bab 5

7 2 0
                                    


Yerin merapikan riasannya di depan cermin besar di kamarnya. Tangannya sedikit gemetar saat ia menyapukan bedak ke wajahnya, berusaha menenangkan degup jantungnya yang tak menentu. Di cermin, wajah yang ia lihat adalah wajah seorang gadis cantik dengan riasan yang sederhana namun anggun. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri dari perasaan cemas yang membara di dadanya. Sebentar lagi, ia akan menghadiri makan malam besar bersama keluarga dan, tentu saja, Taehyung.

Tak lama setelah itu, bel rumah berbunyi. Dengan langkah anggun, Yerin menuruni tangga dan mendapati Taehyung menunggunya di depan pintu, mengenakan tuxedo hitam yang membuatnya terlihat luar biasa tampan dan angkuh. Tatapan pria itu begitu tajam, namun tersirat ketidaktertarikan yang mendalam, seolah kedatangan Yerin adalah sebuah formalitas yang ia lakukan dengan terpaksa.

“Kau sudah siap?” tanya Taehyung singkat, nadanya datar tanpa sedikit pun emosi.

Yerin hanya mengangguk. “Iya, aku siap.”

Taehyung melangkah keluar lebih dulu tanpa menoleh, dan Yerin segera mengikutinya ke arah mobil yang sudah menunggu di halaman. Di dalam mobil, suasana kaku dan hening. Mereka duduk di kursi penumpang belakang, dan meski Yerin ingin memulai percakapan, perasaan canggung menahannya. Sikap dingin Taehyung, ditambah ketegangan yang samar, membuatnya semakin sulit mengucapkan sepatah kata pun.

Setelah beberapa menit, Taehyung akhirnya bicara, namun ia tetap menatap lurus ke depan. “Dengar, Yerin. Jangan buat masalah nanti,” ucapnya pelan namun tajam. “Berlakulah seolah kita ini pasangan yang serasi.”

Yerin menatap Taehyung, hatinya sedikit tergelitik oleh sikap angkuh pria itu, tapi ia memilih untuk menuruti. “Aku akan berusaha,” jawabnya pendek, mencoba menahan diri agar tak terlihat terlalu kesal.

Sesampainya di restoran mewah yang telah dipilih keluarga, mereka memasuki ruang VIP yang luas dan elegan. Di sana, keluarga besar sudah berkumpul dan berbincang akrab. Yerin melihat ayah dan ibunya yang tersenyum menyambutnya, juga beberapa sosok yang lebih tua yang ia tebak adalah kakek dan nenek mereka. Kehangatan yang terpancar dari percakapan mereka terasa kontras dengan perasaan asing yang kini menguasai Yerin.

Nenek Taehyung tersenyum lebar begitu melihat mereka berdua masuk. Ia tampak bahagia melihat Yerin dan langsung menyapanya. “Yerin, kau terlihat begitu cantik malam ini. Sangat anggun,” pujinya lembut dengan senyum tulus.

“Terima kasih, Nek.” Yerin membalas senyum neneknya dengan sedikit kikuk, namun tetap terlihat sopan dan manis.

Taehyung menarik kursi untuk Yerin dengan sikap yang kaku, dan mereka pun duduk bersama di meja besar yang penuh dengan hidangan lezat. Meskipun Yerin berusaha untuk nyaman, perasaan asing dan tak familiar masih terus menghantui. Ia bahkan merasa gugup, terutama karena Taehyung terus bersikap dingin di sisinya.

Ketika hidangan utama disajikan, kakek Yerin tiba-tiba bersuara, memecah kebekuan dengan nada suara yang tegas namun hangat.

“Kami telah mempertimbangkan ini cukup lama,” kata kakek sambil meletakkan sendoknya. “Jadi, kami memutuskan untuk mempercepat pertunangan Yerin dan Taehyung.”

Yerin langsung membeku, garpunya hampir jatuh dari tangannya. Ia menoleh ke arah Taehyung, yang tampak sama terkejutnya. Matanya yang biasanya tenang kini tampak memancarkan ketidaknyamanan yang jelas.

“Kakek,” kata Taehyung dengan hati-hati, menahan nada suaranya agar tetap sopan, “Bukankah kami masih terlalu muda untuk itu?”

Kakeknya tertawa kecil, tampak tak tergoyahkan. “Justru karena kalian masih muda, kalian harus mulai belajar bertanggung jawab sejak dini. Ini penting untuk masa depan kalian, juga keluarga.”

Yerin menunduk, mencoba menutupi perasaan tidak nyamannya. Ia merasa seakan dirinya tak lebih dari boneka yang diatur oleh kehendak keluarga, tanpa memiliki suara atau kendali atas hidupnya sendiri. Namun, kali ini ia merasa tidak sendirian, karena Taehyung tampak sama canggungnya.

Taehyung mencoba lagi, kali ini dengan suara yang lebih lembut. “Maaf, tapi menurutku keputusan ini terlalu cepat, Kakek. Kami masih ingin mengejar banyak hal.”

Namun neneknya langsung menimpali, suaranya lembut namun tegas. “Taehyung, keluarga kita bergantung pada kalian. Tidak seharusnya kau mempertanyakan keputusan ini.”

Taehyung tampak tidak nyaman. Matanya menatap lurus ke depan, tangannya menggenggam kuat sendok yang ia pegang. Yerin bisa merasakan ketegangan yang meliputi pria di sampingnya.

Setelah jeda canggung, Yerin memberanikan diri untuk bertanya pada Taehyung, suaranya lirih. “Taehyung… Apa kau tidak keberatan dengan semua ini?”

Taehyung menoleh sekilas, ekspresinya datar. “Keberatan atau tidak, kurasa itu tidak penting.”

“Kalian berdua harus segera bersiap untuk acara besar ini. Kami ingin melihat kalian hidup bersama dengan harmonis, saling mendukung,” ujar ayah Taehyung, menyudahi diskusi dengan senyum yang dipaksakan.

Selesai makan, semua orang kembali bercakap-cakap seolah tidak ada ketegangan. Namun, Taehyung terlihat semakin gelisah. Yerin bisa melihat bagaimana pandangannya sering kosong, meski berusaha untuk bersikap normal.

Ketika akhirnya ada kesempatan untuk bicara berdua, Yerin memberanikan diri bertanya. “Taehyung… apa kau sungguh tidak menginginkan ini?”

Taehyung menatapnya, sedikit marah namun lebih pada dirinya sendiri. “Yerin, aku tidak tahu bagaimana caranya kau bisa bertahan berpura-pura di depan mereka. Tapi tolong, jangan paksa aku ikut terjebak dalam permainan ini.”

Yerin terdiam, hatinya teriris mendengar kalimat itu. “Jadi, menurutmu ini hanya permainan?”

“Apa lagi yang kau harapkan?” Taehyung mendesah berat, melirik Yerin dengan pandangan terluka.






tbc

AlteritéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang