Bab 16. KABAR

50 38 3
                                    

안녕하세요👋👋 Happy reading all!

16. KABAR

Berusaha nyembunyiin tangisan itu menyakitkan, Ra. Jadi nangis aja semau lo. Jangan malu nangis di depan gue. Nangis nggak bakal bikin lo jadi lemah, lo tetep kuat kok. Lo gadis hebat. Lo mampu bertahan sejauh ini tanpa kehadiran seorang mama.
—Aland Darret Ferguroz—
...

Tebakan Aland tak salah. Setelah otaknya berpikir keras memikirkan kemana Maggiera pergi. Satu tempat menjadi tujuannya. Dia pergi sendirian ke tempat itu dengan mengendarai mobil hitamnya.

Setibanya di tempat itu, kakinya melangkah pelan. Mencoba berjalan dalam sunyi. Sesungging senyum nampak di wajahnya saat melihat seorang gadis jongkok tak jauh di depannya.

"Ra?"

Aland berhenti persis di belakang punggung Maggiera. Gadis yang di panggil itupun menoleh. Terlihat bulir bening jatuh di pelupuk matanya. Tangannya masih menyentuh nisan putih milik mamanya. Ya, itu pemakaman. Lagi-lagi dua remaja itu bertemu di tempat pemakaman. Entah kenapa, makam menjadi sangat relevan dalam pertemuan-pertemuan mereka. Tapi kali ini, pertemuan itu bukan pertemuan tak di duga. Karena salah satu dari mereka sudah tahu pertemuan itu akan terjadi.

"Aland?"

Aland duduk jongkok tepat di samping Maggiera. Tangannya dengan lembut mengusap pipi gadis di depannya. Perlakuannya begitu manis hingga membuat gadis di depannya hanya membeku dengan di selingi sesenggukan kecil.

"Nangis lagi?"

Tangan kekar Aland masih setia mengusap-usap pipi Maggiera. Ia tersenyum singkat. "Nggak apa-apa nangis aja. Gue siap kok nungguin lo di sini sampe lo puas nangis."

Maggiera berusaha terlihat baik-baik saja. Ia mendorong tangan Aland, menjauhkan dari pipinya. "Ngapain di sini? Gue nggak apa-apa kok."

Terlihat jelas kalau gadis itu masih menahan tangis. Suaranya bergetar, matanya semakin memerah. Dia menangis lagi. Ya, dan satu lagi. Selain pemakaman, tangisan juga sangat relevan dalam kisah dua remaja ini.

"Gue tahu lo rapuh."

"Gue nggak apa-apa." Maggiera berdiri, lalu mengalihkan pandangan.

Aland ikut berdiri. Lalu tanpa di duga, ia mendekap erat tubuh kecil di depannya. Maggiera hanya membatu, tak tahu harus berbuat apa. Tetapi ia tak bisa menolak, ia merasa nyaman saat dekapan itu menerpa tubuhnya.

"Berusaha nyembunyiin tangisan itu menyakitkan, Ra. Jadi nangis aja semau lo. Jangan malu nangis di depan gue. Nangis nggak bakal bikin lo jadi lemah, lo tetep kuat kok. Lo gadis hebat. Lo mampu bertahan sejauh ini tanpa kehadiran seorang mama." Aland mengusap punggung Maggiera. "Dimata gue, lo itu gadis terhebat yang pernah gue kenal."

Maggiera memejamkan mata. Air mata terus membanjiri pipinya. Ia tak mampu menahan diri untuk terus menangis. Namun pelukan itu, entah mengapa mampu meredam segalanya meski hanya sejenak. Segala luka, segala sakitnya selama ini terasa sirna sesaat berkat dekapan hangat itu.

"Ra, lo boleh nangis sepuasnya buat saat ini. Tapi janji jangan nangis lagi setelah ini. Sekarang lo harus belajar menerima segalanya. Lo harus belajar mengikhlaskan mama lo meski itu berat. Jangan egois, ya, Ra. Kasian mama lo. Dia nggak bakal tenang di sana kalo putrinya kek gini."

"Gue nggak bisa janji."

"Nggak apa-apa, Ra. Gue bisa tunggu sampe lo bisa. Gue yakin lo bisa."

"Al, jangan lepasin dulu, ya." Maggiera bersuara. Tangannya mendekap erat punggung Aland.

MAGGIERA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang