Me as Myself

5 0 0
                                    

Just what-so-ever part 2



Pulang dari party, Dave harus banyak mengantar teman teman kami yang ke mobil masing masing dan jelas dijemput sama keluarga atau supir. Kami berdua menunggu jemputan Bapak Didi, Dita geleng geleng kepala melihat Inggrid seperti ikut heboh membantu Dave dan Pandi mengurus teman kami. "Inggrid lagi berasa tuan rumah banget tu" Dita menyenggol lenganku, aku menengok ke arah Inggrid dan senyum tipis. "Vee, kamu pernah gak kepikiran dia lagi?", aku menoleh bertanya ke Dita, "dia? Hmmm, menurutku dia udah bahagia dan udah bertemu dengan gadis idamannya, buat apa aku pikirkan"; "kadang aku kagum sama kamu Vee, kamu tu Wanita paling kuat dan paling baik yang aku tau, bahkan saat ada yang menyakitimu, kamu cuma diem. Apa itu artinya kamu bego ya? Hahahahaha. Becanda becanda. Tapi beneran dah, kalau kamu udah move on, kenapa masih gak buka hati Vee?". "I don"t know, belum nemu yang pas aja kayaknya. Gimanapun juga setelah berkali kali gagal,, pasti lebih banyak lagi yang membuat kamu berpikir membuka hati, kamu dulu aja lama banget Nerima Demian. Kalau inget masa masa Demian jadi budak cinta, kadang kaget kaget sendiri.. yang jelas orang yang baru kenal Demian dan kamu bakal mikir kamu yang demen sama dia"; "mau komen tapi ya bener juga; pokoknya kamu harus inget terus kalau aku selalu on your side ya" Dita memelukku dari samping tersenyum lebar, aku balas dengan senyum lebar memeluk Dita balik.

besok paginya; 05.30 a.m

"Selamat pagi tuan putri mama sayang, karna ini hari libur.. temenin mama yoga yuk, baru kita ke jalan bareng", mama membuka gorden kamarku sambil duduk di kasur. "Ma, ini pasti masih jam 5, matahari aja belum mau bangun, ayam aja masih bobo ma. Apalagi Vee yang masih butuh tidur untuk pertumbuhan", aku duduk berusaha membuka mataku. "Sapa suruh kamu tadi malam balik kemalaman, kalau balik jam 9 kan udah 7 jam kamu tidur"; "ya ampun ma, mana ada anak muda jaman sekarang party pulang jam 9 malam, banci aja belum selesai make up tu" aku ketawa geleng kepala sama jawabanku sendiri. "Udah ayok bangun, kata orang jaman dulu bangun....." Suara mama menghilang sambil mama keluar dari kamarku siap siap untuk yoga. Kebiasaan tu mama, sambil ngomong udah pergi, jadi nebak nebak lanjutannya apa kan; untung aja mama sendiri. Aku bersiap siap untuk menemani mama yoga, itung itung quality time sama mama tercinta setelah 2 minggu ujian blok. Setelah yoga, kami jalan jalan ke resto keluarga kami, sebenarnya bukan punya keluargaku tapi saking seringnya kami kesitu, berasa pemilik sahamnya. Sambil makan dan cerita cerita, aku menyadari seperti ada yang melihatku terus menerus, tapi setiap aku menoleh mencari, aku gak melihat ada yang aneh. "Vee? Kamu mencari siapa?" Koko ku melihatku bertanya, mama dan papa jadi ikut melihatku. "Oh, gak.. cuma kayak ada yang melihat gitu, cuma gak tau siapa. Lanjut aja Vic ceritanya" aku angguk kepala ke adekku yang paling Kecil, dia cerita teman kelasnya yang sempat juara taekwondo se-kota. "Kalau ada yang ganggu kamu, bilang ya Vee" papa menantapku serius, "jangan diem aja kalau diganggu" Vander - koko ku yang pertama - menambahkan kata kata papa. Aku angguk-angguk kepala senyum; "Yes sir". Satu hari kami jalan jalan sampai akhirnya dirumah, aku lanjut mengerjakan tugasku yang perlu di revisi sebelum dikirim besok ke dokter sebagai hasil evaluasi ujian blok co-ass.

Banyak yang sering bertanya tanya, kenapa sih mau jadi dokter atau apa alasanmu mau jadi dokter, apa karna keluargamu ada yang dokter atau keluargamu memaksamu? Setiap ditanya, selalu aku jawab - karna aku mau melayani, atau aku mau membanggakan orang tua -, ya sebenarnya gak salah sih, papaku itu pengusaha dan mama sedari awal selalu menemani papa membangun usaha dari nol, papa mama bilang mau membuat hidup anak-anaknya bahagia dan gak perlu kawatir masalah uang. Koko-koko ku Vander dan Vendy memilih menjadi arsitek dan teknik sipil; Katanya mau membangun rumah sakit untuk aku, aku sebagai anak kedua memilih dokter; Vina adekku perempuan memutuskan menjadi dokter gigi dan Victor masih SMA, katanya dia mau ambil Bussiness aja setelah melihat aku dan Vina selalu bahas kasus yang membuat kepalanya ingin pecah. Setiap kali aku memikirkan alasan aku mengambil dokter, aku selalu membayangkan kasus kasus emergency, bagaimana hecticnya, perasaan urgent dan adrenalin yang membakar. Itu kemungkinan alasan utama dalam keputusanku menjadi dokter; dan Puji Tuhan sampai sekarang bukan cuma sekedar jadi mimpi tapi aku lagi menjalaninya; apalagi setelah ini aku akan ujian kompetensi dan melanjutkan internship, karena di negaraku untuk dokter dan dokter gigi itu wajib untuk mengikuti internship sebelum melanjutkan kerja ataupun sekolah spesialis.

POV Unknown:

" U need to stop this, dia gak akan balik sama kamu hanya karna dia single"; kata Rico sambil menepuk pundakku. Aku meminum wishkey sambil menatap dari jauh Wanita yang aku rindu dan sesali, Vee belum tau aku balik dari Aussie, sapa tau setelah ini dia mau balik bersamaku, aku hanya perlu menjaganya sampai waktu yang tepat.

Third Person POV:

Sambil tersenyum, laki-laki tersebut meminum wishkeynya sampai habis, meletakkan gelas kaca tersebut dengan penekanan ke meja dan meninggalkan ruangan untuk mengejar bapak-bapak yang menabrak Vee ditangga.

Penny For Your ThoughtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang