Daisy memandang ke enam temannya dengan tatapan gelagapan, jujur dia takut. Gaitsa menggenggam tangan sahabat di sebelahnya menatap dalam, dari sorot pandangnya seakan bertanya ingin memberi tahu atau tetap dirahasiakan. Daisy mengangguk sebagai jawaban.
"Pacemaker aku rusak, jadi harus melakukan operasi kecil"Daisy hanya berucap dengan polos berbeda dengan empat temannya yang sudah menatap terkejut.
"Sejak?"Kafin yang tidak kalah terkejut sampai tidak sengaja memukul meja, bertanya dengan tatapan datar.
"Sebenarnya aku gak tau, intinya dari kecil dan baru tahu sekarang"jawaban yang kembali membuat tercengang."Ada alat lain gak di tubuh lo?"Kenzi bertanya dengan polos, sedangkan teman yang lain sudah memukulnya, asal saja bertanya untung Daisy menanggapi dengan tawa.
"Gak tau sih, tapi gak ada kayaknya"jawab Daisy sebelum Kenzi babak belur.
"Udah siap pembahasannya?"mereka mengangguk serentak "yaudah anggap aja angin lalu, sekarang makan dulu pizzanya"Daisy mengambil sepotong lalu memakannya sebagai pembukaan dan disusul oleh teman yang lain.🌼🌼🌼
Sejak berita tentang Daisy yang memiliki alat bantu pada jantungnya, keenam teman dekatnya agak sedikit lebay menurut gadis itu. Ia tidak diberi pekerjaan atau saat jam olahraga mereka meminta izin kepada sang guru. Jika kalian bertanya bagaimana jawaban Daisy? Gadis manis itu hanya menggeleng pasrah.
Tiba-tiba di tengah lamunan menatap lapangan bola ia berfikir tentang kata-kata yang sering diucapkan sang ayah, jangan takut ayah ada di belakang. Entah mengapa kata-kata itu seperti sebuah jimat mujarab yang mendorongnya untuk maju kedepan, saat ia takut selalu merasa sangat ayah membisikkan kata-kata manis itu.
Berarti parenting ayah itu sangat berpengaruh di kehidupan yang berisi dunia dengan kejamnya, Daisy bisa dikatakan anak yang beruntung memiliki ayah yang hebat dan perkasa itu kalau katanya. Ia bisa mengatakan itu semenjak kenal dengan enam temannya yang mungkin kurang beruntung tentang definisi seorang ayah di hidup mereka.
"Woi, Sachi"sebuah tangan berayun didepan mata Daisy, membuat gadis itu tersentak karena terkejut.
"Jangan merenung nanti kemasukkan setan"ujar pria di sebelahnya yang langsung meminum air setelahnya, pria dengan berbanjir peluh itu adalah Kenzi."Udah selesai jam olahraga?"Daisy menyodorkan sebuah tissu yang selalu ia bawa di saku roknya.
"Thanks, belum. Tinggal ambil nilai beberapa orang lagi, kata bapak lo cuman perlu buat tugas aja untuk pengambilan nilai"sudah pasti Daisy hanya mengangguk pasrah, Kenzi yang melihat itu mengusap lembut rambut gadis di sebelahnya "nanti kalau lo udah beneran sembuh, kita tanding sepak bola di futsal sama gua. Gimana?"itulah Kenzi, pria yang di kira tidak pernah serius itu selalu bisa membuat mereka percaya akan kedepannya."Janji ya!!"Daisy menatap penuh harap, sambil menunjukkan kelingkingnya untuk membuat pinky promise.
"Janji, dan pegang janji gua"Kenzi menautkan jari itu membuat Daisy terkikik geli."Janji apaan tuh? Jangan rebut Sachi kami ya"entah dari mana, Gaitsa datang langsung memeluk Daisy dari arah samping.
"Idihh"Kenzi memutar bola matanya malas, tangannya juga mengusap lembut sorai rambut Gaitsa lalu melangkah pergi ketengah lapangan.
"Rambut gua, Kenzi"teriak Gaitsa dengan suara nyaring, membuat Daisy yang masih di pelukannya menutup telinga rapat-rapat.Mereka kembali diam, dengan Daisy yang memeluk serta menyandarkan kepalanya pada lengan Gaitsa. "Gimana ya rasanya punya pacar?"pertanyaan itu terlontarkan dari mulut polos Daisy kalau kata mereka.
"Gak, lo gak boleh punya pacar. Masih kecil, fokus main sama belajar aja"Gaitsa menatap gadis di sebelahnya, satu persatu teman mereka berkumpul mendekati hingga pas tujuh orang."Lihat noh teman kalian mau cari pacar"Gaitsa mengadu kepada ke enam temannya.
"Gak ya, aku cuman bilang gimana ya kalau aku punya pacar. Bukan mah cari pacar"tangkas Daisy, doa tidak berkata ingin memiliki pacar.
"Masih kecil gak boleh pacaran"jawab yang sama dari lima temannya, mereka ikut duduk di sekitar Daisy.🌼🌼🌼
Langit malam bertabur indahnya bintang, irama angin berhembus dengan indahnya. Seorang pria dengan Hoodie navy, berbaring beralaskan rumput taman. Entahlah, ia tidak yakin tentang apa yang mengganggu pikirannya kala ini.
Setelah dipikir-pikir Daisy Nava Sachiko cantik juga ya, entah itu karena senyuman dan tawanya atau itu karena sikap manisnya. Sesekali senyuman mengukir bibir kecilnya membayangkan gadis itu bersanda gurau dengan mereka atau sekedar menganggu salah satu dari mereka, karena pada dasarnya Daisy tetap si bungsu yang mendapatkan julukan manusia paling menyebalkan.
Berfikir untuk bersama membuat pria itu kembali urung, apa yang harus disamakan. Dalam segala hal tentu ia berbeda, mulai dari keluarga sampai tembok yang paling tinggi apalagi kalau agama. Dasarnya mencintai itu hal yang berat, dan mencintai dengan sederhana bukan hal yang sederhana.
Daisy Nava Sachiko, satu-satunya perempuan yang berhasil meluluhkan hati dinginnya, bahkan ibunya saja tidak mampu melakukan hal itu. Pria itu kembali bangkit dari tidurnya yang sedikit menenangkan kepala.
"Huh.. menyebalkan"menghembuskan nafas dalam sangat teramat dalam.
🌼🌼🌼
<- Bang Cakra🤔🧡🕸️
Bang tangan adek bengkak
Besok ke RS ya!
Besok libur jadi Abang jemput
pagi ya.
Siap
Sudah waktunya tidur
Cepat tidur dan jangan bergadang
Siap bawel🥱Sepertinya hari melelahkan akan datang besok, jujur ia sangat muak tentang apa yang akan ia lakukan besok. Untuk hal ini tidak akan ia bilang dengan enam temannya. Anggap saja Daisy gadis yang hidup di antu oleh alat modern dan obat-obatan.
"Huh.."membanting handphone kesebelahnya, sudah pasti diatas kasur karena kalau di lantai ia tidak akan berani meminta baru.
Pintu kamarnya terbuka mengambil alih pandangan sayu gadis itu, terlihat yang membuka adalah Lily. Ada urusan apa ia malam ini, tapi dari mukanya terlihat sangat lelah.
"Kenapa?"Daisy hanya menatap enggan untuk bangun, masih asyik memeluk guling sebelum menjemput mimpinya.
"Pinjem buku novel"Lily duduk di pinggir kasur, membuat Daisy langsung bangun untuk mengambil sebuah novel yang menurutnya pas untuk Lily baca."Nih"Daisy menyerahkan novel itu, Lily memeriksa dan sekedar membaca sekilas.
"Ada Maslaah? Mau cerita?"tanya Daisy, wajah Lily terlihat sangat lelah dengan semua hal dan Daisy tau teman-temannya itu adalah jenis manusia yang harus di pancing untum menceritakan kalau mereka sedang tidak baik-baik saja."Gak ada, gua pamit ya"Lily beranjak dari duduknya.
"Emm, kalau ada apa-apa cerita. Dan kunci lagi pintunya"Daisy menguap pertanda gadis itu telah mengantuk, perlahan menutup matanya setelah Lily pergi dari kamar
KAMU SEDANG MEMBACA
KEMBALI PULANG
Teen FictionTentang kita yang terus berjalan sampai lupa jalan untuk pulang, padahal di tengah jalan kita butuh tempat untuk berteduh, beristirahat, serta bersandar sebentar untuk meringankan lelah. Yuk pulang!