3. Diculik

260 65 20
                                    

2,5+ words

Happy reading :)

Siluet keemasan dicipta oleh lampu tidur temaram dari arah kanan. Jatuh dan membentuk bayangan hitam tajam. Dia datang mendekat membawa sejumput ingatan.

Jemari panjang akan meraih tanda terakhir sebagai bukti. Dia menyentuh kerah baju putih, menariknya sedikit untuk menatap ke arah dalam.

Kemudian itulah saat dua mata kelabu melebar tak percaya. Bibirnya merapat, menekan gejolak emosi yang seperti badai dalam tubuh. Sedikit saja kesalahan maka rantai penahan moster yang selama ini terkurung di balik topeng tenang, akan keluar dan berusaha memakan apa yang menjadi obsesinya.

Jari-jari itu mundur menjauh. Sebisa mungkin menarik diri walau gemetaran. Opera kembali berlangsung di belakang layar dan dia akan menulis skenario terbaik, sebagaimana keahliannya.

***

Dalam satu sentakan bayang-bayamg tipis melayang. Hening tanpa suara apapun merupakan tanda kehidupan yang sedang beristirahat. Tapi, empuk kasur yang terasa jauh lebih nyaman dari biasanya justru membuat tubuh itu menggeliat, secara alami mengetahui dia menghuni daerah asing. Dibantu satu lampu tidur yang menyala, terkonfirmasi dugaan itu.

Mia bangun dan mengucek mata. Heran apakah ini nyata, mimpi, atau sekali lagi ada yang iseng menculiknya ke dunia lain. Namun jika pilihan ketiga benar, terlalu baik siapapun makhkuk jahil itu. Biasanya tempat dia bangun akan berbentuk hutan gelap mengerikan, rumah kosong, atau bahkan tempat sempit seperti liang lahat.

Kali ini, adalah sebuah ruangan luas dan rapi meski hampir gelap total.

Kadang kala memang manusia itu bersikap sederhana saja. Kebetulan yang satu ini adalah tipe seperti itu. Jadi dia melempar diri kembali ke ranjang dan lanjut tidur. Persetan. Dia mengantuk.

"Kamu bisa lihat aku kan?"

"Kamu bisa dengar aku kan?"

Mia mengernyit. Dia menenggelamkan diri lebih jauh.

"Kamu siapa?"

Mengganggu sekali.

"Hei, kenapa kamu di sini?"

"Ah berisik! Diem coba gua mau tidur!"

Umpatan kesal si gadis di atas ranjang didengarkan hanya sebentar. Karena setelah itu panggilan kecil kembali terdengar.

"Kalo gitu nama kamu siapa?"

Mia bangun mendadak sambil melempar selimut. Kesal sekali dengan makhluk penasaran yang bukannya pergi menuju kehidupan berikutnya, malah nyangkut di tempat ini.

Tepat di atas kakinya, merangkak seorang perempuan berambut panjang dengan darah menetes dari rambut-rambutnya. Gaun biru lusuh dan penuh noda merah basah rasanya akan mengotori seprai putih yang Mia pakai.

Gadis itu cemberut sambil menggerakkan kaki. "Pergi lu!"

Satu tendangan tersebut membuat makhluk di atas kakinya terjatuh dari ranjang. Bunyi debumannya lumayan kencang dan seteah itu, dua pasang kaki pucat terjengkang. Raungan sakit membuat Mia semakin jengah.

Tunggu sebentar. Kalau ini adalah ulah sosok usil ataupun hanya berbentuk mimpi, seharusnya Mia tak bisa menyakitinya di sini. Karena ini semua tak nyata dan dia hanya perlu tertidur santai sampai siapapun pelakunya bosan dan pergi.

Mia turun perlahan dari ranjang dan memperhatikan sosok tersebut. Masih mengelus dahinya yang membentur lantai lebih dulu. Ceceran darahnya ikut menempel di keramik putih keabuan.

"H-hoi, lu gak---"

Belum juga Mia menggapainya, makhluk itu sudah kabur duluan ke sudut rumah. Si gadis akhirnya bingung juga. Sepertinya tempat keberadaannya ini nyata. Tapi kira-kira, dia di mana?

GIOMIA - Sebuah Ledakan Menembus Dunia LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang