Giena
—
Perasaan Arin malam ini cukup kalang kabut. Bersama dengan tugas kelas Material Interior yang nyaris menumpuk. Matanya yang terbalut kacamata ber-frame kotak hitam, menoleh melihat jam dinding yang sahut menyahut tiap detik.
Sudah 2 jam lamanya dia berhadapan dengan tugas di penghujung semester ini, sudah selama itu juga dia dibuat gila. Rambutnya yang sudah terikat tak beraturan, tempat sampah yang dipenuhi tisu akibat pilek yang melanda, di tambah lagi komputer tablet yang dipenuhi pencarian acak untuk melancarkan pola berpikirnya.
Ting!
Gige
Party for tonightArin
B, your a*s!Gige
Ayolah, skip tugasArin
Dikumpul besok, GeGige
Gue udah ada di depan apart loDalam sekejap, Arin tersentak dan melihat ke jalan raya. View yang ditampakkan oleh lantai 7 itu adalah—seorang Giena yang sedang bersandar pada sebuah mobil Volkswagen keluaran lama berwarna silver seraya melambaikan tangannya. "Keburu hujan!" Serunya.
"Tapi gue belum—"
Giena acuh, lalu memasuki mobilnya usai mengibaskan rambut panjang sepunggungnya. Arin menghela nafas berat, lalu menoleh pada cermin. Dia hanya menyempatkan untuk rambutnya dirapikan, lalu mengganti luaran dengan baju yang cukup tebal.
Kalau saja Giena bukan teman baiknya, maka Arin akan lebih acuh lagi.
Arin lalu melangkah setelah membawa perangkat tablet, dan satu buku catatannya sebagai bekal pesta malam ini. Masa bodoh Giena akan protes dengan suara melengking, karena pesta tak akan menyelesaikan tugas Material Interior dalam sekejap.
Dengan bawaannya yang sangat memberatkan jiwanya, Arin masuk membuat Giena menyerukan ekspektasinya. "Lo mau party atau apa?!"
"Diam."
Giena menghela nafas kesal, berat hati menarik pacu kendaraannya menuju tujuan yang terletak tak begitu di kota. Gerimis menemani kedua gadis itu, dengan obrolan ringan yang mengarah pada kondisi Arin.
"Kenapa gak ke dokter?"
Arin menarik sehelas tisu dari atas dashboard. "Kartu asuransi dan blablabla gue gak tahu gue simpan di mana, alias gue lupa."
"Parah loh."
"Lusa nanti sembuh sendiri kok. But anyways—ini mau ke mana?"
"Rumah Vicky. Itu loh, Victoria yang ratu populernya angkatan kita di kampus. Dia undang gue buat parti mid-semester, alias random aja."
Arin yang sebenarnya gak terlalu peduli hanya sekadar mengiyakan, lalu melihat Giena memarkirkan mobilnya di depan sebuah kediaman yang cukup besar. "Rumahnya bagus."
"Iyalah, anak konglo. Ini tuh rumah pribadi dia alias gak ada tinggal sama orangtuanya."
Mulut Arin membentuk huruf O pertanda dirinya cukup terkesima, lalu menyusul Giena yang turun dari kendaraan, tak lupa dengan barang-barang bawaan.
Sebenarnya, Katarina bukanlah orang yang menyukai keramaan dan musik lantang seperti situasi saat ini. Tapi dia nyaman saja jika pergi bersama Giena, karena gadis itu adalah orang yang menjadi sandarannya selama di Edinburgh.
"Lo mau snack? Soda? Lo gak minum-minum, kan?"
"Iyalah." Jawab Arin pada Giena.
"Ya udah, tunggu gue di sini." Giena menunjuk sofa terpojok, yang jauh dari keramaian, namun dekat dari stop kontak. Arin senang, lantas mengeluarkan perangkat tabletnya untuk melanjutkan tugas yang masih menghantui.
Beberapa orang yang berlalu-lalang menatap Arin dalam tanda tanya, menerka apa gadis itu adalah salah satu operator pesta di sini. Well—di antara semua orang, dialah hanya mengenakan outer sweater, baggy jeans biru, dan sandal platform.
Persetan, tugas ini lebih penting dibanding party.
Tiba-tiba, tampak sepatu slip on berwarna abu-abu berhenti tepat di depan meja Arin. Dalam sekali lirik, Arin mengira itu Giena. Namun temannya itu tak suka menggunakan flip on. Arin kembali memastikan, kini dengan melihat orang itu sepenuhnya.
Dia Steve, melihatnya dalam kehampaan yang dalam. Steve seperti bertanya, apa yang Arin lakukan di rumah Vicky—alias Victoria—usai mengabaikan beberapa pesan singkat yang Steve kirimkan beberapa waktu terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
EDINBURGH
FanfictionPerihal kasih di antara Steve, Katarina, dan Kota Edinburgh. © 2024 PARK SUNGHOON & KARINA ー Alternative Universe