Bab 2

22 13 11
                                    

Githa tersenyum. Wajah manisnya itu tampak begitu ceria. Bagaimana tidak? Akhirnya setelah sekian lama, lelaki yang disukainya itu menyatakan perasaan padanya. Dan kemarin, tepatnya tanggal 14 di bulan Januari, yang bertepatan dengan tanggal lahirnya, Githa telah resmi menjadi pacar Diaz.

Pikirannya kembali melayang ke hari kemarin, dimana Diaz mengungkapkan keinginan hatinya.

*Flashback on*

"Aku ... suka kamu, Githa."

Githa mematung. Hati dan akalnya berkecamuk mendengar satu kalimat singkat yang terlontar dari mulut lelaki di hadapannya.

"Maaf kalo aku telat ngungkapinnya," lanjut Diaz. Lalu, dengan perlahan dia menggenggam tangan Githa.

"Sebenarnya, perasaan ini hadir dari pertama kali kita ketemu. Tepatnya, waktu kamu dan aku sama-sama ditunjuk jadi ketua kelompok di masa orientasi siswa itu."

'Apa?! Jadi sebenarnya, kita punya perasaan yang sama di waktu itu?' tanya Githa dalam hati.

Dia hanya bisa bertanya-tanya ke dirinya sendiri tanpa berani mengutarakannya secara langsung pada Diaz. Sebab, dia masih tertegun dengan yang saat ini tengah terjadi seolah-olah jiwanya sedang melayang karena diliputi rasa terkejut dan bahagia sekaligus.

"Jujur—" Diaz kembali berucap.
"—aku langsung tertarik sama kamu begitu ngelihat kamu tersenyum malu-malu di depan semua murid baru."

Githa masih bergeming di posisinya yang sama sembari mendengar pernyataan Diaz.

"Tapi, aku sama sekali gak nyangka kalo kamu juga suka sama aku. Makasih, Git." Diaz tersenyum seraya mempererat genggaman tangannya pada Githa.

"Kamu ...." Tanpa sadar, Githa akhirnya membuka suaranya. "Dari mana kamu tahu kalo aku suka sama kamu?"

Diaz terkekeh. "Fira yang bilang ke aku. Dia, 'kan satu ekskul sama aku, Git."

"Apa?!!" Githa terkejut bukan main. Dengan spontan, dia melepas genggaman tangan Diaz lalu menutup wajahnya cepat.

Diaz heran sambil tertawa kecil. "Kamu kenapa, Git?"

"Jangan tanya, Di!" Githa membalikkan tubuhnya jadi membelakangi Diaz. Gadis itu merasa jika wajahnya memanas karena menahan malu.

Diaz beranjak dari duduknya, lalu berjalan memutar agar bisa melihat Githa. Perlahan, dia mengenggam kedua pergelangan tangan Githa dan membukanya. Terlihat jelas wajah gadis di hadapannya itu yang memerah karena menahan malu. Matanya menatap ke bawah sebab menghindari tatapan Diaz.

"Githa," sahut Diaz dengan lembut. "Berkat Fira, aku akhirnya tahu perasaan kita itu ternyata sama. Jadi ...."

Diaz menghela napas panjang. Kedua tangan Githa digenggamnya dengan erat.

"Maghita Yudhistira, maukah kamu jadi pacarku?"

Mata Githa membulat sempurna. Sontak ia mengalihkan pandangannya yang sedari tadi menatap ke bawah, kini beralih menghadap Diaz. Tatapan mata mereka berdua pun sekarang bertemu. Githa merasa jantungnya seakan berhenti berdetak sesaat usai mendengar kalimat yang selama ini dia nantikan.

Diaz memandang begitu dalam pada gadis di depannya itu. Jantungnya berdegup kencang karena menahan gugup dan penasaran yang bercampur menjadi satu, menunggu jawaban dari pernyataan yang dilontarkannya barusan.

Meski dia sudah tahu bahwa Githa juga menyukainya, tapi dia berusaha menguatkan hatinya jika Githa menolaknya.

Langit mulai mendekati malam. Sinar jingga yang terpancar di angkasa perlahan meredup. Namun Githa masih diam membisu, belum mengeluarkan sepatah kata pun sejak tadi. Posisi mereka berdua masih sama, saling bertatapan dengan tangan yang saling bertaut satu sama lain.

January's Hurt Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang