Takluk?

427 5 0
                                    

Lucas menatap Clara dengan tatapan campur aduk- di satu sisi, ia merasa tertekan oleh kehadiran wanita di hadapannya, sementara di sisi lain, ada dorongan tak tertahankan untuk mengakui ketertarikan yang telah lama ia tutupi. Namun, seketika lucas tersadar dari lamunannya, "Clara, kau tahu bukan kalo aku sidah bertunangan?"

Kata-kata itu seperti palu godam yang menghantam jantung Clara. Tiba-tiba, semua rasa percaya diri dan tantangan yang ia bangun seakan runtuh seketika. "Tapi itu tidak berarti kau tidak bisa bersamaku," Clara menjawab, berusaha menyembunyikan rasa sakit yang menggelayuti hatinya. "Aku tetap cinta padamu, aku yakin kaupun begitu."

Lucas merasakan hati dan pikirannya terjebak dalam persimpangan. "Kau tidak mengerti," katanya, suaranya lebih lembut. "Aku mencintai tunanganku. Kami telah merencanakan semuanya. Pernikahan ini sangat penting bagiku dan keluargaku."

"Tapi apakah kau benar-benar bahagia?" tanya Clara, matanya tajam menatap Lucas, "Atau apakah semua ini hanya untuk membuatku menyerah terhadapmu?"

"Clara," Lucas menghela napas, merasa terjepit antara dua dunia. "Kau adalah mahasiswa, dan aku adalah dosen. Ini adalah situasi yang sangat rumit. Aku tidak bisa mengorbankan semuanya hanya untuk perasaan sesaat."

Clara mendekat, mengurangi jarak di antara mereka hingga hampir tidak ada lagi. "Aku tidak ingin menjadi perasaan sesaat, Lucas. Aku ingin menjadi pilihanmu. Aku ingin kau menjadi milikku seorang" ujarnya dengan nada penuh harapan.

Lucas menatap mata Clara, melihat ketulusan di dalamnya, namun sekaligus merasakan beban dari tanggung jawabnya. "Kau tidak mengerti konsekuensi dari semua ini, Clara. Jika orang tahu, itu akan menghancurkan reputasiku, dan aku tidak akan bisa menghadapi tunanganku."

"Aku tidak peduli dengan reputasimu atau tunangamu," Clara mendesak. "Yang aku tahu adalah aku menginginkanmu. Aku tahu kau merasakannya juga, Lucas. Kenapa kau terus menolak? Apakah kau tidak berani mengikuti kata hatimu?"

Lucas terdiam, terjebak dalam pikiran yang berkecamuk. Baginya, Clara adalah segalanya—sebuah tantangan yang tak terduga, sebuah rasa yang membuatnya bergetar. Tapi kenyataan akan tunangannya menghalangi setiap langkah yang ingin ia ambil.

"Clara, aku tidak bisa," ujarnya lagi, suaranya penuh dengan keraguan. "Jika kita terus berlanjut seperti ini, aku takut akan menyakiti semua orang. Termasuk dirimu."

Clara menggelengkan kepala, air mata mulai mengalir di pipinya. "Jangan beri aku harapan seolah kau menginginkan aku, Lucas. Bagiku kau satu-satunya yang aku inginkan saat ini, katakan kau menginginkan aku juga"

Dengan kepalanya yang penuh dengan berbagai pikiran, Lucas merasakan bahwa ia sudah berada di ambang keputusan. "Aku tidak bisa berjanji apa pun, Clara," ujarnya, nada suaranya lebih rendah, "Tapi... kita bisa mencoba..."

Clara merasa jantungnya berdebar-debar mendengar kata-kata itu. "Cobalah, Lucas. Aku yakin kau tidak salah pilih, aku akan membuatmu bahagia dan lebih bahagia daripada saat kau bersama tunanganmu" kata Clara, optimisme menggantikan kesedihannya.

Tapi Lucas masih meragu. "Kau tahu, ini bukan keputusan yang mudah."

Clara mengangguk, memahami kesulitan yang dihadapi Lucas. Namun, ia tidak ingin menyerah. "Aku tau Lucas, tapi percayalah padaku, kau akan merasakan sensasi yang berbeda saat bersamaku, dan aku jamin kepuasanmu terpenuhi"

Melihat keteguhan Clara, Lucas merasa hatinya bergetar. Ia bisa melihat keberanian dalam diri Clara, keberanian yang membuatnya terpesona sekaligus bingung. "Tapi, Clara..."

Sebelum Lucas menyelesaikan kalimatnya, Clara meraih wajah tampan lucas lalu melumat bibirnya dengan lembut, menggenggam erat tangannya. "Jangan berfikir terlalu banyak, kesempatan tidak datang dua kali" ujarnya penuh keyakinan

Lucas, you are mineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang