Keheningan yang mencekam memenuhi ruang bawah tanah itu. Mereka ber-enam berdiri dalam ketegangan, saling bertatapan tanpa ada yang bisa mengungkapkan apa yang ada di dalam hati mereka. Pilihan mereka kini berada di ujung tanduk—sesuatu yang mereka tahu tidak bisa diambil dengan mudah. Apa yang mereka pilih, siapa yang maju, akan menentukan tidak hanya nasib mereka, tetapi juga takdir satu sama lain.
---
Wonyoung menghela napas panjang, matanya menatap layar besar di hadapan mereka yang memancarkan nama mereka masing-masing, tertera jelas dengan pencahayaan yang hampir mengintimidasi. Tanpa suara, Wonyoung bergerak perlahan ke arah layar. Taesan, yang berdiri di sampingnya, merasakan ketegangan yang semakin meningkat.
"Ini... bukan pilihan yang mudah," bisik Wonyoung, hampir seperti berbicara pada dirinya sendiri.
Suara pria bertopeng kembali menggema, memecah keheningan. "Pilihan kalian akan menentukan masa depan. Hanya satu yang bisa melanjutkan. Pilih dengan bijak, atau semuanya akan berakhir."
---
Di sudut lain, Karina yang telah lama memendam kecemasan, mengalihkan pandangannya ke Jeno. "Apa yang harus kita lakukan? Aku... aku tidak ingin ada yang terluka, tapi..."
Jeno menyentuh bahu Karina dengan lembut, mencoba memberi sedikit rasa tenang. "Aku tahu, Karina. Tapi ini bukan tentang apa yang kita inginkan. Ini tentang bertahan hidup."
---
Sunghoon berdiri diam, mencoba mengendalikan emosi yang bergejolak di dalam dirinya. "Kita tidak tahu apa yang mereka rencanakan dengan pilihan ini. Jika kita memilih salah, kita semua bisa terperangkap di sini."
"Saatnya memilih," suara pria bertopeng itu kembali terdengar, memaksa mereka untuk membuat keputusan. "Lima detik untuk menentukan."
---
Jiwon menatap nama-nama yang muncul di layar itu, mencerna setiap kata yang tertera. "Apa yang akan terjadi setelah kita memilih? Apakah kita bisa keluar hidup-hidup?"
"Jika kita memilih dengan benar," kata Sunghoon dengan suara yang tegas, "semua ini akan selesai."
"Semua ini?" Jiwon bertanya, kebingungannya semakin menjadi-jadi. "Apakah kita bisa mempercayai apa yang mereka katakan?"
"Kalau tidak, kita akan terjebak selamanya," jawab Sunghoon, suara penuh tekad.
---
Mereka semua merasa berat. Wonyoung merasakan dadanya sesak, matanya terasa panas. Ini bukan hanya soal hidup dan mati—ini tentang teman-teman mereka, tentang kepercayaan yang mulai retak. "Kita harus memilih. Siapa yang kita percayai?" tanyanya perlahan.
Di ruang seni, Taesan dan Wonyoung telah membuat keputusan. Mereka berdua telah berdebat dengan keras, mencoba mencari jalan keluar, tetapi pada akhirnya, mereka tahu bahwa keputusan itu harus dibuat oleh seseorang. Wonyoung meraih tangan Taesan, dan dengan penuh tekad, dia berkata, "Aku yang akan maju."
Taesan menatapnya dengan cemas, tetapi akhirnya mengangguk. "Aku... aku akan tetap di sini. Semoga kita benar."
Dengan langkah yang mantap, Wonyoung bergerak menuju pintu yang terbuka di hadapannya. Setiap langkah yang dia ambil terasa semakin berat, namun dia tahu bahwa ini adalah jalan satu-satunya untuk menyelesaikan permainan ini. Saat dia membuka pintu itu, dia melihat sebuah lorong gelap yang mengarah ke ujung yang tak terlihat.
Karina dan Jeno, yang baru saja sampai di ruang itu, hanya bisa menyaksikan Wonyoung melangkah masuk, tidak ada yang bisa mereka lakukan untuk menghentikannya. "Semoga kamu benar, Wonyoung," bisik Jeno pelan.
---
Ruangan yang gelap itu memantulkan suara langkah kaki Wonyoung yang bergaung keras di sekitarnya. Di ujung lorong, sebuah pintu lain muncul, lebih besar dan lebih mengancam. Wonyoung mendekati pintu itu dengan hati-hati, merasakan udara yang semakin dingin dan tekanan yang semakin berat. Ketika dia menyentuh gagang pintu, sebuah suara terdengar kembali, lebih jelas dan lebih mengerikan dari sebelumnya.
"Pilihanmu telah diambil. Sekarang, pilih: Melanjutkan perjalanan ini dan mengungkap kebenaran, atau berhenti dan terjebak selamanya."
Wonyoung menggenggam gagang pintu itu dengan lebih erat. “Aku tidak bisa mundur.”
---
Sementara itu, Karina, Jeno, dan Taesan menunggu di ruangan yang sama. Masing-masing berusaha menenangkan diri mereka dengan berpikir positif, meskipun dalam hati mereka, ketakutan semakin merayap.
Tiba-tiba, layar besar menyala lagi, menampilkan gambar Wonyoung yang tengah membuka pintu di ujung lorong. "Wonyoung telah memilih jalannya. Siapa yang akan mengikuti?" suara pria bertopeng itu terdengar seperti peringatan.
"Apa maksudnya?" Taesan bertanya dengan kebingungan yang semakin dalam. "Mereka bilang hanya satu yang bisa keluar, jadi apa yang terjadi jika Wonyoung berhasil?"
Karina dan Jeno saling bertukar pandang. "Kita harus yakin," Karina berkata dengan hati yang mulai mantap, meskipun dalam dirinya ada rasa takut yang terus menggerogoti.
"Tapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi setelah Wonyoung melanjutkan," Jeno menjawab, tidak bisa menutupi ketegangan di suaranya. "Kita semua mungkin berada dalam bahaya yang sama."
---
Wonyoung melangkah lebih jauh ke dalam lorong yang semakin gelap. Saat pintu di depannya terbuka, dia menemukan sebuah ruangan besar yang dipenuhi layar-layar yang menampilkan wajah mereka semua. Di tengah ruangan, sebuah kursi besar tampak menunggu. Di atas kursi itu, ada sebuah kotak kecil yang berkilauan, yang sepertinya menjadi pusat dari semua ini.
Ketika Wonyoung mendekat, sebuah suara terdengar lagi, penuh dengan nada dingin dan misterius.
"Selamat datang di ujian terakhir. Pilihlah: Duduk di kursi dan lanjutkan perjalanan ini, atau tinggalkan semuanya dan terperangkap selamanya. Pilihanmu akan menentukan apa yang akan terjadi selanjutnya."
Wonyoung melihat kursi itu, merasakan tatapan layar yang menelanjangi dirinya, dan akhirnya, dengan rasa berat, dia duduk. Pencahayaan ruangan itu berubah, semakin terang, seolah memberikan jalan keluar. Namun, Wonyoung tahu bahwa ini adalah titik yang tidak bisa diubah. Dia telah memilih jalannya, dan tidak ada jalan kembali.
---
Di luar, ketiganya tetap menunggu. Ketika Wonyoung akhirnya kembali ke mereka, ada sesuatu yang berbeda di wajahnya—sebuah ketenangan yang tidak mereka kenali.
"Semua ini..." Wonyoung berkata pelan, "Sudah selesai. Tapi perjalanan kita belum berakhir."
Dan di saat itu, mereka semua tahu—ini adalah awal dari sebuah babak baru dalam permainan yang lebih besar daripada yang mereka bayangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Veil of Secrets
Mystère / ThrillerKetika empat siswa SMA Hanlim-Taesan, Wonyoung, Sunghoon, dan Jiwon-terjebak dalam rangkaian teka-teki misterius yang mengungkap sisi gelap sekolah mereka. Saat dua siswa baru, Jeno dan Karina, bergabung, ketegangan meningkat dan rahasia demi rahasi...