Keesokan harinya, Aria tidak bisa mengusir bayang-bayang percakapan mereka semalam. Rasa penasaran akan masa lalu Rizky semakin kuat, terutama tentang siapa sosok yang telah pergi dari hidupnya. Dalam pikirannya, ada begitu banyak pertanyaan yang belum terjawab, tetapi ia tidak ingin memaksa Rizky untuk mengungkapkan segalanya. Aria tahu bahwa beberapa luka membutuhkan waktu untuk bisa dibagikan.
Namun, takdir terkadang memiliki caranya sendiri untuk menyingkap rahasia. Ketika Aria dan Rizky bertemu kembali di lobi hotel keesokan harinya, Rizky terlihat sedikit gugup. Aria menangkap tatapan cemas yang tersirat di matanya, tetapi sebelum dia sempat bertanya, Rizky segera tersenyum dan mengajaknya keluar.
"Hari ini aku ingin menunjukkan sesuatu padamu," kata Rizky sambil menuntunnya menuju sebuah mobil.
Aria mengangguk, mencoba menyembunyikan rasa penasarannya. Mereka berdua naik ke dalam mobil, dan tanpa banyak bicara, Rizky melajukan mobilnya menuju tempat yang cukup jauh dari kota. Perjalanan diiringi musik lembut yang mengalun di radio, menciptakan suasana hening namun damai. Selama perjalanan, Aria sesekali melirik Rizky yang tampak tenggelam dalam pikirannya. Meski begitu, ada ketenangan dalam dirinya yang membuat Aria merasa nyaman, meski mereka berdua larut dalam kesunyian.
Setelah hampir satu jam perjalanan, Rizky membawa Aria ke sebuah bukit yang menghadap ke laut. Di tempat ini, langit terlihat begitu luas, membentang tanpa batas, memberikan pemandangan yang luar biasa indah. Angin sepoi-sepoi bertiup, membawa aroma khas laut yang menenangkan. Mereka berjalan ke arah pohon besar di puncak bukit, di mana Rizky berhenti dan duduk di atas rerumputan. Aria mengikutinya, merasa ada sesuatu yang istimewa tentang tempat ini.
"Kau tahu, Aria," kata Rizky pelan, menatap jauh ke arah horizon, "tempat ini adalah tempat favoritku untuk menenangkan diri. Di sini, aku merasa semua beban yang aku pikul terasa lebih ringan."
Aria mendengarkan dengan seksama, menyadari betapa pentingnya momen ini bagi Rizky. Dia merasa bahwa mungkin Rizky akhirnya akan membuka sedikit dari rahasia yang selama ini ia pendam. "Apa yang membuatmu merasa damai di sini, Rizky?" tanyanya lembut.
Rizky terdiam sejenak, seolah mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya. "Di tempat ini... aku merasa dekat dengan seseorang yang dulu pernah menjadi bagian dari hidupku," katanya pelan. Suaranya terdengar rapuh, namun ada kejujuran yang tak bisa disembunyikan.
Aria menarik napas dalam, menahan emosinya. Dia tahu siapa yang dimaksud oleh Rizky. Meski belum pernah mendengar kisah lengkapnya, Aria bisa merasakan kepedihan yang tersirat dalam setiap kata yang diucapkan Rizky.
"Aku tidak ingin mengorek masa lalumu, Rizky. Tapi jika kamu merasa siap untuk bercerita, aku akan mendengarkan," kata Aria sambil tersenyum lembut.
Rizky menatapnya, matanya yang biasanya tenang kini tampak berkaca-kaca. "Terima kasih, Aria. Aku memang butuh seseorang untuk mendengarkan, meski sulit bagiku untuk mengingat kembali semua itu."
Rizky mulai bercerita, dan Aria mendengarkan dengan seksama. Dia menceritakan tentang wanita yang pernah ia cintai dengan sepenuh hati. Wanita itu adalah sosok yang membuatnya merasa hidup, yang memberinya alasan untuk menjalani setiap hari dengan penuh semangat. Namun, takdir berkata lain. Wanita itu pergi meninggalkannya, bukan karena keinginan, tapi karena penyakit yang merenggut nyawanya. Saat bercerita, Rizky terlihat begitu hancur, seolah kenangan itu adalah luka yang masih basah dan menyakitkan.
"Aku merasa hampa setelah kepergiannya," bisik Rizky, suaranya terdengar serak. "Setiap kali aku datang ke sini, aku merasa dia masih ada di sini, menemaniku. Ini adalah satu-satunya cara bagiku untuk merasa dekat dengannya."
Air mata Aria mulai mengalir, menyaksikan kepedihan Rizky. Dia tahu bahwa cinta yang seperti itu tidak akan pernah hilang, tidak peduli seberapa keras Rizky mencoba untuk melupakannya. Aria hanya bisa memegang tangan Rizky, menawarkan kehangatan dalam kesunyian.
Namun, di balik kesedihan yang Rizky bagi, ada sesuatu yang mulai tumbuh di dalam hati Aria. Perasaannya kepada Rizky semakin dalam, bukan hanya karena rasa simpati, tapi karena dia mulai melihat Rizky sebagai sosok yang rapuh, manusiawi, dan butuh dukungan. Aria merasakan keinginan kuat untuk selalu berada di sisinya, untuk membantunya menemukan kembali arti kebahagiaan meskipun luka itu mungkin tak pernah sepenuhnya sembuh.
Mereka duduk dalam keheningan di bukit itu, tangan mereka saling menggenggam. Tidak ada kata-kata yang terucap, namun hati mereka berkomunikasi dengan cara yang lebih dalam. Bagi Aria, momen ini adalah momen di mana dia benar-benar menyadari perasaannya terhadap Rizky. Dia ingin menjadi bagian dari hidup pria itu, meski dia tahu bahwa cinta pertamanya mungkin tak pernah benar-benar bisa tergantikan.
Ketika matahari mulai terbenam, mereka berdua berdiri dan bersiap untuk kembali ke kota. Dalam perjalanan pulang, Rizky tampak lebih tenang, seolah beban di pundaknya telah sedikit berkurang setelah berbagi kisah dengan Aria. Mereka saling tersenyum, dan untuk pertama kalinya, Aria merasakan ada harapan kecil dalam tatapan Rizky, sebuah harapan untuk menjalani hidup kembali.
Hi.. besok lanjut lagi yaa. Jangan ragu untuk memberi tahu saya apa yang kalian pikirkan! Kalau tidak, saya akan berpikir novel ini layak dapat piala Oscar dan itu bisa sangat berbahaya😁

KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Hari Untuk Hidup
Storie d'amoreSetelah menerima diagnosis terminal yang mengejutkan, Aria, seorang wanita berusia 30 tahun, diberi waktu tiga hari untuk hidup. Menyadari bahwa waktu yang tersisa sangat sedikit, ia memutuskan untuk membuat daftar hal-hal yang ingin dilakukannya se...