20. Kebun Raya

1 1 0
                                        

Seperti perjanjian dengan Anaya, Outlender putih Bu Karin melimpir ke Kebun Raya Bogor. Membutuhkan waktu sembilan hingga lima belas menit untuk sampai ke tempat wisata tersebut. Dengan aku berada diposisi depan seperti kedatangan, lalu ditambah keberadaan Sam dibangku belakang yang tidak bisa dibuat tidur lagi oleh Anaya.

Oh iya, Pak Harun juga ikut masuk. Meskipun awalnya menolak, tetapi karena paksaan Bu Karin akhirnya bapak kepala botak tersebut mau tidak mau menurutinya.

Kebun Raya Bogor dengan keindahan alamnya yang memanjakan mata, sudah dipenuhi manusia. Meskipun kini terik matahari berada tepat diatas kepala, namun sinarnya tidak membakar kulit. Justru hawa dingin yang menemani kita saat ini.

Pukul dua belas kurang kami memasuki area kebun raya bogor. Outlander Bu Karin hanya bisa masuk sampai tempat parkir. Tidak bisa memasuki kawasan tempat wisata ini seperti beberapa tahun sebelumnya, karena terbentuknya peraturan baru.

Sebelum mulai berkeliling, kami memutuskan untuk membeli makanan terlebih dahulu. Jam makan siang sudah tiba, dan kami memilih salah satu tempat dikedai makanan dekat area mewarnai. Kami membeli beberapa makanan mengenyangkan seperti fried chicken, sosis bakar, juga minuman. Tidak lupa Sam dengan jus tomatnya.

"Anaya mau melukis."

Anak itu terus saja memerhatikan area mewarnai yang kini dipenuhi oleh pengunjung seusianya.

"Makan dulu makanan kamu."

"Kakak nanti kita melukis, ya." Ucapnya lagi, dengan wajah memelas.

"Iya nanti sama Ibu." Sahut Bu Karin membalas Anaya.

"Yey! Makasih Ibu."

Aku hanya bisa menatapnya dalam diam. Anaya, kamu pasti lupa dengan janji kamu pada Ibu. Bahwa kamu tidak boleh meminta macam-macam saat disini. Apalagi dengan Bu Karin.

"Maaf ya bu kalo Naya ngerepotin."

"Ish. Ngerepotin apa? Orang kita kesini juga mau bermain ya, Nay."

Anaya mengangguk setuju. Wajahnya yang menjengkelkan menatapku dengan mengejek. Dasar. Nanti kakak bilang Ibu baru tahu rasa kamu.

Makan siang kami ditutup dengan pesanan es krim. Lalu aku memilih rasa strawberry. Selanjutnya kami bergerak menyewa mobil golf, untuk berkeliling mengitari area ini. Dengan Pak Harun sebagai supir, perjalanan kami dimulai lagi.

•><><><•

Sudah aku duga! Aku sudah menduganya semenjak Sam menghentikan perjalanan kami dengan tiba-tiba. Ia pasti akan berpindah tempat. Melihat kursi disisiku kosong, ia tidak akan tinggal diam. Membuat aku menjadi tidak bisa bergerak bebas seperti ini.

Kursi mobil golf sewaan ini menyatu satu sama lain, membuat tubuh kami mau tidak mau juga saling berdekatan. Bahkan bahunya yang terlihat sangat lebar itu hampir menyentuh bahuku kalau saja aku tidak duduk begitu pinggir.

"Kamu bisa bergeser kalo sempit."

Huh! Apakah dikepalaku terdapat tulisan bahwa aku seperti terjepit saat ini? Mengapa Sam sampai tahu?

"Gak. Kursiku masih lega."

Bohong. Pahaku saja sampai tergencet begini dengan pembatas. Namun aku tidak bisa bergeser lagi. Mobil golf ini sangat terbatas. Meski terpaksa, aku tidak mau menempelkan bahuku dengan bahu Sam.

"Kalo turun nanti paha kamu kram, aku gak mau tanggung jawab."

Sam mengucap itu sambil menarik lenganku mendekat. Aku sangat terkejut. Hendak menghempaskannya namun teringat bahwa ada Bu Karin didepan kursiku.

Payung TeduhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang