Kemelut Di Karang Kencono
Semilir angin malam ditemani selimut kabut menghembuskan udara dingin yang rapat menusuk tulang, malam sedingin itu membuat sebagian besar penduduk wilayah Karang Kencono telah tertidur lelap. Namun dinginnya angin malam tak menghentikan seorang wanita cantik membuka pakaian berwarna putih yang ia kenakan. Rambut yang awal mulanya digulung dengan tusuk konde, kini dilepas hingga terurai. Rambut hitam panjang yang kontras dengan warna kulit putih yang ia miliki membuat kecantikan Aruni Kinastri kian menjadi-jadi. Ia sedang mengganti pakaian yang ia kenakan dengan pakaian yang lebih santai dan nyaman karena sebentar lagi sudah masuk ke waktu istirahat malam.
Tanpa sepengetahuan wanita berparas bidadari itu, seseorang dengan mata jalang tak berkedip mengintip kemolekan tubuhnya yang dipaparkan begitu menggairahkan, membuat sang pria pengintip berulang kali menelan ludah dan menahan napas dengan mata nanar.
"Wah... wah... wah... pantas saja Suro Waranggono sampai mabuk kepayang kepada wanita ini. Tidak kusangka kalau Aruni Kinastri benar-benar mempesona," gumamnya dengan gairah meletup-letup. Berulang kali ia menyentuh kemaluannya sendiri di balik celana, karena tidak tahan menyaksikan kemolekan perempuan berparas indah di depannya. "Andai saja Suro Waranggono mau berbagi yang seperti ini, kami semua pasti akan bahagia dan lebih tulus membantu."
Cukup lama rasanya pria itu mengintip kemolekan Aruni, sampai akhirnya ia pun tidak tahan dan mengeluarkan batang kejantanannya untuk digoyangkan dalam genggaman. Merem-melek pria itu membayangkan dirinya memeluk tubuh indah yang ada di hadapannya.
Saat asyik mengintip dan menikmati tubuh mulus dan mempesona milik Aruni Kinastri dengan kedua matanya dan memainkan batang kejantanannya, kaki pria kurang ajar itu rupanya tak mampu menahan getaran birahi dan tanpa sengaja menginjak kayu kering yang justru membuatnya terjatuh.
Krak! Gedubrak!
Suara gaduh di luar membuat Aruni Kinastri yang tengah berganti pakaian tersentak kaget dan segera waspada. Ia buru-buru mengenakan pakaiannya. Mata indah wanita jelita itu memandang lekat ke dinding bilik rumah sembari memasang pendengaran setajam mungkin. Ia bukan wanita yang biasa-biasa saja, sehingga ia pun menyadari ada sesuatu yang tidak pada tempatnya.
"Hm, kurang ajar!" rutuk hari Aruni setelah menyadari kalau sejak tadi ada seseorang yang mengintipnya. Mata wanita itu kini memandang tajam dan tanpa banyak bicara tangannya segera dikibaskan ke arah dinding rumah tempat sosok itu berada. "Rasakan ini! Heaaaa....!"
Wuut!
Desiran angin tajam menyertai puluhan jarum kecil yang menerobos dinding anyaman bambu. Lelaki hidung belang yang sedari tadi mengintip tentu saja tak mampu mengelak dari terjangan senjata rahasia yang dilepas oleh Aruni Kinastri.
Jlep! Jlep! Jlep...!
"Argh....!"
Jeritan lelaki naas itu tidak hanya mengejutkan Saka Wira Watu Lanang yang tengah menunggu istrinya di luar kamar, melainkan juga membuat terkejut beberapa pengintai lain yang tengah bersembunyi mengitari rumah tersebut.
Menyadari ada yang tidak beres, Saka Wira segera bangkit dari duduknya dan bersikap siaga, "Ada apa ini?" batinnya dalam hati. Sang pendekar muda dari Perguruan Sewu Angin itu melangkah ke arah pintu kamar di mana istrinya tengah mengganti pakaian.
"Diajeng Aruni Kinastri? Ada apa gerangan? Aku mendengar ada jeritan di luar?" tanya Saka Wira saat ia sampai di ambang pintu kamar.
"Mereka telah datang, Kakang." Sahut Aruni Kinastri dengan suara geram.
"Maksudmu, Diajeng?"
"Antek-antek dari si pengkhianat Suro Waranggono sudah datang." Desis Aruni Kinastri penuh kebencian terhadap orang yang disebut namanya. Aruni Kinastri keluar dari ruangan dan menemui suaminya secara langsung dengan wajah diselimuti kemarahan.
"Luar biasa, apakah Suro Waranggono masih juga belum kapok," gerutu Saka Wira sembari menggelengkan kepala. Setelah menghela napas panjang, pria berjuluk Pendekar Golok Angin itu kembali berkata, "Kalau tahu dia tidak akan jera seperti sekarang ini, dulu dia tidak akan aku ampuni!"
Kedua suami istri itu terdiam, saling pandang dengan dengusan nafas yang memburu, terlebih Aruni Kinastri yang merasa telah diperlakukan tidak senonoh oleh anak buah Suro Waranggono yang lancang telah mengintipnya tadi. Pria yang disebut dengan nama Suro Waranggono memang amat mereka kenal dan sebenarnya pernah menjadi kakak seperguruan Saka Wira dan Aruni Kinastri sebelum beralih ke golongan hitam.
"Kali ini tidak akan aku biarkan bedebah pengkhianat itu hidup, Kakang!" dengus Aruni Kinastri dengan sengit. Ia menyambar pedangnya yang dinamakan Pedang Angin.
Pedang sakti milik Aruni Kinastri memiliki warna rupa yang sama dengan golok yang disarungkan di punggung Saka Wira. Keduanya bagaikan senjata kembar. Sepasang pendekar ini memang telah dikenal sebagai pasangan pendekar yang sakti di rimba persilatan, mereka berdua berjuluk Pendekar Golok Angin dan Pendekar Pedang Angin, atau sering disebut juga Sepasang Pendekar Angin Sakti. Keduanya telah sejak lama bertualang dan selalu menggunakan senjatanya untuk membela kebenaran dan keadilan. Jangankan berhadapan dengan kedua orang ini bersama-sama, untuk menghadapi salah satu dari mereka saja, orang akan berpikir ratusan kali.
Aruni Kinastri menyelipkan pedangnya ke sarung yang ada di pinggang, kemudian dengan wajah penuh kemarahan melangkah meninggalkan rumah tempat mereka beristirahat. Hal ini tentu membuat Saka Wira terkejut, ia tidak menduga Aruni akan sedemikian berangnya. Mau tidak mau, pendekar berparas tampan itu menyusul istrinya melangkah ke luar.
Saka Wira menjajari sang istri dan berusaha menenangkannya, "Sabar Diajeng. Biar aku saja yang menghadapi mereka, ingat ada anak kita di dalam rumah. Sebaiknya kau bawa dia pergi dulu, aku akan menyusulmu." Bisik Saka Wira, ia tahu pasti watak sang istri, terlebih pada Suro Waranggono yang teramat dibenci.
"Tidak, Kakang! Dia harus kuhajar! Berulang kali kita coba menyadarkannya, berulang kali pula kita ampuni, tetapi tetap saja dia berulah kurang ajar. Itu sama saja mencari penyakit!" dengus Aruni Kinastri dengan sengit.
Saka Wira menghela nafas pelan. Ia sadar betul kebencian sang istri. Suro Waranggono selalu mengincar mereka berdua karena pria brutal itu sangat mencintai istrinya. Tidak jera-jeranya Suro Waranggono berusaha untuk mendapatkan Aruni Kinastri. Dulu saat mereka bertiga masih berada di Perguruan Sewu Angin, Suro Waranggono malah nekat hendak menculik Aruni Kinastri. Beruntung sekali kakak seperguruan mereka kemudian menolongnya. Bahkan setelah Bawana dan Aruni menikah, Suro Waranggono tidak juga mau memahami posisi Saka Wira sebagai suami Aruni Kinastri.
Berulang kali Suro Waranggono diberi pelajaran oleh Bawana dan Aruni, tapi tetap saja hingga saat ini orang itu tidak mau mengalah begitu saja. Pada pertemuan terakhir mereka, Bawana bisa saja menghabisi nyawa Suro Waranggono. Namun mengingat ia masih adik seperguruan dari Suro Waranggono, maka Bawana berusaha menghargai dan memaafkan Suro Waranggono. Sekarang, masih bisakah ia memaafkan tindakan pria itu sekali lagi?
Sepasang Pendekar Angin Sakti melangkah keluar dengan mantap, sorot mata mereka tajam, mengamati suasana di luar yang masih gelap. Mereka memasang seluruh indera, supaya gerak sekecil apapun tidak lolos dari pengamatan mereka. Memang sukar sekali menelaah sekeliling dalam kondisi gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tembang Sukma Kala
ActionTanpa sepengetahuan wanita berparas bidadari itu, seseorang dengan mata jalang tak berkedip mengintip kemolekan tubuhnya yang dipaparkan begitu menggairahkan, membuat sang pria pengintip berulang kali menelan ludah dan menahan napas dengan mata nana...