Bagian Ketiga

20 19 0
                                    

Pintu kecil di ujung lorong tampak begitu sederhana, namun keheningan di sekitar mereka memberi kesan bahwa itu adalah gerbang menuju sesuatu yang jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan. Wonyoung, Sunghoon, Taesan, dan Jiwon berhenti di hadapannya, saling menatap sejenak, mengumpulkan keberanian sebelum membuka pintu itu.

Wonyoung meraih gagang pintu dan dengan hati-hati mendorongnya. Pintu itu terbuka dengan suara berderit yang memecah keheningan. Di balik pintu, mereka mendapati sebuah ruangan yang lebih besar dari yang mereka kira, gelap dan hanya diterangi oleh lampu-lampu redup yang terpasang di sepanjang dinding. Namun, yang paling mencolok adalah sebuah meja besar di tengah ruangan, lengkap dengan beberapa kursi dan monitor yang menampilkan berbagai gambar yang tidak mereka mengerti.

Namun, sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, sebuah suara keras terdengar di belakang mereka.

“Jadi kalian akhirnya datang juga,” suara itu datang dari arah pintu, dan ketika mereka menoleh, dua sosok baru muncul di ambang pintu—seorang pria tinggi dengan tatapan tajam, Jeno, dan seorang gadis dengan aura misterius yang menenangkan, Karina.

“Jeno? Karina?” Wonyoung terkejut. “Kalian... bagaimana kalian bisa ada di sini?”

Jeno mengangkat bahunya dengan santai, matanya menyapu ruangan. “Kebetulan. Kami juga terjebak dalam permainan ini.” Ia tersenyum tipis, walau tatapannya tetap tajam dan penuh kewaspadaan. Karina yang berdiri di sampingnya hanya mengangguk pelan, matanya mengamati mereka semua dengan cermat.

“Apa yang terjadi? Mengapa kita semua ada di sini?” tanya Karina, suaranya lembut namun penuh ketegasan.

Taesan mendengus, berjalan mendekati meja besar itu. “Sepertinya kita tidak punya pilihan selain berhadapan dengan semua ini. Kami baru saja diberitahu kalau ini adalah ujian pertama.”

Jiwon berjalan lebih dekat, memeriksa layar monitor yang menampilkan gambar wajah mereka berempat di atas latar belakang gelap. “Tapi mengapa harus kita? Apa yang mereka inginkan?”

Sebelum ada yang menjawab, suara pria bertopeng terdengar lagi dari speaker tersembunyi di ruangan itu. "Selamat datang, kalian yang terpilih. Ujian pertama dimulai sekarang."

Di layar, muncul gambar peta sekolah dan beberapa titik merah yang menyebar di seluruh bangunan. “Tugas kalian adalah menemukan dan mengaktifkan terminal yang tersebar di beberapa lokasi di sekolah. Setiap terminal yang kalian temukan akan memberi kalian petunjuk untuk langkah berikutnya. Jika kalian gagal, kalian akan terperangkap di sini selamanya.”

“Terminal?” Wonyoung bertanya dengan ragu. “Apa maksudmu?”

“Setiap terminal berisi potongan informasi yang akan membuka lebih banyak tentang masa lalu kalian,” suara pria itu terdengar semakin jelas. “Tapi kalian harus hati-hati. Tidak semua yang ada di sini bisa dipercaya. Salah satu dari kalian mungkin akan berkhianat.”

Jeno mengerutkan kening, menatap layar. “Berarti kita harus saling bekerja sama. Tapi kenapa ada kemungkinan pengkhianatan?”

"Karena ini bukan sekadar ujian biasa," suara pria bertopeng itu menjawab dengan dingin. “Di sini, setiap pilihan akan menentukan hidup kalian. Setiap keputusan yang kalian buat akan membawa konsekuensi.”

Ruangan tiba-tiba terasa lebih sesak, seolah ada tekanan yang datang dari setiap sudut. Sunghoon menggenggam tangan Wonyoung erat-erat. “Kita tidak punya pilihan selain menyelesaikan ini. Jika kita ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, kita harus melakukannya.”

Karina mengangguk, matanya penuh tekad. “Kita harus percaya satu sama lain. Tidak ada ruang untuk kebingungan sekarang.”

Mereka semua saling pandang, menyadari bahwa untuk pertama kalinya, mereka harus bekerja sama dengan orang yang belum mereka kenal dengan baik. Namun, terlepas dari ketegangan yang ada, mereka tahu ini adalah satu-satunya cara untuk keluar dari permainan ini.

---

Langkah pertama mereka adalah memutuskan siapa yang akan mencari terminal pertama. Karena ruangan itu sangat luas, Jiwon segera mengusulkan agar mereka membagi diri menjadi dua kelompok. Wonyoung dan Taesan akan mencari terminal pertama di ruang olahraga, sementara Jeno dan Karina akan pergi ke laboratorium kimia yang terletak di bagian lain sekolah. Sunghoon akan tetap berada di ruangan itu untuk mengawasi kemungkinan jebakan yang mungkin ada.

Setelah menentukan pembagian tugas, mereka melangkah keluar dari ruangan dengan hati-hati. Suasana di luar terasa sunyi, dengan hanya sedikit cahaya yang menerobos dari langit yang mulai gelap. Ruang-ruang sekolah yang biasanya ramai kini tampak kosong dan menyeramkan. Setiap langkah terasa lebih berat.

“Berhati-hatilah,” Jeno berkata pada Karina saat mereka berjalan menuju laboratorium kimia. “Kita tidak tahu apa yang akan terjadi.”

Karina hanya tersenyum tipis, “Kita harus tetap tenang. Ini bukan hanya tentang mencari terminal. Ada sesuatu yang lebih besar yang sedang kita hadapi.”

Di sisi lain sekolah, Wonyoung dan Taesan sudah tiba di ruang olahraga. Mereka membuka pintu dengan perlahan dan masuk. “Aku tidak merasa ada yang aneh,” kata Wonyoung, mencoba mencari petunjuk di sekitar mereka.

Taesan menatap ruangan itu dengan penuh kewaspadaan. “Jangan salah, mereka pasti mempersiapkan sesuatu di sini. Kita hanya perlu lebih cermat.”

Tak lama setelah itu, sebuah suara terdengar dari speaker di sudut ruangan. "Petunjuk pertama kalian berada di bawah lantai. Temukan cara untuk mengungkapnya."

“Di bawah lantai?” Wonyoung bertanya, kebingungannya semakin bertambah.

Taesan langsung bergerak, mencari-cari di sekitar lantai. Setelah beberapa menit memeriksa, ia menemukan sebuah papan lantai yang sedikit terangkat. “Ini dia!” Taesan berteriak. “Buka papan ini, pasti ada sesuatu di dalamnya!”

Saat mereka membuka lantai, sebuah kotak kecil yang terkunci terlihat di dalamnya. Mereka segera membukanya dan menemukan sebuah kartu kecil yang bertuliskan: "Jangan percaya siapa pun."

---

Karina dan Jeno tiba di laboratorium kimia, memeriksa setiap sudut ruangan dengan hati-hati. Lalu, mereka menemukan sebuah layar kecil yang tersembunyi di belakang rak bahan kimia. Begitu layar itu menyala, sebuah pesan muncul: "Petunjuk kedua ada di ruang seni, tetapi satu dari kalian akan menghadapi ujian berbeda."

Karina memandang Jeno dengan tatapan tajam. “Jadi, ada ujian lain?”

Jeno mengangguk, menatap layar itu lagi. “Sepertinya kita tidak hanya mencari terminal. Kita juga harus siap untuk menghadapi sesuatu yang lebih menantang.”

Dengan perasaan yang semakin berat, mereka semua melanjutkan pencarian mereka, meskipun satu hal semakin jelas: tak ada yang bisa sepenuhnya dipercaya, dan perjalanan mereka menuju kebenaran semakin membingungkan.

[✓] Veil of SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang