"kayaknya gw udah enakan, gw harus belajar supaya ga dimarahin ayah lagi" gumamnya kemudian duduk di meja belajar miliknya.
"harus semangat biar bisa kayak abang Khaisya!"
....
2 jam kemudian, di pukul 00.00 wib.
"gw udah cape, tapi materinya masih banyak yang belum kebaca"
Khaifan merasakan ada sesuatu yang berbau anyir mengalir dari hidungnya.
"mimisan! aduh.." Khaifan langsung berlari kecil ke arah nakas yang berada di sebelah kasurnya untuk mengambil tissue.
Khaifan langsung mengusap darah yang terus mengalir dari hidungnya.
Sudah 1 menit berlalu, namun darah tersebut masih belum berhenti, Khaifan juga sudah mulai merasakan rasa pening di kepalanya.
"gak bisa.., kayaknya gw harus minta tolong" gumamnya lirih kemudian meraih ponselnya.
"ketikan lo sakit banget bg, gw senyusahin itu ya?"
Khaifan kembali menaruh ponselnya, satu tangannya masih mengusap darah yang mengalir itu dan sesekali memijat pangkal hidungnya karna rasa pening yang menyerang.Disisi lain ada Xavier yang sedang panik berlari keluar rumahnya.
"eh Vi, mau kemana jam segini, muka juga kenapa panik gitu?" tanya papa yang ada diruang santai bersama dengan mamanya.
"pah, mah, Xavier izin ya kerumah Khaifan"
"kenapa? udah malem gini emang Khaifan kenapa?" tanya mama.
"tadi dia ngadu lagi mimisan, badannya juga katanya lemes"
"yaallah, emang keluarganya kemana Vi?"
"mama lupa gimana keluarga Khaifan memerlukan dia?"
"astagfirullah, yaudah sana cepet bantuin dia, kasian"
"iya makanya, yaudah aku pergi dulu, aku gabisa lama lama ini. assalamualaikum"
"waalaikumsalam"
"kalau begitu perilaku keluarganya ke dia kasian Khaifannya pah" ucap mama pada sang suami.
"iya mau gimana mah, udah takdirnya"
"kalau gitu caranya mending Khaifan kita adopsi aja pah, daripada sama mereka"
"papa juga maunya gitu mah, cuman ya, gimana"
"makanya. kalau begitu udah keterlaluan mereka pah masa anak sakit ga mau di tolong sih minimal bantu gitu loh"
"iya, kita doain aja semoga Khaifan gapapa"
"amin"
"amin"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sesampainya Xavier di kediaman Cakradinata, ia langsung mengetuk pintu rumah mewah bercat putih itu.
"eh den Rafi eh nafi eh"
"Xavier bii, udah lupa aja"
"ah iya den Xavier, ada apa den malem malem kesini"
"Khaifan di kamarnya kan bi?"
"iya daritadi den Khaifan ga ada keluar kamar"
"oh yaudah, Xavier ke kamar Khaifan dulu ya bi"
"tidak!" ucap Cakra yang entah kapan sudah berada disana.
"ini sudah malam, lebih baik kamu pulang"
"ta-"
"pulang, saya tidak mengizinkan anak saya keluar tengah malam begini"
"gak kelu-"
"pula-"
"om Khaifan lagi mimisan di kamar! Khaifan minta tolong sama aku dia lemes katanya! kenapa sih om ga nolongin dia?"
"cuman mimisan, dia bisa sendiri, tidak usah berlebihan"
"gausah berlebihan gimana sih om maksudnya?! om ga khawatir gitu sama anak sendiri? aku aja yang cuma sahabatnya khawatir, sedangkan om ayahnya sendiri?"
"udah ah om, izinin aku masuk" ucap Xavier yang langsung melenggang pergi, diikuti oleh Cakra.
Cklek
"Fan! yaallah" kaget Xavier yang melihat sahabatnya sudah tergeletak dilantai dengan memejamkan matanya dan hidungnya yang masih mengeluarkan darah.
Xavier menatap Cakra yang berdiri di depan pintu dengan nyalang.
"puas kan om?!" kesalnya.
Cakra langsung menggendong Khaifan ala koala style.
"kita ke rumah sakit" ucap Cakra pada Xavier, dan langsung keluar dari kamar Khaifan.
"gila ya tu pak tua! udah pingsan begini baru khawatir" batin Xavier yang geram melihat sifat ayah sahabatnya itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
...........................
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
antara khaifan dan luka
Ficção Adolescentega pke desk, langsung baca aja ya guyss!