What a day part 2
"I told you, Kita harusnya gak masuk kedokteran Vee", Dita mengacak-acak rambutnya frustasi; "Mana nih anak anak, bukannya datang tepat waktu malah molor, kita mau Ujian kompetensi 2 minggu lagi, 2 MINGGU LAGI VEE". Aku menutup telingaku saat Dita teriak, " i know i know Dit, anak anak juga bakal datang, kita yang kecepetan nih. Janjian jam 9 kamu udah dicafe dari jam 8, siapa suruh" sambil membuka buku catatan dan laptop untuk mendengarkan salah satu materi. Dita menghela nafas dan menunduk sambil memijat lehernya, kemudian mendongak dengan helaan nafas yang lebih dramatis. "Hai gais, udah berapa persen stress kalian?" Dave memelukku dari belakang dan Dita sebelum duduk didepan kami berdua. " aku udah 122%, kalau Vee kayaknya baru 10% ni anak, kan otaknya encer"; "elo pikir air, pakai istilah encer segala" aku melirik ke Dita tanpa mengangkat kepalaku dari buku. "Kalau gak tengkar bukan VeeDita namanya" aku dengar suara Kairos dibelakangku, "kalau terpisah kayak meriang kalau ketemu gak bisa damai" lanjut Elnos yang berjalan menuju kursi disamping Dave. "Lagian kita mau Ujian, bukannya belajar elo malah main salon" Tirani nimbrung sambil ketawa geleng kepala liat Dita mengacak rambutnya berkali-kali, dan duduk disebelah Dita. "HAHAHAHA, lucuhhh (nada sarkastik).....Karna Hari ini harusnya kita healing, ini weekend. Bukan malah belajar. Gue udah siap jalan jalan bareng kalian abis ini." Dita menjawab dengan dramatis dan air mata palsunya. Tapi aku setuju, karna ujian kompetensi semakin dekat, kami memutuskan untuk berkumpul untuk membahas materi dan menyamakan persepsi, karna katanya hasil ujiannya kalaupun kurang tepat selama ada yang serupa dan serentak atau bahkan 1 angkatan jawabannya sama; akan dianggap benar.
Like they say; If everyone decides to lie, that lie becomes the truth.
"Halo? Kenapa der? Elo sama Gina kemana?" Suara Dave membuatku melepas pandangan dari buku. "Ngapain elo ke perusahaan orang weekend gini?" Dave terdiam menunggu jawaban Rander teman kami. Pantesan kayak ada yang kurang, ternyata Rander dan Gina gak ada. "Elo butuh bantuan apa, apa kita nyusul kesana?", Dita menoleh menatapku bertanya, aku hanya bisa mengangkat kedua bahu ku menjawab Dita."Gina gimana?", Dave mendadak lebih serius lagi. "Hah? Terus Elo mau maju berdua menghadap? Apa mending gak bareng pengacara aja?" Kairos melebarkan mata terkaget mendengar kata pengacara muncul. "Ya udah, elo kabarin kita ya updatenya, just one call away. Jangan semua Elo embat berdua. Okay?" Dave menutup telponnya, bahkan sebelum Dave menaroh hp nya. Tirani langsung memukul meja sambil menatap Dave bertanya tanya. "Kata Rander, Gina sempat dilecehkan waktu party 2 Hari yang lalu di Cafeku. Nah yang bermasalah mau bertanggungjawab, dan hari ini mereka berdua berniat meminta buktinya ke perusahaan tempat orang tersebut kerja. Tapi Gina juga gak mau cerita lebih ke Rander, jadi Rander bilang standby aja in case ada problem yang mereka berdua gak bisa handle. Dan Gina minta tolong jangan bawa orang tua dulu, kalau bisa diselesaikan secepatnya aja" Dave menjelaskan dengan tenang. "Ginanya gimana?" Dita bertanya kawatir. "Ginanya untungnya aman, gak ada luka dan Sebelum dilecehkan ada yang bantu dia.", Elnos bernafas lega, "Makanya pantesan ditengah acara kok Gina gak ada, aku pikir dia balik duluan karena kecapekan". Kami terdiam sejenak sambil menatap kosong, seketika aku merasakan ada perasaan gak enak. Apa ini ada hubungannya dengan perasaan akhir akhir ini aku selalu merasa ada yang mengawasiku? Aku menoleh kanan dan kiri beberapa kali, tapi tidak terlihat hal yang aneh. Mungkin cuma perasaanku.
"Apa kita menyusul aja kesana Gais? Dave?" Dita membuka suara, Tirani mulai merapikan barang barangnya, Kairos mulai meutup laptopnya. "Gais, kata Rander mending tunggu kabar aja, kan gak sopan juga kita main labrak apalagi itu perusahaan gak kecil, ada apa apa kita yang malah kena imbasnya. Gak lucu kita masuk koran karna melabrak perusahaan yang jelas jelas mau bertanggungjawab". Elnos angguk angguk dengan wajah serius, "menurut elo gimana Vee?" Dita menoleh berharap menatapku, aku memandang mereka satu persatu dengan tatapan kosong, "Vee, masih sadar kan?" Dita memegang bahu kanan kiriku. "Coba Dave kontak Rander lagi, ini udah 1 jam juga" kataku, semua langsung menatap Dave dengan serius. Dave mengangguk sambil membuka hpnya, "halo Der, gimana jadinya?", Dave menatapku dengan serius. "Jadinya ini kita nyusul aja kah? Gina gimana?". Aku melihat dari ekor mataku semua mulai merapikan meja dan menghabiskan snack yang kami beli. "Ohh, ya udah kita kesana aja ya, see u in 10 minutes Der, just be careful ya". "So?????" Tirani bersuara. "Kita nyusul ke apart Gina aja, katanya mereka lagi perjalanan balik. Kita bahas bareng aja disana sekalian. Gina nya juga aman kok. Yuk".
Untungnya Dave bawa mobil dan lebih untung lagi aku dan DIta gak bawa kendaraan. "Rander itu makin lama makin deket sama Gina, sejak kita kumpul bulan lalu mereka sering jalan berdua setauku" kata Tirani cerita selama perjalanan. "untung deh dalam keadaan seperti ini Rander tetap mau menemani Gina, apalagi ini hal pelecehan" Dita menyahut. Dave yang menyetir dan aku yang di kursi penumpang hanya bisa terdiam mendengarkan permbincangan Dita dan Tirani. "Inggrid ada ganggu kamu kah Dave?" Aku bersuara pelan biar hanya dave yang mendengar, Dave menolehku sekilas sebelum menggelengkan kepala. "Aku sudah berusaha menejelaskan, semoga ini yang terakhir. Inggrid itu perempuan baik dan ya okay, tapi aku lagi mau fokus Ukmp dulu" jawab dave sambil fokus menyetir, "terakhir aku dengar kata kata ini, gak sampai 1 minggu ada yang udah pacaran sama cewek lain" aku menjawab sambil tersenyum tipis. "Jangan samakan aku dengan mantanmu yang gak tau diri itu, tapi kalau ditengah jalan mengejar mimpiku, kalau ada wanita yang tepat mungkin aja sih akan berubah pandanganku" tambah Dave bersuara pelan. Aku hanya mengangguk pelan berusaha memahami perbincangan Dita dan Tirani di kursi penumpang belakang.
"Jadi gimana Gin? Dapat ganti rugi atau apa?" Tirani dengan semangat bertanya, "katanya CEO perusahaan itu Sudah ambil tindakan secara internal untuk Bapak itu, dan karena belum melakukan, bapaknya tidak diberhentikan. Tapi dari perusahaan memberikan hak kepadaku untuk memutuskan ingin dibawa ke hukum atau secara damai; secara damainya akan diganti rugikan dengan uang luamayan gede dan juga biaya pengobatan fisik maupun mental hingga tuntas" jawab Gina sambil menatap kami dengan sayu. "Elo pilih yang mana Gin?" Tanya Dita, aku melihat Gina memandang Rander sekilas sebelum menggelengkan kepalanya." Aku dikasih waktu 3 hari untuk memikirkan terlebih dahulu" jawab Gina sambil menghela nafas panjang. Kami semua saling diam terpaku memahmi keadaan Gina dan memikirkan saran yang terbaik. Kalau aku diposisi Gina akankah aku akan memilih sendiri? "Orang tuamu berhak tau Gin" jawabku pelan sambil menyentuh tangan Gina yang menggenggam erat selimut dipahanya. Aku terkaget karna tangan Gina yang dingin. Gina terlihat kaget entah karena tindakanku atau karena jawabanku. "Mereka berhak tau, aku gak berusaha mendahului, tapi mereka berhak tau. Setidaknya kamu gak harus memikirkan ini sendirian. Jelaskan perlahan kepada mereka bahkan kalau perlu ajak kami Atau salah satu aja sebagai support systemmu. Kami mau bantu Gin asalkan kamu ijinkan kami" jelasku sambil tersenyum menatap Gina yang mulai berlinang air mata. Aku melihat Tirani mulai memeluk Gina dan Rander yang menyentuh pundak kanan Gina pelan; yang lain terlihat serius memandang Gina yang mulai menangis.
What a day really..
Alex POV:
"Semakin kamu pikirkan, semakin gak akan ada solusinya nak" aku terkejut mendengar suara papaku dari pintu depan mengagetkanku. "Pa, tumben papa kesini weekend." Sambil menjemput papa dan berjalan menuju sofa ditengah ruangan. Papa memegang pahaku lembut sambil tersenyum menantapku, "papa dengar dari Xander, gimana jadinya?", aku menghela nafas sebelum menjawab, "bapak Wicaksono ini bukan Hanya mabuk tapi bahkan hampir melecehkan perempuan yang bisa dibilang seusia anaknya. Untungnya Xander dan Landon berhasil mencegah. Untuk secara internal Bapak Wicaksono akan diturunkan secara jabatan, gaji dan bahkan mendapat suspensi selama 1 bulan tanpa gaji. Tapi secara hukum aku serahkan kepada perempuan tersebut. Menurut Alex itu keputusan paling adil dan juga paling aman bagi perusahaan. Jelas baik Bapak Wicaksono maupun saksi dan korban akan menandatangani NDA baik secara damai maupun secara hukum." Aku terdiam sejenak menatap papa, "Perusahaan ini sedang memerlukan banyak renovasi dan revisi; kita tidak perlu menambahkan dengan masalah yang tidak perlu." Sambil memandang papa serius. "Alex, apa yang kamu lakukan, papa percaya. Papa memberikan Alex kepercayaan ini karna papa liat gimana kamu benar benar bertanggung jawab dan juga jujur dengan pekerjaanmu. Terimakasih udah mau menjaga perusahaan yang papa bangun ini" sambil menepuk pahaku papa tersenyum; aku tersenyum balik sebagai balasan.
I hope so pa, I hope so
Vee - 23 y.o
KAMU SEDANG MEMBACA
Penny For Your Thought
Novela JuvenilPernah gak sih kepikiran, waktu kecil suka banget mengkhayal jadi orang dewasa dan punya hak untuk bisa menyampaikan isi hatimu. Tapi semakin dewasa dan semakin kamu mengejar mimpimu, kamu baru sadar ternyata jadi orang dewasa gak semudah itu. Kalau...