PROLOG

790 198 75
                                    

안녕하세요👋👋

ini karya pertama aing yg real dari hasil pemikiran (si anj) sendiri. no plagiattt no tiru-tiru, jadi mohon jan menghujattsss

banyak adegan kekerasan, harap bijak membaca! PROSES REVISI! (hhe, cnda wak)

PROLOG

"Bantu aku tersenyum."
...

"Jangan nangis, Goblok!"

...

"Bagus, udah buta kan sekarang. Gak bisa lagi lo nulis novel."

...

"Sepertinya, akan banyak yang mati."

...

"Siap-siap mati, Sayang!"

...

"Sayang, lo masih bisa denger, kan?"

"Yaudah dengerin."

"Nanti, kalo udah nyampe akhirat, jangan lupa bilang makasih sama gue. Makasih karena gue udah selalu ada buat lo. Makasih karena gue udah mempercepat kematian lo. Dan... makasih karena gue udah ngelepasin semua rasa sakit lo."

"Intinya, jangan anggap gue iblis, tapi lihat gue sebagai Malaikat. Karena sekalipun sekarang gue malaikat maut yang diutus Tuhan, tapi lo harus inget, gue Malaikat yang selalu ada ketika lo sedih."

...

"Anak sialan!"

"Pembunuh!"

...

"Mati."

...

"Terimakasih dan maaf."

...

"Sampai ketemu di neraka, gadis bodoh."

***

Maggiera (fyi baca namanya Megira, ya), gadis yang saat ini tengah fokus menatap layar laptop di kamarnya seketika dibuat kesal oleh suara dering telepon dari ponselnya. Dia menolak panggilan tersebut berkali-kali, tapi berkali-kali juga dering telepon itu berbunyi nyaring. Maggiera mengembuskan nafas kasar, dengan kesal menerima panggilan telepon itu.

"Haii, Ra!"

Gadis dengan kaos oblong seadanya itu sontak menutup telinga, sedikit terkejut dengan suara cempreng seseorang di seberang sana. Hei, 'dia' bukan peserta yang gagal lolos audisi nyanyi, 'kan? Alangkah jelek suara teriakkan itu.

"Kenapa, sih? Masih pagi loh, gausah berisik!"

"Hehe, lo sibuk ga hari ini, Ra?" Kelly bertanya di ujung telepon dengan suara khasnya.

"Sibuk banget, Kell."

"Dih, sok sibuk."

Maggiera hanya menyengir sebagai balasan walaupun dia tahu Kelly tak bisa melihatnya.

"Temenin gue ke perpus deket mall aja, yuk! Gue mau cari bahan tulisan buat makalah IPS. Please, temenin, ya!"

"Nggak searching di internet aja? Capek loh nyari di perpustakaan, lo mesti keliling-keliling dulu baru ketemu, emang lo mau muter-muter di perpus kek setrikaan?"

"Nah! Itu dia maksud gue mau ajak lo! Tau kan lo?" Kelly terkekeh pelan.

Maggiera sedikit menjauhkan ponsel dari telinganya, menatap aneh pada layar ponsel. Jika sudah begini, dia tau persis maksud temannya, berteman sejak kecil dengan Kelly membuat Maggiera hapal betul dengan tabiat gadis tengil itu.

"Males banget. Gue lagi nulis, nanggung, bentar lagi bab terakhir."

"Heleh, bentar doang kok, janji deh gak lama." Kelly berusaha membujuk.

"GA."

Maggiera mematikan sambungan telepon lalu hendak duduk kembali di meja belajar dan melanjutkan tulisannya. Namun, tak sampai sedetik, ponselnya kembali berdering. Dia mendengus sebal saat melihat nama Kelly tertera di layar ponsel.

"Ra, please, nanti gu—"

"GA BISA KELLY!" Maggiera mendengus malas, kenapa Kelly begitu bebal?

"Nunggu gue selesai nulis kan bisa? Atau memang harus sekarang?" tanya Maggiera.

"HARUS POKOKNYA HARUS!"

Maggiera mencebik kesal.

"Plis ya, temenin sekarang."

"Nggak, bi-"

"Gue beliin album Enhypen!"

"Gas!"

"Dari tadi kek!"

"Hehe, gue siap-siap kalo gitu." Maggiera menutup panggilan telepon.

Maggiera ini tipe manusia pecinta cowok K-Pop. Lihat saja, di setiap dasar dinding kamarnya banyak sekali terpasang poster-poster serta polaroid grup K-Pop kesayangannya. Album sebenarnya sudah hampir lengkap, namun baru-baru ini, Enhypen baru saja rilis album terbaru, dan gadis itu belum sempat memesan. Tawaran dari Kelly itu tentu saja begitu menggiurkan.

Saat hendak menutup laptopnya, tanpa sengaja matanya menatap lama foto berbingkai di dinding. Di sana, terlihat jelas wajah-wajah bahagia kedua orang yang sangat spesial di hidupnya (dulu) dan wajah dirinya sendiri. Gadis itu tersenyum miris.

"Ikhlasin mama pergi, Ra. Cari bahagia lo sendiri, jangan peduli sama perlakuan papa."

Lima tahun setelah kepergian mamanya, hidup Maggiera berputar secara drastis. Bukan sekali dua kali dia mendapat pukulan, tamparan, bahkan berkali-kali dilarikan ke rumah sakit akibat perbuatan papanya sendiri. Genta benar-benar menjadi gila akibat depresi kehilangan istrinya.

Tak sekali dua kali juga Maggiera hendak mengakhiri hidupnya, tetapi agaknya, Tuhan tak mengizinkannya.

Jangan mati jika Tuhan belum memanggil. Lelah boleh, menyerah jangan.

***

-tbc-

diketik, 15 agustus 2024.

salam, andini istri jake💨

MAGGIERA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang