"Gaitsa mana?"tanya Daisy saat berkumpul dengan temannya sore hari, mereka sedang menikmati sore di taman sekolah.
"Tadi supirnya ngajemput untuk pulang"jawab Olivia.
"Hasil laboratorium udah keluar chi?"tanya Zabir
"Belum, feeling aku kok gak enak ya"tutur jujur Daisy."Gak enak gimana?"
"Gak enak aja gitu, yaudah biarin aja"jawab Daisy.Sore meliputi angin dan awan indahnya, enam remaja duduk sambil menikmati cemilan mereka. Bercengkrama diiringi tawa lucu, di bawah pohon agak tidak terlalu kena matahari yang mungkin satu jam lagi akan turun.
"Gaitsa hubungi grub, katanya minta tolong jemputin dua ke parkiran"Kefin memberi kabar setelah membuka handphonenya sebentar, semuanya menatap heran tidak biasanya seorang Gaitsa minta di jemput untuk menemui mereka.
"Yaudah biar aku aja"Daisy berdiri sambil menepuk celana moccanya yang terdapat beberapa rumput menempel.
"Gua temanin ya"tawar Zabir, Daisy hanya menggeleng "gak perlu, nanti kalau ada apa-apa aku hubungi kalian"ujar Daisy sebelum melangkah pergi.
Interaksi sosialnya seorang Daisy Nava Sachiko sudah mulai keluar, gadis dengan rambut pendek itu beberapa kali menyapa teman yang ia kenal. Sampai akhirnya ia berada di perkiran.
"Itsa..Gaitsaa.."panggil Daisy, jujur saja ia tidak nampak jelas orang sekitar karena tidak memakai kacamata sampai ada yang melambai kearahnya.
Daisy menghampiri gadis dengan kaos biru muda yang sedang duduk, perlahan langkahnya menjadi pelan saat menatap sorot mata yang sendu dari Gaitsa.
"Give me a hug, please!"Gaitsa meminta sambil merentangkan tangannya, Daisy yang terkejut hanya memeluk Gaitsa. Tidak akan bertanya sebelum Gaitsa menceritakannya, yang ia utamakan sekarang memberikan rasa hangat kepada gadis di depannya.
"Makasih ya, gua capek untuk hari ini. Makasih banyak, tolong diam sebentar seperti ini, kepala gua lagi berisik"ucap lembut Gaitsa disela tangisan, Daisy hanya mengelus pelan pundak gadis itu.
"Chi, gua boleh cerita?"tanya Gaitsa ragu, Daisy mengangguk sebagai jawaban.
"Orang tua gua mau cerai, tadi disuruh pulang cuman untuk nanya kamu mau ikut siapa? Aku gak tau mau jawab Chi, selama ini mereka bertahan cuman untuk gua dan depan publik, sedangkan mereka gak tau kalau gua udah hancur dari lama" Gaitsa menarik nafas sebentar, berat untuk ia bercerita karena dadanya terasa sakit
"Gua gak tau mau ikut siapa, bokap punya selingkuhan dan sebentar lagi mereka menikah dan nyokap pun sama. Selingkuhan mereka juga sudah punya anak, mereka bilang bertahan karena gua tapi kalau udah gini gak ada yang bisa untuk gua ikut, kalau mereka punya keluarga masing-masing gua harus kemana Chi. Gua gak punya rumah untuk pulang"mendengar itu Daisy melepas pelukannya, memegang erat kedua lengan sahabatnya."Sa, dengar ya! Kamu masih punya Sachi untuk jadi rumah, masih punya yang lain. Kami bakal ada kok, aku bakal jadi rumah untuk pulang. Ada apapun dengan dunia kamu, dengan perjalan kamu tetap pulang dan ceritakan semuanya. Ngerti ya?"Daisy menatap lekat manik mata coklat dihadapannya, dia memberikan tatapan tulus penuh kepercayaan.
"Sekali lagi Sa, aku bakal jadi rumah kamu untuk pulang dan tempat sandaran"Gaitsa mengangguk paham lalu kembali memeluk gadis di hadapannya, mungkin diantara semua hal berat yang ia alami Tuhan masih menyuruhnya bersyukur karena masih ada Daisy di sampingnya.
"Yaudah yuk nyusul yang lain di taman, aku gak bawa handphone pasti sebentar lagi mereka mengamuk"ujar Daisy dengan kekehannya."Itu mah kebiasaan lo, udah dihubungi susah mana sering lupa handphone"omel Gaitsa
Mereka melangkah ketaman dengan tangan yang saling memegang satu sama lain, biasanya Gaitsa orang yang sering mengomeli Daisy karena keteledoran anak itu. Tapi kali ini biar Daisy yang menguatkan Gaitsa, dan membuat ia yakin bahwa dia gak sendiri.
"Ini anaknya, udah capek dihubungin gak diangkat"ujar Olivia sambil menatap tajam.
"Ya, maaf. Tadi handphone ketinggalan di sini"jawab Daisy dengan tatapan cemberutnya.
"Kenapa Sa?"tanya Lily dengan terus terang saat melihat muka Gaitsa seperti habis menangis, yang lain pun ikut memperhatikan.
"Ortu gua cerai"jawaban singkat Gaitsa diiringi senyumannya. Entah mengapa ia merasa sedikit tenang.
"Jadi Lo gimana?"tanya Kenzi "ya begini, yaudah gak papa selama ada kalian gua masih aman"jawab Gaitsa.
Daisy menampilkan senyumannya, tidak sia-sia bajunya bagian bahu basah terkena air mata Gaitsa yang penting gadis itu dapat tersenyum. Senyumannya luntur ketika merasa sakit dibagian dadanya, meremat pelan bajunya tapi tidak dapat memberhentikan sakit. Mengambil handphone dan menghubungi sang kakak.
Kak Alak 😘🤎💸
Kak Alak
Iya
Adek kenapa?
Kakak dada adek sakit lagi
gak tau kenapa
Adek, nanti siap-siap ya
Malam kakak dan Abang jemput
Iya kak🌼🌼🌼
Sesuai pesan yang dikirim oleh si sulung, kini Daisy berada di mobil setelah dijemput dua abangnya. Dadanya masih terus merasa sakit, bahkan ini sakit sekali.
"Eungh, kak, bang, sakit. Adek gak tahan, tubuh adek lemas"gumamnya menyandarkan kepala di pundak lebar abangnya.
"Tahan ya, sebentar lagi kita kerumah sakit. Ayah sama bunda disana"Galaksi mengusap lembut rambut adiknya.
"Eh, jangan tidur. Jangan tutup matanya"Cakra menepuk pelan pipi adiknya."Eugh, adek lemas bang"jawab anak itu dengan wajah cemberutnya.
"Tapi tahan dulu ya dek! Sebentar lagi kita sampai kok"si sulung menengahi diantara mereka.
Mereka sampai di rumah sakit, Galaksi menggendong adiknya dengan Cakra mengikuti di belakang sambil membawa tas sang adik. Orang tua mereka telah menunggu, membiarkan Daisy berbaring di hospital bed yang didorong menuju ruang pemeriksaan.
"Tadi adek gak pejam mata kan?"tanya sang bunda meremat tangan suaminya karena rasa khawatir.
"Gak Bun, adek gak papa kan?"tanya Cakra, ia takut alat itu rusak, semua juga takut hal yang sama. Kalau itu rusak tidak ada harapan untuk mereka.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBALI PULANG
Teen FictionTentang kita yang terus berjalan sampai lupa jalan untuk pulang, padahal di tengah jalan kita butuh tempat untuk berteduh, beristirahat, serta bersandar sebentar untuk meringankan lelah. Yuk pulang!