bab 4

3 2 0
                                    

Yerin baru saja melangkah keluar dari kelas ketika ia melihat Taehyung berdiri di depan pintu, menunggunya. Wajahnya terlihat serius seperti biasa, tanpa ekspresi hangat atau ramah sedikit pun. Yerin mencoba untuk tersenyum padanya, tetapi Taehyung hanya menatapnya dengan dingin.

“Kau lama sekali,” katanya, suaranya datar.

“Maaf, ada sesuatu yang harus aku rapikan dulu di meja,” jawab Yerin, mencoba tetap tenang meski dalam hatinya ia merasa tidak nyaman.

“Sudahlah. Malam ini akan ada makan malam besar keluarga. Aku diperintahkan untuk menemanimu membeli gaun dan perhiasan untuk nanti,” ucap Taehyung, tanpa basa-basi.

Yerin mengangguk.

Mereka kemudian berjalan menuju mobil Taehyung yang terparkir di depan sekolah. Tanpa banyak bicara, Taehyung mengemudikan mobil dengan tenang, namun Yerin bisa merasakan aura dingin yang menyelimuti perjalanan mereka. Di sepanjang jalan, ia ingin mencoba berbicara untuk memecah keheningan, tetapi Taehyung tampak fokus menyetir tanpa menunjukkan minat untuk berbicara.

Setibanya di mall, Taehyung memarkirkan mobil dan keluar lebih dulu, menunggu Yerin keluar dari sisi penumpang. Mereka berjalan bersama ke salah satu toko butik mewah yang ada di dalam mall. Sesampainya di depan toko, Taehyung menghela napas, seolah merasa tugas ini sangat membosankan.

“Aku akan menunggu di ruang VIP. Jangan lama-lama,” katanya sambil menyodorkan kartu ATM pada Yerin. “Pilih saja apa yang kau suka.”

Yerin menerima kartu itu dengan ragu. “Eh... baiklah.”

Taehyung berjalan menuju ruang VIP tanpa menoleh lagi pada Yerin. Dengan perasaan sedikit canggung, Yerin masuk ke dalam toko tersebut, menyapa pelayan yang langsung membantunya melihat-lihat koleksi gaun.

“Selamat siang, Nona. Apakah ada yang khusus yang Anda cari?” tanya seorang pelayan dengan senyuman ramah.

Yerin tersenyum kikuk. “Uh, saya... sedang mencari gaun untuk acara makan malam keluarga nanti.”

Pelayan itu segera menunjukkan beberapa gaun mewah di salah satu rak eksklusif. Yerin menyentuh beberapa gaun itu dengan hati-hati, namun seketika terkejut melihat label harga yang tertera di baliknya. Rasa ngeri melintas di wajahnya saat melihat betapa mahalnya satu gaun saja. Ia menelan ludah, mencoba untuk tetap tenang.

“Mungkin ada pilihan lain yang... lebih terjangkau?” tanyanya pelan pada pelayan.

Pelayan itu sedikit terkejut, namun tetap profesional. “Oh, tentu saja, Nona. Di sini kami memiliki berbagai pilihan gaun yang bisa Anda sesuaikan dengan preferensi dan anggaran Anda.”

Yerin mencoba tersenyum, lalu mengangguk. Ia melanjutkan melihat-lihat, tetapi tetap saja, hampir semua gaun yang ia temukan memiliki harga yang menurutnya tidak masuk akal. Setelah hampir tiga puluh menit, ia belum juga menemukan gaun yang cocok, baik dari segi harga maupun selera.

Di saat itu, Taehyung masuk ke dalam toko dengan wajah terlihat kesal. “Yerin, kenapa kau belum memilih satu pun?”

Yerin memandangnya, sedikit gugup. “Maaf, tapi... bukankah gaun-gaun ini terlalu mahal?”

Mata Taehyung menyipit, menatapnya seakan-akan ia adalah orang asing. “Apa maksudmu? Bukannya kau suka membeli barang-barang mahal tanpa peduli harga?”

Yerin terdiam, merasakan kejanggalan yang Taehyung rasakan. Ia tahu, Yerin yang asli mungkin tidak pernah mempermasalahkan harga, tapi dirinya sekarang adalah orang yang berbeda. Ia hanya bisa tersenyum kecut, tak tahu harus menjelaskan bagaimana.

“Aku hanya... mungkin kali ini, aku ingin mencari sesuatu yang lebih sederhana,” katanya pelan.

Taehyung menghela napas panjang, tampak tidak sabar. Tanpa bicara lagi, ia berjalan menuju rak dan asal mengambil sebuah gaun yang terlihat anggun namun sederhana. “Ini saja. Kita sudah membuang terlalu banyak waktu,” katanya sambil berjalan menuju kasir tanpa menunggu persetujuan Yerin.

Yerin hanya bisa mengikutinya sambil mendengus dalam hati. “Orang kaya memang suka sekali menghambur-hamburkan uang,” gumamnya pelan.

“Apa?” Taehyung menoleh sesaat.

“Tidak, tidak apa-apa,” jawab Yerin cepat.

Setelah membayar, Taehyung menyerahkan tas berisi gaun tersebut pada Yerin. “Nanti malam aku akan menjemputmu jam tujuh. Jangan terlambat,” ucapnya singkat sebelum berbalik dan berjalan keluar.

Yerin hanya mengangguk, melihat punggung Taehyung yang berlalu dengan perasaan campur aduk.

---

Setibanya di rumah, Yerin melangkah masuk sambil membawa tas belanjaannya. Ia terkejut saat melihat seorang wanita paruh baya dengan tubuh ramping dan wajah cantik yang berdiri di ruang depan. Wanita itu tersenyum lembut saat melihat Yerin.

“Yerin sayang!” serunya sambil bergegas memeluk Yerin erat. “Aku rindu sekali padamu, Nak.”

Yerin terdiam sesaat, mencoba menahan emosinya. Wanita ini—yang tak lain adalah ibunya—memberikan pelukan yang begitu hangat, mengingatkannya pada ibunya yang dulu. Ia merasakan kehangatan yang membuat hatinya sedikit bergetar. Dalam hati, ia merasa bersyukur bisa merasakan pelukan seorang ibu lagi, meskipun ia tahu ini bukan ibunya yang asli.

“Ibu... aku juga rindu,” jawab Yerin pelan, mencoba terdengar wajar.

Mereka melepaskan pelukan, dan ibunya menatap Yerin dengan penuh kasih. “Ayahmu sedang menunggu di ruang keluarga. Mari, kita temui dia.”

Yerin mengangguk, mengikuti ibunya menuju ruang keluarga. Di sana, ayahnya duduk dengan santai di sofa, tersenyum saat melihat kedatangan mereka.

“Nak, bagaimana sekolahmu hari ini?” tanya sang ayah, suaranya terdengar hangat dan tenang.

“Baik, Ayah,” jawab Yerin sambil tersenyum. “Sekolah berjalan seperti biasa.”

Ayahnya mengangguk sambil memandangnya penuh perhatian. “Bagus kalau begitu. Dan bagaimana hubunganmu dengan Taehyung? Semoga kalian semakin dekat.”

Yerin sedikit tersentak mendengar pertanyaan itu. Ia merasa tak nyaman saat membicarakan hubungannya dengan Taehyung, terutama karena ia sendiri tidak tahu apa yang harus ia rasakan. Namun, ia berusaha untuk tetap tenang dan menjawab dengan hati-hati.

“Kami baik-baik saja, Ayah,” ujarnya singkat.

Ibunya tersenyum lebar. “Ah, bagus sekali! Kau tahu kan, Taehyung adalah pria yang sangat baik dan sopan. Kami percaya kau akan bahagia bersamanya.”

Yerin hanya bisa tersenyum kecil, meski dalam hatinya ia merasa terbebani dengan harapan keluarga ini. Ia tidak tahu apakah ia bisa benar-benar bahagia dengan Taehyung, terutama setelah melihat sikap dinginnya selama ini.

“Tentu, Ibu,” jawabnya singkat.

“Ngomong-ngomong, Yerin, Ibu dengar malam ini kau dan Taehyung akan menghadiri makan malam keluarga besar, kan?” tanya ibunya.

Yerin mengangguk. “Iya, Bu.”

“Bagus sekali. Pastikan kau bersikap sopan dan anggun, ya. Ini adalah kesempatan untuk menunjukkan dirimu pada keluarga besar.”

Yerin menghela napas dalam hati. Tuntutan untuk selalu tampil sempurna dan sesuai ekspektasi keluarga membuatnya sedikit tertekan. Namun, ia tak ingin mengecewakan orang tuanya yang tampak begitu peduli dan bangga padanya.

“Iya, aku akan melakukannya,” katanya pelan.

Setelah berbincang sebentar, mereka akhirnya membiarkan Yerin kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap. Sambil duduk di tepi tempat tidur, Yerin merasakan perasaan campur aduk di dalam hatinya. Di satu sisi, ia merasa memiliki keluarga yang hangat dan perhatian, tetapi di sisi lain, ia merasa terjebak dalam kehidupan yang penuh tuntutan dan ekspektasi.

Yerin merapikan gaun yang Taehyung beli untuknya, memandangnya dengan sedikit ragu. “Jadi, inikah kehidupanku sekarang?” gumamnya pada diri sendiri. Namun, ia bertekad untuk menjalani semuanya dengan penuh tekad dan, semampunya, mengubah arah hidup Yerin ini menjadi lebih baik.







tbc

AlteritéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang