Bagian 4. Chasing Lost Echoes

40 29 187
                                    

Terik matahari menemani kepulangan Anin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terik matahari menemani kepulangan Anin. Bermacam kepulan asap pun menghiasi sepanjang perjalanan Anin. Tepat di lampu merah Tugu Muda, Anin kembali membuka lembaran skripsi yang sudah mendapat tandatangan lengkap. Ia masih tak menyangka, bahwa dirinya akan segera mendapatkan gelar yang sangat diimpikan.

T'rima kasih sudah bertahan
T'rima kasih sudah berjuang
Ternyata kau sekuat itu
Ternyata kau sehebat itu

Lagu yang digawangi oleh diva muda Ghea Indrawari menemani perjalanan Anin menuju rumahnya. Sebelum itu, Anin mampir ke kedai burger dan kopi untuk membelikan titipan kedua adiknya.

Setengah jam terjebak macet di tugu muda, akhirnya Anin sudah sampai ke rumah. Ia segera memarkirkan mobil kesayangannya di pelaratan karena akan dicuci terlebih dulu. Tak lupa, ia menurunkan beragam persyaratan yang telah susah payah ia bawa.

Ceklek....

"Assalamualaikum, Papi Ibu. Anin pulang," ujar Anin sambil bersusah-payah membenarkan beberapa lembar skripsinya yang berserakan di lantai.

"Mbak Aninn.... Mana burger Sadewa sama coklat Sadewa mana?" rengek adik bungsu Anin. Sedangkan, Anin masih kerepotan dengan beberapa lembar skripsi yang masih berhamburan.

Dengan lembut, Anin menunjukkan kepada Sadewa dimana tempat ia menyimpan pesanan adiknya. Mengetahui dimana tempat cemilannya berada, Sadewa langsung berlari ke mobil Anin dan mencari cemilan tersebut.

"Alhamdulillah ya nak, papi bangga sama kamu. Semoga sidangmu lancar besok ya. Papi selalu mendoakan mu dari sini. Bersama Ibu kamu tentunya," tutur lembut Ramadhan kepada putri sulungnya.

Melihat raut wajah papinya yang mulai mengkerut, entah kenapa hati Anin kembali teriris. Mengingat juga, penyakit kista otak yang bersarang tanpa permisi di organ penting dalam tubuhnya. Langsung saja, Anin langsung memburu papinya dengan pelukan yang cukup kencang. 

"Papi, tolong tetap sehat sampai papi bisa gendong cucu sendiri ya," bisik Anin di telinga Ramadhan. Mendengar hal tersebut, air mata berhasil meluncur melewati pipi Ramadhan tanpa dirinya sadari.

"Semoga Allah mengabulkan semua doa-doa baikmu ya, Nak," batin Ramadhan sambil air mata masih mengalir di pipinya.

✨✨✨✨

Matahari pun mulai menggeser dirinya ke Barat. Giliran bulan dan bintang menemani gelapnya malam. Terlihat gadis muda yang stress dengan beberapa lembar skripsi yang berserakan di beberapa sudut kamar. 

Tring....

"Hai Anin. Salam kenal, aku Radit. Gimana kabar daftar sidangmu tadi? Tanggal berapa jadinya?".

Ditengah kebingungan Anin dengan skripsinya, Anin memicingkan matanya untuk melihat siapa yang menghubunginya. Ternyata betul, itu adalah Radit kakak tingkat yang sempat diajak ngobrol oleh Anin.

Chasing Lost EchoesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang