnya? Oh, Rayan merasa pertanyaan itu sedikit aneh baginya. Seingatnya dahulu Ia tak pernah melihat gadis ini mengumpulkan bunga.

Sepertinya sudah lama sekali rasanya Ia tak berkomunikasi dengan si pemotret ini, membuatnya merasa sebagai orang yang buruk--

Saudara kembar yang buruk, tepatnya.

------

hai hai~ kembali lagi dengan chapter kedua! bagaimana dengan plot nya?

author sengaja belum masuk ke bagian cerita yang 'sebenarnya' karena masih banyak yang harus dijelaskan terlebih dulu... biar ceritanya juga nggak buru-buru. oke? tetap sabar ya ^^

-K

A LifetimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang