Surat Riana

27 6 2
                                    

Pagi yang sama seperti biasanya terulang lagi. Mulai dengan kegiatan bersih-bersih toko, kedatangan pak Rudi yang membawa bunga, hingga kunjungan para pembeli. Tara dengan cekatan melayani pesanan bunga dari para pelanggannya yang entah datang dari mana, setelah selesai mengerjakan tugasnya, barulah toko itu sepi dan Tara bisa beristirahat sejenak di balik mejanya.

Alunan musik klasik dari gramofon menghiasi seluruh ruangan, gadis itu bersandar pada kursinya dengan pandangan lurus ke arah toko roti di balik jendela kacanya. Sudah lama ia tak mencicipi cheese cake buatan Oma pemilik toko itu, dengan wajah berbinar Tara bangkit dari duduknya dan melangkahkan kaki menuju bangunan di sebelah Haru, tentu saja ingin memesan sepotong cheese cake oreo yang menjadi favoritnya.

Setelah selesai melakukan transaksi, Tara berbalik dari kasir menuju tokonya sambil memegang box karton berisi pesanannya. Wajahnya riang seperti anak sekolah yang pulang karena mendapat nilai sempurna. Namun langkahnya yang riang seketika terhenti ketika dirinya berpapasan dengan seseorang yang ia kenali.

"Hei," sapa orang itu, seulas senyum terlukis di wajahnya.

"Hai," balas Tara singkat, lalu kemudian melanjutkan langkahnya keluar dari toko tersebut.

Musik klasik masih terdengar di telinga, gadis itu meletakkan santapannya di atas meja, lalu kemudian dirinya duduk senyaman mungkin untuk mulai memakan makanan manis itu. Ini sepertinya hari yang indah.

****

Pandangan Rayan tak lepas dari kaca jendela toko roti dan kedai kopi tersebut, bukan karena bentuk kacanya yang aneh, melainkan karena gadis di toko sebelah yang sedang makan sesuatu.

Bukan, bukan karena apa yang gadis itu makan.

Tak dapat ia hitung berapa kali dirinya telah bertemu dengan si pemilik toko Haru, namun ini pertama kalinya ia melihat sisi lain dari gadis itu--secara diam-diam tentunya. Dirinya tidak menyangka ketika melihat Tara yang makan sambil berjoget dengan aneh. Rayan hanya bisa menggelengkan kepala menyaksikan hal tersebut.

"Ini pesanannya. Kembaliannya dua puluh tiga ribu, terima kasih." Suara penjaga kasir mengagetkannya, membuat Rayan langsung mengalihkan perhatiannya dari gadis di balik kaca jendela itu, lalu kemudian mengambil pesanannya dan berjalan keluar.

Rayan menatap bangunan mungil berwarna baby blue itu selama beberapa saat. Kedatangannya di kedai kopi itu bukan tanpa alasan karena awalnya memang dirinya ingin pergi ke toko bunga itu dan bertemu dengan Tara untuk meminta bantuan, tetapi karena ia melihat Tara yang sedang menikmati waktunya sendirian, Rayan tidak ingin mengganggunya.

Mungkin lain kali.

***

Rayan membuka pintu rumahnya yang selalu sepi, ia berjalan masuk dan berhenti di depan pintu kamar saudari kembarnya, tanpa keraguan ia masuk dan merebahkan tubuhnya di atas kasur yang sedikit berdebu lalu memejamkan mata.

Rintik-rintik hujan yang bertemu dengan atap rumah menimbulkan bunyi yang mengagetkan Rayan, di luar sana langit sudah gelap, itu berarti tadi ia tertidur cukup lama, sampai ia lupa dengan tujuan yang sebenarnya datang ke kamar ini.

Satu per satu barang-barang kesayangan Riana dimasukkan ke dalam tote bag berukuran besar, mulai dari boneka kelinci, kamera, album foto, beberapa batang bunga kering, buku diari Riana dan benda-benda lain. Ketika Rayan membuka laci meja gadis itu, tangannya tak sengaja menyentuh sebuah benda yang terbungkus plastik hitam. Rasa penasaran mendorongnya untuk mengambil dan melihat apa yang ada di dalam bungkusan itu.

Ternyata di dalamnya adalah sebuah buku catatan kecil yang cukup tebal. Rayan kaget ketika mendapati apa yang ada di dalam buku catatan itu.

Di sana puluhan foto Rayan yang diambil secara diam-diam ditumpuk menjadi satu. Halaman-halaman buku itu dibiarkan kosong. Rayan mulai melihat satu per satu foto-foto yang entah kapan Riana mengambilnya. Sampai pada barisan terakhir foto itu, Rayan menemukan secarik kertas yang sudah terlipat-lipat.

A LifetimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang