Yerin memulai hari dengan perasaan optimis yang sama seperti sebelumnya. Ia berusaha ramah kepada semua teman sekelasnya, menyapa mereka satu per satu dengan senyum tulus. Meskipun masih merasa asing dengan kehidupan barunya, ia yakin sikap ramah ini akan membantu dirinya menemukan kenyamanan. Tapi, meski ia tampak akrab dengan banyak teman baru, seseorang masih menyimpan amarah kepadanya—Joy.
Joy duduk di ujung ruangan, matanya melirik ke arah Yerin dengan tatapan yang tak bersahabat. Yerin berjalan mendekat dengan langkah hati-hati, lalu duduk di kursi kosong di sebelah Joy.
“Joy, masih marah?” tanya Yerin dengan nada lembut.
Joy mendengus, menoleh ke arah lain. “Kau pikir kenapa?”
Yerin menghela napas, mencoba mengulur kesabaran. “Aku cuma ingin memperbaiki hubungan kita. Apa aku benar-benar melakukan kesalahan sebesar itu?”
Joy memutar matanya. “Sejak kapan kau peduli? Biasanya, kau tidak pernah perduli tentang hal-hal kecil seperti ini.”
Yerin tersenyum tipis. “Orang bisa berubah, Joy. Aku ingin memperbaiki semuanya.”
Joy masih tampak keras kepala, tapi akhirnya, setelah beberapa detik keheningan, ia mengalah. “Baiklah. Tapi jangan kira aku akan langsung lupa begitu saja.”
Yerin tersenyum lega. “Terima kasih, Joy. Aku tahu ini mungkin terasa aneh, tapi aku menghargai kesempatan ini.”
Mereka berdua kemudian pergi bersama ke kantin. Meskipun Joy masih terlihat cemberut, setidaknya Yerin merasa hubungan mereka mulai membaik. Sesampainya di kantin, mereka bertemu dengan seorang pria yang tampak akrab bagi Yerin—Sungjae, ketua OSIS sekolah mereka, yang juga adalah pacar Joy. Sungjae sedang duduk bersama temannya, Jeno. Mereka berdua langsung menyapa Joy, sementara Yerin disambut dengan anggukan sopan dari Sungjae dan sapaan canggung dari Jeno.
“Yerin, kau ikut juga?” tanya Sungjae dengan senyum ramah. Karena biasanya setiap istirahat Joy bilang Yerin selalu menemui Taehyung.
Yerin mengangguk sambil tersenyum hangat. “Iya, aku senang bisa bergabung dengan kalian.”
Joy duduk di sebelah Sungjae, sementara Yerin duduk di samping Jeno yang tampak sedikit gelisah. Yerin memperhatikan cara Jeno menatapnya sejenak sebelum menunduk, seolah ada sesuatu yang menghalangi mereka untuk berbicara dengan bebas.
“Kau baik-baik saja, Yerin?” tanya Sungjae tiba-tiba, mencoba mencairkan suasana.
Yerin menoleh dan tersenyum, meskipun merasa sedikit bingung dengan pertanyaannya. “Ya, aku baik-baik saja. Kenapa?”
“Oh, bukan apa-apa,” jawab Sungjae dengan tawa kecil. “Hanya saja, Joy sempat bercerita tentang perubahanmu. Kau tampak... berbeda.”
Yerin tersenyum kecil, sedikit canggung tapi tetap ramah. “Aku memang ingin berubah, Sungjae. Aku ingin jadi orang yang lebih baik, itu saja.”
Sungjae mengangguk sambil tersenyum, lalu menatap Joy. “Nah, itu kan bagus. Orang yang mau berubah demi kebaikan pantas untuk dihargai, kan, Joy?”
Joy hanya mengangguk sedikit dengan wajah dingin, tapi tidak berkata apa-apa. Melihat ekspresi Joy yang masih tak ramah, Yerin hanya tersenyum tipis. Percakapan mereka berlanjut, dan Yerin mulai merasa nyaman berada di tengah-tengah mereka. Meski Jeno masih tampak canggung, kehadiran Sungjae yang ramah membuat suasana menjadi lebih hangat.
Tanpa mereka sadari, seseorang memperhatikan mereka dari kejauhan. Orang itu tampak mengamati Yerin, lalu diam-diam mengangkat ponselnya dan mengambil beberapa foto. Setelah itu, ia mengetik pesan singkat dan mengirim foto-foto tersebut pada seseorang.
---
Malam harinya, di rumah mewah keluarga Taehyung, suasana berubah tegang saat Taehyung dipanggil ke ruang kerja ayahnya. Begitu masuk, Taehyung melihat ayahnya duduk di kursi dengan wajah murka, menatap foto di tangannya dengan penuh amarah.
“Taehyung,” suara ayahnya terdengar tegas. “Duduk.”
Taehyung menuruti perintahnya dan duduk di depan meja ayahnya. Ia bisa merasakan ketegangan di ruangan itu, dan perasaannya menjadi tak nyaman.
Ayahnya melemparkan foto di atas meja, tepat di depan Taehyung. “Apa kau tahu apa ini?”
Taehyung melihat foto itu dengan alis berkerut. Foto tersebut menunjukkan Yerin duduk bersama beberapa orang di kantin—termasuk pria lain di sampingnya. Ia segera mengenali Sungjae dan Jeno di foto itu, tapi yang membuatnya bingung adalah mengapa ayahnya begitu marah melihatnya.
“Itu hanya Yerin dan teman-temannya, Ayah,” jawab Taehyung dengan tenang, meskipun dalam hatinya merasa ada sesuatu yang tak beres.
Ayahnya mengetuk meja dengan jari, nadanya semakin kasar. “Dia bersama pria lain, Taehyung. Kau tahu betul, ini bukan hanya soal teman.”
Taehyung mengerutkan keningnya. “Aku rasa Ayah terlalu berlebihan. Itu hanya teman sekolahnya.”
Ayahnya memotong dengan suara keras, “Ini soal menjaga kehormatan keluarga, Taehyung! Kau seharusnya menjaga Yerin agar tidak terlalu dekat dengan orang lain, terutama pria.”
Taehyung menahan diri untuk tidak memutar matanya. “Ayah, dia hanya bergaul dengan teman-temannya. Kita tidak bisa mengawasinya setiap saat.”
“Apa yang kau maksud dengan ‘tidak bisa mengawasinya’?” Ayahnya menatapnya dengan tajam. “Kau seharusnya membuat Yerin hanya bergantung padamu, seperti dulu! Kau biarkan dia berkeliaran bebas seperti ini, dan sekarang lihatlah hasilnya!”
Taehyung mengepalkan tangannya di bawah meja, berusaha menahan emosinya. “Ayah, Yerin bukan boneka yang bisa kita kendalikan. Dia punya kehidupannya sendiri.”
Ayahnya membentak, suaranya semakin tinggi. “Kau tidak paham, Taehyung! Keluarga kita bergantung pada perjodohan ini. Jika kau kehilangan Yerin, maka bisnis kita ikut terancam. Kau seharusnya membuatnya tetap fokus padamu!”
Taehyung menghela napas, mencoba mengendalikan dirinya. “Ayah, aku tidak bisa memaksanya untuk hanya melihat ke arahku. Itu bukan hubungan yang sehat.”
Ayahnya mendekatkan wajahnya dengan ekspresi yang penuh kemarahan. “Aku tidak peduli apa yang kau anggap ‘sehat’ atau tidak. Kau akan memastikan Yerin tetap berada di bawah kendalimu. Tidak ada kompromi.”
Taehyung merasa dirinya semakin terpojok, tapi ia tahu bahwa berdebat lebih jauh hanya akan memperburuk situasi. Ia menundukkan kepalanya, mencoba menahan rasa kesal dan perasaan tidak berdaya yang menghimpitnya.
“Baiklah,” jawab Taehyung akhirnya dengan suara pelan, nyaris berbisik. “Aku akan menjaga Yerin sesuai keinginan Ayah.”
Namun, dalam hatinya, ia merasa semakin tidak nyaman dengan situasi ini. Seolah-olah perjodohan ini adalah penjara yang mengekang dirinya dan Yerin, memaksa mereka untuk hidup di bawah bayang-bayang ambisi keluarga yang tak berperasaan.
Ayahnya tersenyum sinis, puas dengan jawaban Taehyung. “Itulah yang seharusnya, Taehyung. Kau harus ingat, ini bukan tentang apa yang kau inginkan, tapi tentang apa yang terbaik untuk keluarga.”
Taehyung hanya mengangguk pelan, meskipun hatinya terasa berat. Ketika ia akhirnya meninggalkan ruang kerja ayahnya, rasa marah dan frustrasi bercampur menjadi satu. Ia berjalan ke kamarnya dengan langkah gontai, berpikir tentang nasib yang dipaksakan padanya.
Saat duduk di tepi ranjang, Taehyung menarik napas panjang. Kini, lebih dari sebelumnya, ia merasa bahwa hidupnya tidak lagi sepenuhnya miliknya. Pandangan ayahnya yang dingin, serta tekanan untuk menjaga hubungan dengan Yerin demi keluarga, semua itu menghantamnya tanpa ampun. Ia sadar bahwa meski terpaksa, ia harus menjalankan rencana keluarga dengan patuh, meskipun hatinya merasa kosong.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Alterité
FanfictionDi kehidupan lamanya, Yerin hanyalah seorang gadis biasa yang hidup dalam kemiskinan dan penderitaan. Hidupnya terhenti dalam tragedi yang menyakitkan, hanya untuk membangunkannya kembali di dunia yang sama sekali asing-dalam tubuh seorang gadis can...