Suasana malam itu terasa tenang. Angin laut berembus pelan, menyentuh lembut wajah Aria saat dia dan Rizky duduk di kafe kecil di pinggir pantai. Lampu-lampu berwarna kuning temaram di kafe itu memberi kesan hangat, menciptakan atmosfer yang penuh keakraban dan ketenangan. Meski demikian, Aria tidak bisa mengusir perasaan ganjil yang terus menghantui pikirannya setiap kali dia bersama Rizky.
Rizky memang selalu tersenyum, namun di balik senyumannya yang tenang, Aria merasa ada sesuatu yang tersembunyi. Setiap kali tatapan mata mereka bertemu, ada kedalaman yang sulit dia pahami. Rizky seperti menyimpan cerita yang tak ingin ia bagi, seolah ada luka yang masih terpendam, terbungkus rapi di balik sikapnya yang lembut. Aria menyadari bahwa dirinya mulai merasakan keinginan untuk mengenal Rizky lebih dalam, untuk tahu siapa sosok yang selalu membuatnya merasa nyaman sekaligus penasaran.
Dia menatap ke laut, mencoba mengalihkan pikirannya sejenak. Namun, keheningan di antara mereka akhirnya membuat Aria merasa harus membuka percakapan. Mungkin, pikirnya, inilah saatnya untuk mencari tahu.
"Rizky..." panggil Aria pelan, suaranya terdengar sedikit ragu. Rizky menoleh, matanya menatap lembut ke arah Aria.
"Iya, Aria? Ada apa?" tanyanya sambil tersenyum. Tapi senyum itu, lagi-lagi, terasa mengandung sesuatu yang sulit dijelaskan.
Aria menarik napas dalam, mengumpulkan keberanian. "Aku penasaran... kenapa setiap kali kita duduk di sini, kamu selalu menatap laut dengan tatapan yang... dalam," ucapnya hati-hati. "Apa ada sesuatu yang spesial tentang laut ini bagimu?"
Rizky terdiam sejenak, matanya kembali menatap ke arah ombak yang bergulung pelan. Angin malam berembus, menerbangkan beberapa helai rambutnya yang jatuh di wajah. Aria melihat perubahan di wajahnya, dari senyum lembut menjadi ekspresi yang lebih serius dan penuh pemikiran.
"Aku memang punya kenangan yang kuat dengan laut ini," kata Rizky akhirnya, suaranya terdengar berat namun tenang. "Laut ini... pernah menjadi tempat di mana aku merasa paling hidup. Tapi di saat yang sama, laut ini juga mengingatkanku pada kehilangan."
Aria mendengarkan dengan seksama, merasa bahwa Rizky akhirnya membuka sedikit dari pintu hatinya. Dia merasa perlu memberikan dorongan kecil agar Rizky mau bercerita lebih banyak. "Kehilangan apa yang kamu maksud, Rizky?" tanyanya lembut, matanya tetap menatap Rizky dengan penuh perhatian.
Rizky terdiam, menundukkan kepala sambil memainkan cangkir kopi yang ada di depannya. Dia terlihat ragu, seolah sedang berperang dengan perasaan yang selama ini dia pendam. "Aku kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidupku, Aria," katanya akhirnya, suaranya bergetar sedikit. "Dan sejak saat itu, laut ini menjadi satu-satunya tempat di mana aku merasa dia masih ada di dekatku."
Kata-kata itu membuat Aria terdiam. Dia merasakan hatinya ikut bergetar, terpaut pada luka yang tersimpan di hati Rizky. Dia tak tahu bagaimana harus merespon, tetapi hatinya penuh dengan simpati dan keinginan untuk mendekat, untuk menawarkan pelukan hangat pada sosok yang telah mengisi hari-harinya belakangan ini. Meskipun mereka baru mengenal beberapa waktu, ada sesuatu yang membuat Aria merasa begitu terhubung dengan Rizky.
"Mungkin terdengar konyol, ya?" Rizky tersenyum kecil, meski Aria bisa melihat bahwa senyum itu adalah topeng untuk menyembunyikan luka di baliknya. "Mengingat seseorang dengan cara seperti ini. Tapi laut ini... ombaknya, anginnya... semua mengingatkanku padanya."
Aria menggeleng pelan. "Tidak, aku tidak berpikir itu konyol sama sekali, Rizky. Aku pikir... itu indah." Aria menatap laut sejenak, sebelum kembali menatap Rizky. "Aku hanya ingin kamu tahu bahwa kamu bisa berbagi cerita apa saja denganku, jika kamu merasa siap."
Rizky menatap Aria, dan untuk pertama kalinya, dia melihat sesuatu di mata pria itu yang belum pernah dia lihat sebelumnya. Sebuah kelembutan yang penuh dengan rasa syukur, seolah dia baru saja menemukan seseorang yang mau mengerti dirinya, tanpa syarat.
"Terima kasih, Aria. Aku... aku sangat menghargainya," jawab Rizky pelan.
Percakapan mereka terhenti sejenak, namun keheningan yang tercipta bukanlah keheningan yang canggung. Justru, keheningan itu terasa penuh makna, seolah kata-kata sudah tidak diperlukan lagi untuk saling memahami. Aria menyadari bahwa mungkin, dengan memahami luka di masa lalu Rizky, dia akan semakin mengerti siapa pria itu sebenarnya.
Namun, ada bagian dari dirinya yang juga ragu. Mengapa ada perasaan aneh di dalam hatinya, seolah Rizky bukan hanya kehilangan masa lalu, tapi juga seolah dia sedang berlari dari sesuatu? Pertanyaan itu terus menghantui Aria, membuatnya semakin ingin tahu tentang masa lalu pria di depannya.
Malam itu, ketika mereka meninggalkan kafe dan berjalan di sepanjang pantai, Aria merasa lebih dekat dengan Rizky daripada sebelumnya. Meski tak ada janji yang terucap, ada perasaan hangat yang menyelimuti mereka berdua. Seolah, tanpa kata-kata, mereka sama-sama tahu bahwa mereka adalah dua jiwa yang terluka, saling menemukan dalam kesunyian laut dan bintang-bintang.
Saat mereka sampai di depan pintu hotel tempat Aria menginap, Rizky berhenti sejenak dan menatap Aria. "Terima kasih untuk malam ini, Aria. Aku merasa lebih baik, bisa berbagi meskipun hanya sedikit."
Aria tersenyum, mengangguk. "Aku senang bisa mendengarkanmu, Rizky. Jangan pernah ragu untuk berbagi denganku lagi, kapanpun kamu siap."
Rizky membalas senyuman Aria, lalu pelan-pelan berbalik dan pergi. Aria menatap punggungnya yang semakin menjauh, merasa hatinya semakin terikat pada pria itu. Dalam hati, dia berdoa agar Rizky bisa membuka dirinya sepenuhnya suatu hari nanti, agar tidak ada lagi rahasia yang disembunyikan.
Ketika Aria kembali ke kamarnya, dia tak bisa tidur. Pikirannya penuh dengan bayangan Rizky, dengan tatapan matanya yang dalam, dengan luka yang tersirat di balik senyumannya. Dia merasakan sebuah dorongan kuat untuk berada di samping Rizky, untuk menjadi penenang dalam luka-lukanya, meski dia tahu mungkin ini bukan hal yang mudah.
Di malam yang sepi itu, Aria menatap bintang-bintang dari jendela kamarnya, dan dalam hatinya dia berjanji. Jika Rizky siap untuk berbagi sepenuhnya, dia akan ada di sana, untuk mendengarkan setiap kata, setiap cerita. Sebab, mungkin ini adalah salah satu caranya untuk memberikan makna pada hidupnya yang terasa singkat. Dengan menjadi pelipur lara bagi seseorang yang membutuhkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/382238997-288-k678785.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Hari Untuk Hidup
RomansaSetelah menerima diagnosis terminal yang mengejutkan, Aria, seorang wanita berusia 30 tahun, diberi waktu tiga hari untuk hidup. Menyadari bahwa waktu yang tersisa sangat sedikit, ia memutuskan untuk membuat daftar hal-hal yang ingin dilakukannya se...