Bagian Kelima

17 17 0
                                    

Mereka ber-enam, semakin terperangkap dalam permainan yang semakin memutar otak dan menguji hati mereka. Setiap langkah terasa seperti ujian—bukan hanya tentang menemukan petunjuk atau melawan jebakan, tetapi tentang memutuskan siapa yang bisa mereka percayai. Waktu terus berjalan, dan semakin banyak misteri yang terungkap, namun juga semakin banyak pertanyaan yang tidak terjawab.

---

Di ruang bawah tanah yang dingin, Sunghoon, dan Jiwon berdiri terpisah di sudut ruangan, berusaha memahami situasi yang semakin menegangkan. Petunjuk yang mereka temukan sebelumnya mengarah pada satu titik—keputusan yang akan mengubah arah permainan ini.

"Apa maksudnya dengan 'pilihan yang salah'?" Jiwon bertanya dengan suara gemetar, masih memegang kertas yang mereka temukan sebelumnya. "Jika kita membuat pilihan yang salah, perjalanan ini akan berakhir?"

Sunghoon mengangkat bahu, ekspresinya serius. “Kita harus tetap tenang. Ini bisa jadi jebakan. Mereka ingin kita bingung dan terpecah.”

“Jadi kita hanya perlu mengikuti petunjuk dan berharap itu benar?” Jiwon bertanya, menatap layar di depan mereka yang menunjukkan berbagai lokasi di sekolah.

Sebelum Sunghoon bisa menjawab, suara pria bertopeng terdengar dari speaker. “Kalian telah sampai pada titik keputusan. Hanya satu dari kalian yang bisa melanjutkan ujian ini. Pilih dengan bijak, atau semuanya akan berakhir di sini.”

Seketika, suasana semakin berat. Ketegangan di antara mereka terasa semakin tegang. Mereka tahu mereka tidak bisa berlama-lama di sini. Harus ada yang maju, tetapi siapa yang bisa mereka percayai?

---

Di ruang seni, Wonyoung dan Taesan menghadap dilema yang sama. Buku tua yang mereka temukan di meja itu seolah menyembunyikan lebih banyak teka-teki, dan setiap halaman yang dibuka memberikan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Namun, mereka tahu mereka tidak bisa mundur. Wonyoung menggenggam buku itu dengan erat, seolah mencari petunjuk yang hilang.

"Apa yang kamu lihat?" Taesan bertanya, mendekati Wonyoung dengan hati-hati.

"Ada sebuah kalimat lagi," Wonyoung menjawab, suaranya hampir tidak terdengar. "Tapi ini... ini membingungkan. Ini mengatakan, 'Jika kamu tidak bisa memilih, maka semuanya akan runtuh.' Apa yang mereka maksud dengan ini?"

Taesan menatap buku itu dengan saksama. “Sepertinya kita harus memilih antara dua pilihan, tapi kita tidak tahu apa yang akan terjadi jika kita memilih yang salah. Bisa jadi ini ujian terakhir.”

Tiba-tiba, layar besar di ruang itu menyala, menampilkan wajah mereka berdua. "Wonyoung dan Taesan," suara pria bertopeng itu bergema di seluruh ruangan, "kalian harus memilih jalan kalian sekarang. Ada ujian yang menunggu. Pilih dengan bijak."

Seketika, ruang seni menjadi semakin gelap, dan Wonyoung merasakan jantungnya berdegup kencang. “Kita tidak punya banyak waktu,” katanya, matanya berkaca-kaca karena tekanan yang semakin besar.

Taesan mengangguk. “Kita harus siap menghadapi apa pun yang ada di depan kita.”

---

Sementara itu, di sisi lain sekolah, Karina dan Jeno bergegas menuju terminal terakhir yang mereka harapkan dapat memberi mereka petunjuk untuk mengakhiri permainan ini. Di jalanan yang basah karena hujan, mereka berbicara sedikit, lebih memilih untuk menjaga fokus mereka pada pencarian daripada berbicara lebih banyak.

"Jika ada satu hal yang kita pelajari dari semua ini," Jeno berkata sambil mempercepat langkahnya, "itu adalah kita harus sangat hati-hati tentang siapa yang kita percayai."

Karina mengangguk pelan, matanya tetap tajam. “Ini lebih dari sekadar permainan. Ada sesuatu yang lebih besar yang sedang terjadi di sini, dan kita hanya bisa berharap kita dapat keluar dengan selamat.”

Mereka tiba di terminal yang dimaksud—sebuah ruangan tersembunyi di bagian belakang gedung, yang terlihat tidak terawat dan suram. Pintu yang tertutup rapat menandakan bahwa mereka harus masuk untuk mencari petunjuk berikutnya.

Setelah beberapa saat, mereka berhasil membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan gelap. Di dalam, terdapat meja besar yang dikelilingi kursi kosong. Di tengah meja itu, ada sebuah kotak kecil yang tergeletak, seperti memberi tahu mereka untuk membuka dan menemukan jawabannya.

Jeno mengamati kotak itu dengan hati-hati, “Ini pasti jebakan.”

“Aku akan membukanya,” Karina berkata, tidak takut meskipun perasaan cemas menggerayangi dirinya.

Ketika Karina membuka kotak itu, sebuah kertas putih muncul di dalamnya dengan tulisan yang cukup besar: “Hanya satu dari kalian yang dapat keluar hidup-hidup. Pilihlah dengan bijak.”

Jeno mengerutkan kening. "Ini... lebih dari sekadar ujian. Mereka ingin kita saling menghancurkan."

“Tidak,” Karina menjawab dengan tegas. “Kita tidak bisa terjebak dalam permainan mereka. Kita harus menyelesaikan ini bersama.”

---

Kembali di ruang bawah tanah, ketegangan mencapai puncaknya. Sunghoon, dan Jiwon berdiri saling berhadapan, sementara suara pria bertopeng kembali terdengar, lebih mengancam dari sebelumnya.

"Saatnya untuk ujian terakhir. Pilihan kalian akan menentukan siapa yang akan selamat dan siapa yang terperangkap selamanya."

“Apa maksudnya ini?” Sunghoon bertanya dengan tenang, namun ada kecemasan yang terlihat di matanya.

“Beri kami penjelasan!” Jiwon menyahut, wajahnya menunjukkan keputusasaan.

Suara itu kembali terdengar. “Hanya satu dari kalian yang bisa melanjutkan. Satu pilihan yang tepat, dan kalian semua bisa keluar hidup-hidup. Tapi jika kalian salah, semuanya akan berakhir.”

"Jadi kami harus memilih siapa yang akan maju," Sunghoon berkata dengan ketenangan yang hampir tidak bisa dirasakan. "Tetapi kami tidak tahu siapa yang bisa dipercaya."

Tiba-tiba, wajah mereka semua muncul di layar yang besar, dengan nama mereka masing-masing tercetak di bawahnya, seolah memberi mereka pilihan yang nyata: Siapa yang akan melanjutkan dan siapa yang akan terjebak di sini?

Mereka semua diam. Keringat dingin mengalir di punggung mereka. Ini adalah ujian yang lebih besar dari yang mereka bayangkan. Tidak hanya harus menghadapi kenyataan bahwa mereka tidak tahu siapa yang bisa mereka percayai, tetapi sekarang mereka harus memutuskan siapa yang akan bertahan dan siapa yang akan tertinggal.

Sunghoon, Wonyoung, Taesan, Jiwon, Jeno, dan Karina... Mereka semua tahu bahwa tidak ada yang akan sama lagi setelah ujian ini. Mereka harus membuat pilihan, dan pilihan itu akan menentukan nasib mereka semua.

[✓] Veil of SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang