(XVII) Lagu Mereka

2 1 0
                                    

Oxy menoleh dengan ekspresi ketakutan. "Nyanyian ... mereka, suara yang lain- Denta, kau mendengarnya juga, kan?" suara Oxy bergetar, seakan ada sesuatu lain di antara mereka dari kejauhan.

Di saat-saat terakhir, ketika mereka hampir tak mampu bertahan lagi, muncul sebuah cahaya dari kejauhan-siluet yang bercahaya lembut. Sebuah sosok, seorang sir-tidak, mermaid muncul dengan nyanyian yang lebih merdu daripada para siren di sana.

Sosok itu tidak memiliki senyum mengerikan atau aura yang menakutkan. Sebaliknya, ada sesuatu yang tenang dan melindungi dalam tatapannya. Cahaya yang mengelilinginya memancar lembut, bagaikan sinar bulan yang menembus permukaan laut, menyinari jalan mereka dengan harapan yang baru.

Mermaid itu mengangkat tangannya, dan seketika gelombang besar yang dihantarkan oleh para sirem sebelumnya terhenti, seperti ada kekuatan yang menahannya. "Cukup," kata mermaid itu dengan suara yang lembut namun penuh kekuatan, membuat suasana menjadi sunyi sejenak.

Denta dan Oxy, yang hampir kehilangan harapan, saling berpandangan. "Siapa kamu?" Denta bertanya, suaranya penuh kebingungan dan kekhawatiran.

Mermaid itu mendekat dengan gerakan yang anggun. "Aku bukan musuh kalian," jawabnya, suaranya penuh kelembutan, tetapi juga ada ketegasan di dalamnya. "Aku adalah penjaga laut ini, dan aku tidak akan membiarkan kalian hancur di tangan mereka."

"Tapi mereka-" Oxy mulai, namun mermaid itu memotongnya.

"Mereka adalah bagian dari kekeliruan dunia ini. Mereka bukan makhluk yang seharusnya ada dalam alam ini," jawab mermaid itu dengan tatapan tajam, namun penuh belas kasih. "Aku harus melindungi keseimbangan. Walau ini merusak- kau memilikinya."

Denta merasakan sedikit kelegaan, meskipun kebingungannya belum sepenuhnya hilang. "Kenapa mereka ... ingin menghancurkan kami? Dan apa maksudmu aku memilikinya?" tanyanya, suara masih serak karena ketegangan.

Mermaid itu menghela napas panjang. "Mereka adalah penghuni laut yang terperangkap. Mereka terlahir dari keinginan yang gelap, dan karena itu, mereka berusaha menghancurkan apa pun yang mereka anggap sebagai ancaman. Termasuk manusia, yang mereka anggap sebagai penyebab malapetaka mereka. Dan-" suaranya berhenti, membiarkan deburan ombak berganti.

"Kiora akan menjawabmu," katanya jelas. Denta menelan ludahnya gugup, seakan napasnya tertahan ketika melihat kilas cahaya dari balik makhluk manusia setengah ikan itu.

"Jadi ... kamu ingin membantu kami?" Oxy bertanya, suaranya penuh keraguan meski ada secercah harapan yang muncul.

Mermaid itu mengangguk. "Aku akan memberikan jalan keluar, tetapi kalian harus mendengarkan peringatan ini. Laut ini bukan tempat yang ramah. Ada banyak makhluk yang lebih kuat dari mereka yang mengintai. Jika kalian melanjutkan perjalanan ini, kalian harus siap menghadapi lebih banyak bahaya."

Denta merasakan beban di pundaknya semakin berat. "Kami tidak bisa mundur. Kami harus melanjutkan perjalanan ini untuk mencari jawaban." Wajahnya serius, matanya penuh tekad.

Mermaid itu menatapnya sejenak, seolah membaca hati Denta. "Baiklah," katanya akhirnya, suaranya tenang. "Jika kalian tetap ingin melanjutkan, aku akan mengantar kalian melewati wilayah ini. Tetapi ingat, apa pun yang terjadi, jangan pernah lupakan bahwa kalian tidak sendirian. Setiap langkah yang kalian ambil akan membawa dampak pada dunia ini. Pilihan kalian akan menentukan masa depan."

Dengan itu, mermaid tersebut melambaikan tangannya, dan sebuah jalan muncul di permukaan laut. Cahaya biru yang lembut menerangi jalan tersebut, seolah memberikan petunjuk bagi mereka untuk mengikuti.

Oxy menggenggam tangan Denta dengan erat, dan Denta mengangguk, siap untuk menghadapi apa pun yang akan datang. "Terima kasih," kata Denta dengan tulus, meskipun masih ada kecemasan yang mengendap di dalam dirinya.

Mermaid itu tersenyum lembut. "Jaga dirimu baik-baik. Aku akan selalu berada di laut ini."

Lalu mermaid tersebut perlahan menghilang kembali ke dalam laut, meninggalkan Denta dan Oxy untuk melanjutkan perjalanan mereka. Mereka menatap jalan yang terhampar di depan mereka, sebuah perjalanan yang penuh dengan ancaman, namun juga penuh harapan.

Denta tahu, jalan yang mereka pilih tidak akan mudah. Tapi mereka tidak bisa mundur. Mereka harus menemukan jawaban-untuk dirinya, untuk masa lalu yang terus menghantui, dan untuk masa depan yang tak pasti.

Oxy menatap lurus ke depan, meskipun penglihatannya terbatas. "Lihatlah, Denta ...," bisiknya.

Denta mengikuti arah pandangan Oxy dan melihatnya. Pulau itu kini jelas di depan mereka, namun bukan sekadar pulau biasa. Pulau itu seolah hidup-separuhnya bersinar dengan cahaya hangat yang memikat, sementara separuh lainnya gelap, menebarkan aura ancaman. Pohon-pohon di sana tampak bergerak, seolah-olah menyapa atau mungkin memperingatkan.

Dengan napas tertahan, mereka melanjutkan perjalanan, rakit mereka terus mendekat ke pulau yang penuh misteri itu, tanpa tahu apa yang akan mereka hadapi selanjutnya.

Aoa terus bergerak, menangkap tanda-tanda yang mulai menggumpal di udara.

Suaranya terdengar kembali, kali ini lebih tegas, penuh dengan kemarahan yang terpendam. "Tidak ada jalan lain. Denta akan datang, dan aku... aku harus siap." Tatapan matanya yang tersembunyi mengarah ke langit yang semakin gelap. Angin berputar lebih kencang, menciptakan pusaran kecil di sekitar hutan, membuat pohon-pohon bergoyang dalam irama yang semakin menegangkan.

Keberadaan Kiora di tengah kesendirian itu terasa seperti bagian dari sebuah perhitungan yang tak terhindarkan. Namun, ketenangan itu terpecah ketika sebuah suara lembut terdengar dari balik bayangan, membuat tubuh Kiora menegang.

"Kiora."

Meskipun suara itu pelan, ada kehadiran yang kuat di baliknya. Kiora segera berbalik, napasnya terhenti. "Siapa?" tanyanya dengan suara serak, meski ia berusaha untuk tetap tenang. "Siapa yang berani menggangguku di sini?"

Kabut di sekelilingnya tampak bergerak, memperlihatkan sosok seorang pria yang perlahan muncul dari kegelapan. Dia mengenakan jubah hitam dengan pelipisan biru tua yang berkilau, wajahnya tersembunyi sebagian oleh bayangan yang tampak melindunginya. Sosok itu tersenyum tipis, senyum yang mengisyaratkan bahwa ia tahu lebih banyak tentang Kiora daripada yang seharusnya.

"Aku datang untuk memberitahumu bahwa jalan yang akan kau pilih, Kiora, tidak hanya akan memengaruhi dirimu. Setiap keputusanmu akan melukai sesuatu yang lebih besar dari yang kau kira," katanya dengan suara yang tegas namun halus, seolah-olah setiap kata mengandung jebakan.

Tangan Kiora mencengkeram sisi singgasananya lebih erat. "Kau ... siapa?" tanyanya, kebingungannya bercampur dengan ketakutan yang ia coba sembunyikan. "Apa kau salah satu dari mereka?"

Pria itu tertawa pelan, suara tawa itu mengalun seperti gema yang menghantui. "Kebenaran akan datang padamu, Kiora... cepat atau lambat."

Dan dengan gerakan yang begitu cepat, sosok itu menghilang, meninggalkan hanya bayangan dan suara yang perlahan memudar bersama angin malam.

Kiora terdiam, memandangi tempat kosong di depannya, perasaannya berkecamuk antara ketakutan dan kemarahan. "Apa yang sebenarnya sedang terjadi?" gumamnya pelan, meski ia tahu bahwa waktu untuk membuat keputusan sudah semakin dekat.

Di kejauhan, angin membawa suara samar yang menyerupai bisikan, seolah-olah takdir sedang memainkan tali yang mengikat masa depan mereka semua.

---

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 17 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hole of Universe || AwakeningTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang