Setelah menghilang kabar selama seminggu Daisy kembali ke sekolah, dengan sejuta rayuan untuk menolak homeschooling. Dia juga kena ceramah dari sang bunda sebelum berangkat, bahkan ayahnya memberikan seorang suster untuk menjaganya untung saja ia berhasil membujuk.
"Ingat pesan bunda ya! Jangan kelelahan, kamu itu baru sembuh"perintah sang bunda.
"Jangan berenang dulu ya, jangan banyak aktivitas berat. Minggu depan check up sama ayah"kini kepala keluarga memberikan wewenang.
"Kami gak tau mau berkata apa, hubungi kalau terjadi apapun. Siapa aja boleh"peringatan Cakra dan kalimat itu sudah puluhan kali diucapkan oleh Cakra dan Galaksi.
Mendapat petuah yang panjang diiringi rasa khawatir keluarga karena ia baru pulih, masuk ke sekolah meninggalkan orang tua serta saudaranya, ia juga sempat melihat sang bunda menangis.
Kalau tentang alat yang ia gunakan di dalam jantung, Daisy sudah tahu. Karena kalau ditutupi terlalu lama tidak mungkin, dan Daisy pun sudah besar untuk tahu hal itu. Sekarang ia harus semakin menjaga diri karena tidak ingin hal itu terjadi kedua kalinya dan merepotkan orang lain.
"Sachi.."Daisy menoleh sebelum memasuki gedung asrama, dengan sebuah tas yang ia pegang.
"Dari mana aja?"Gaitsa menatap tajam, sedangkan gadis di hadapannya hanya bisa menunduk.ia ragu harus berkata apa. "Dari mana Sachiko? Kamu gak mau bilang sesuatu ke kita"Gaitsa memojokkan gadis itu, kalau boleh jujur ia sangat khawatir tentang Daisy yang hilang kabar namun pihak sekolah mengatakan ia sakit."Sa, jangan dipaksa sekarang. Biar dia istirahat lo mau buat dia sakit lagi?"entah bagaimana Lily telah berada dibelakang Gaitsa.
Keheningan terus menyapa, tidak ada yang membuka suara diantara mereka. Memasuki lift, Gaitsa dan Daisy masuk di lantai dua sedangkan Lily memilih ke kamarnya yang selantai dengan dengan Olivia yaitu lantai empat.
"Gua ke kamar lo"Gaitsa mengikuti arah kaki Daisy yang menuju kamarnya.
Pintu terbuka kamar dengan nuansa berwarna cerah, serta pernak pernik yang unik. Gaitsa tidak akan lupa bahwa kamar ini di bereskan oleh tujuh asisten rumah tangga Daisy langsung, karena orang tua Daisy ingin kamar putrinya sangat amat bersih dan nyaman begitulah kalau orang tua yang memanjakan.
"Aku ke kamar mandi dulu, di dalam lemari itu ada makanan kalau mau ambil aja"Daisy masuk kekamar mandi, menyisakan Gaitsa yang berbaring menatap langit kamar.
Lamunan buyar kala kasur ikut bergerak, saat ia lihat ternyata Daisy yang sudah dengan baju kaos berbaring di sebelahnya ikut menatap langit kamar. Tidak ada suara diantara mereka, tapi isi kepala terus berbicara dengan bising membiarkan saling merenung sampai Gaitsa membuka suara.
"Lo kayak pucat, Chi. Beneran udah sembuhkan?"tanya Gaitsa tanpa menoleh, namun Daisy menoleh ke arah temannya.
"Udah kok, kamu gimana? ada pulang gak Minggu kemarin?"pertanyaan Daisy kemungkinan akan dijawab tidak, melihat kondisi keluarga temannya dalam kata tidak baik-baik saja."Ya gak lah, menurut lo aja!"jawab Gaitsa "Lo kemana Sac? Kami semua cariin lo tapi kami gak tahu harus hubungi siapa"ujar Gaitsa memandang kesamping, namun berbalik dengan Daisy yang kini menatap langit.
"Jantung kamu normal gak ?"Daisy bertanya dengan nada yang lembut.
"Normal"jawab Gaitsa dengan polos."Dijaga ya!"Daisy tersenyum manis kearah temannya, pipi bulatnya membuat mata gadis itu menjadi menyipit.
"Kenapa sih, chi?"Gaitsa merasa heran dengan temannya."Tau Pacemaker?"Gaitsa mengangguk sebagai jawaban. "Aku punya satu di dalam tubuh, selama ini aku baru tahu ternyata yang bantu jantung aku bekerja itu Pacemaker"Daisy menarik dan menghembuskan nafasnya perlahan "tolong jangan kasihani aku! ini cuman alat yang membantu untuk tetap hidup, kalaupun mati aku masih hidup di kehidupan sana, masih tentang Daisy Nava Sachiko yang sama. Jujur capek, orang selalu melihat dengan bentuk kasihan, selama aku hidup baru kali ini aku tahu ada alat lain di tubuh aku selain ciptaan tuhan. Dan kemarin alat itu rusak"Gaitsa memandang terkejut, dari awal ia terkejut dengan apa yang ia dengar, Pacemaker? ditubuh gadis manis disebelahnya ada Pacemaker, itu batin Gaitsa.
"Terus itu gimana?"Gaitsa sedikit ragu untuk bertanya.
"Dada aku kemarin sakit, ada operasi untuk ganti Pacemaker jadi aku gak sadar. Maaf ya gak kabarin kalian, dan udah buat khawatir"penyesalan ada di Daisy, tapi penyesalan bercampur dengan haru karena ia dianggap diantara mereka. Berarti ini yang dinamakan teman, batin Daisy."Sachiko, lain kali ceritakan apapun kepada kami. Terserah itu sama gua atau siapapun diantara kami berenam kami mau dengar kok. Jangan semua lo tampung sendiri berat, Sac"Gaitsa menggenggam tangan Daisy.
🌼🌼🌼
"Sachi udah pulang ke asrama, tadi gua sama Gaitsa lihat dia, sepulang dari perpustakaan"ujar Lily sambil menikmati cappuccino yang ia pesan tadi, mereka sedang duduk di kantin untuk menikmati sore dan juga berhubung awal bulan mereka baru saja mendapatkan uang saku.
"Ada dua hal unik disini!"Zabir memijat pangkal hidupnya pertanda ia sedang serius.
"Pertama?"Kenzi menatap dengan heran.
"Kira-kira Daisy darimana ya?"ujar Zabir, ia masih berpura-pura tidak tahu sesuai amanah.
"Kedua?"masih dengan tatapan Kenzi yang heran bahkan teman yang lain ikutan.
"Kok tumben lo sama Gaitsa ke perpustakaan, kan yang hobi baca diantara kita cuma. Olivia, Sachi, dan tuan muda kafin"Zabir menunjuk Kafin yang mendengarkan obrolan dengan permen gagang di mulutnya."Yeu.. si goblok, orang udah serius ngedengerin"Kenzi memukul kepala Zabir "orang-orang gini kelihatan frustasinya karena gak punya bapak"kekeh Zabir.
"Yeu gak sadar, Lo gak punya dua-duanya lagi. Setidaknya gua punya satu"Zabir membalas.
"Fiks, jodohin umi Zabir dengan bapaknya si Lily biar jadi adik kakak kalian"hobi baru Olivia menjodohkan orang lain, katanya ia ingin menjadi Mak comblang."Jangan, bokap gua hobi nya mabuk, main judi, sama main perempuan. Sayang umi Zabir"balas Lily membuat mereka tertawa.
"Sumpah gelap, gua gak ikutan ya soal beginian"Olivia menggeleng heran."Gaitsa mau kesini, Sachi tanya kalian mau pizza gak?"Kafin menatap satu persatu temannya, mereka mengangguk sebagai jawaban. Lalu Kafin kembali mengirim pesan ke Gaitsa.
"Gua kangen muka polos Sachi, setiap lihat dia udah kayak lihat anak kecil yang baru kenal dunia"ujar Kenzi sambil menatap pintu masuk kantin.
"Gua juga kadang masih heran kenapa orang tua Daisy sebegitu memanjakan anak bungsunya"kini Lily yang membuka suara. "Gak apa apa, dia gemesin"kafin berbicara dengan suara kecil bahkan hampir tidak terdengar, ucapan Kafin membuat mereka menoleh, selama ini Kafin tidak pernah memuji."Kami datang"teriakan yang telah seminggu tidak terdengar, mereka melambai kearah Daisy dan Gaitsa yang telah menunduk karena malu.
"Sachi, jangan teriak semua orang lihat ke kita"Gaitsa menginjak kaki Daisy, membuat pemiliknya merintih.Mereka menghampiri meja yang telah diduduki oleh teman mereka, membawa dua kota pizza sesuai pesanan tadi. Sudah tentu yang lain memasang wajah bahagia penuh minta kapan lagi di traktir oleh Daisy, jangan tanyakan Kafin sudah tentu dia menunjukkan wajah tanpa ekspresi.
"Makan! Anggap aja punya sendiri"ujar Kenzi tanpa dosa membuat yang lain tertawa.
"Oo, iya"Olivia memukul meja lumayan keras "Sachi, Lo dari mana seminggu ini"bukan hanya Olivia yang menatap tajam tapi juga yang lain. Ia ditatap seakan ingin di mutilasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBALI PULANG
Teen FictionTentang kita yang terus berjalan sampai lupa jalan untuk pulang, padahal di tengah jalan kita butuh tempat untuk berteduh, beristirahat, serta bersandar sebentar untuk meringankan lelah. Yuk pulang!