11. Tiga Jam

59 21 3
                                    

Sewaktu aku membolos sekolah karena bosan, aku sering bepergian keliling New York. Aku ingat betapa pegal dan lelahnya seluruh badanku ketika hendak tidur pada malam harinya. Naik kereta dan turun di stasiun mana pun, lalu berjalan berjam-jam mengamati setiap sudut yang bisa dijangkau penglihatanku.

Salah satu kegiatan favoritku hanya bengong mengamati gedung-gedung tinggi yang didominasi oleh hotel, apartemen, dan perkantoran. Aku sering bertanya-tanya dalam hati. Berapa ribu anak tangga yang harus aku lalui untuk sampai ke atap bangunan? Apa pekerjaan orang-orang yang berada di dalam bangunan itu? Seberapa kayakah pemilik bangunan yang sedang kupandangi.

Hari ini, setelah sekian lama tidak melakukan hobiku, aku kembali memandangi sebuah gedung yang entah mengapa sejak dulu menyita lebih banyak perhatianku. Bentuk bangunannya sama seperti yang lain. Menjulang tinggi dengan dinding hitam dan cokelat, berhias jendela-jendela cantik dengan pinggiran putih dan perak keemasan. Bagian paling menarik adalah hiasan dan ornamen benda-benda luar angkasa hampir di setiap sisi jendela.

Baba pernah pulang membawa buku tebal yang katanya ia curi dari perpustakaan. Buku pengetahuan antariksa. Itulah pertama kali aku mempelajari banyak sekali benda menakjubkan di atas kepalaku. Bulan, matahari, planet-planet, dan lain-lain. Semua benda itu tergambar indah di dalam buku.

"Apakah suatu saat aku bisa melihat benda-benda ini?" tanyaku pada Baba yang setengah teler di sofa.

Baba menyipitkan mata untuk memindai halaman buku di tanganku. Ia tersenyum lalu menegakkan punggung. Jika sudah seperti itu, Baba akan memberikan perhatian selama bermenit-menit padaku. Baba mengambil buku dari tanganku, kemudian mengarahkan dagu ke samping kirinya. Aku bersorak dan segera mendudukkan diri di samping Baba. Kurasakan tangan Baba merangkul bahuku. "Kau ingin melihat benda-benda ini, Pumpkin?" tanyanya.

"Iya. Aku ingin melihatnya!"

"Kau harus besar dulu supaya bisa ke sana."

"Aku akan besar seperti Baba, kan?"

"Tentu." Baba mengusap rambutku penuh kelembutan. "Kau harus belajar yang tekun seperti kakakmu dan menjadi laki-laki yang kuat, jadi kau bisa pergi ke mana pun kau mau."

Aku memandangi halaman buku itu dengan saksama. Pada waktu itu, aku belum mengerti perihal jarak yang harus aku tempuh dan seberapa melelahkannya untuk menjadi astronot. Aku hanya tahu bahwa benda-benda luar angkasa yang kupandangi terlihat sangat indah sampai kurasakan kesenangan tersendiri meski hanya dengan melihatnya.

"Ada sebuah tempat yang punya benda-benda seperti itu," kata Baba. Suaranya mulai terdengar lemah, tetapi ia masih mampu menatapku dengan baik.

"Benarkah? Di mana itu?"

"Sky Park."

"Sky Park?"

Baba menarik napas panjang sebelum mengembuskannya sekali hentakan. Kemudian, Baba mengangguk. "Sky Park," ujarnya.

Aku hendak bertanya di mana letak Sky Park yang Baba maksud, tetapi ayahku yang suka tidur itu sudah lebih dulu disergap kantuk. Entah mengantuk atau mabuk. Aku mengerang karena pertanyaanku sepertinya tak akan terjawab sampai Baba bangun dan sadar untuk menjawab.

Selama berhari-hari, aku pusing memikirkan Sky Park. Aku pernah berkeliling di sekitar apartemen untuk mencari lokasi bangunan yang dimaksud Baba, tetapi tidak menemukannya. Manhattan terlalu luas untuk bocah delapan tahun yang tidak tahu apa-apa. Aku sudah bisa membaca, tetapi tidak menemukan papan besar atau apa pun yang menjelaskan bahwa bangunan itu bernama Sky Park.

"Apakah Baba berbohong?" lirihku di tengah rasa frustrasi.

Baba cukup sering berbohong. Aku tidak tahu mengapa orang tua sangat pandai berbohong, padahal mereka cukup sering mengingatkan agar aku dan Chanyeol Hyung tidak melakukan kebohongan. Aku hendak kembali pulang ketika mendengar dua pria tinggi berperawakan seperti Baba melintas sambil memegang ponsel.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Little Boy Who Slept in My Bed (Chanhun Brothership)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang