Bab 5

48 27 28
                                        

Begitu masuk ruang tamu, seorang perempuan memakai setelan seragam pelayan berwarna coklat muda dengan celemek berwarna hitam, datang menghampiri Diaz dan gadis itu.

"Selamat datang, Nona Muda Zena!" sapanya dengan penuh hormat sambil membungkukkan tubuhnya sedikit. 

Gadis itu mengangguk pelan. "Ayah dan Ibu ada dimana sekarang?" 

"Tuan dan Nyonya sedang ada di ruang keluarga. Mau saya sampaikan?"

"Tolong bilang ke Ayah Ibu kalo aku udah datang bareng Ferdi!" titah gadis itu yang langsung diiyakan oleh pelayan perempuan tersebut. Ia mohon ijin untuk segera menyampaikan pesan majikan mudanya itu. 

Alis Diaz bertaut. "Sebenarnya, ada apa sampai aku harus datang ke sini, Zen?"

Gadis bernama Zena itu menoleh ke arah Diaz yang memasang raut wajah bingung.

"Ayah sama Ibu pengen ketemu kamu, Fer. Tapi jujur, aku gak tahu maksud mereka suruh aku bawa kamu ke sini."

Tak lama kemudian, pelayan tadi kembali datang.

"Mari saya antar Nona Muda dan Tuan Muda ke dalam." 

Zena dan Diaz berjalan mengikuti pelayan yang memandunya untuk bertemu dengan orang tua Zena. Pemuda itu tampak terpukau saat melihat interior dalam rumah yang terkesan sangat mewah, seperti lampu hias berbagai model yang dipajang di sudut rumah dan langit-langit ruangan. Beberapa lukisan berukuran besar dan dekorasi dinding yang didominasi warna perak dan emas turut menambah suasana rumah semakin elegan. Gadis itu melirik ke arah Diaz yang sedang memandang ke segala penjuru rumahnya. Ada sedikit rasa senang yang berdesir dalam hatinya, hingga tak sadar seulas senyum terukir di wajah cantiknya. 

Setelah melewati beberapa ruangan, mereka bertiga berhenti di depan sebuah pintu besar berwarna coklat gelap yang berhiaskan ukiran model klasik dan bergagang pintu yang dicat dengan warna emas. 

"Silakan masuk, Nona Muda dan Tuan Muda," ucap pelayan itu sambil membukakan pintu dan mempersilakan Zena dan Diaz untuk masuk ke ruangan tersebut. 

Seorang pria yang memakai kemeja warna biru dongker sedang duduk di balik sebuah meja besar. Matanya begitu fokus menatap layar laptop yang menyala di hadapannya, membuat sinar dari benda elektronik tersebut menyoroti wajahnya yang tegas dan terlihat penuh wibawa. 

Sementara itu, di dekatnya ada seorang wanita memakai sheath dress berwarna yang merah hati yang dipadankan dengan blazer warna hitam, tengah sibuk dengan telepon genggamnya sambil duduk di dekat meja besar tersebut. Ditambah rambut yang digulung ke atas membuat penampilan wanita itu tampak begitu elegan. 

"Ayah, Ibu, aku datang!" seru Zena sambil tersenyum. Mereka berdua mengalihkan pandangan ke arah putrinya. 

"Selamat datang, putriku!" Pria dan wanita itu berdiri dari tempat duduknya secara bersamaan, lalu menghampiri Zena dan memeluknya bergantian. 

"Ayah, Ibu, aku udah bawa dia ke sini," ujar gadis itu sembari menoleh ke arah Diaz yang terdiam di belakang mereka bertiga. 

Pria itu menegakkan tubuhnya. Raut wajahnya yang tadi terlihat lembut, seketika berubah tegas dan terkesan dingin saat menatap Diaz. Begitu juga dengan wanita di sampingnya yang menunjukkan sikap seolah-olah tidak menyukai keberadaan pemuda tersebut. 

Diaz sontak menundukkan pandangannya. Perasaan tidak nyaman merasuk dalam raganya karena tatapan orang tua Zena yang terasa mengintimidasi. Tapi, dalam pikirannya bertanya-tanya. Ingin mengetahui alasan dirinya dibawa Zena ke rumah ini. 

"Kamu yang namanya Ferdiaz Anggara?" tanya ayah Zena.

"I–iya, Pak!" jawab Diaz terbata-bata. 

"Duduklah! Ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu." Ayah dan Ibu Zena kembali ke tempatnya semula. Zena menarik lengan Diaz untuk mengikuti kata orang tuanya tadi. Keduanya pun duduk di kursi yang berada di depan meja besar ayah Zena. 

January's Hurt Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang