Bagian Kesembilan

15 16 0
                                    

Pesan yang mereka temukan di dalam kotak hitam itu seperti kunci yang membuka lebih banyak teka-teki. Namun, seiring berjalannya waktu, rasa bingung mereka hanya semakin dalam. Apa yang dimaksud dengan “kebenaran ada di dalam hati”? Bagaimana mereka bisa menemukan jawaban tanpa mengandalkan apa yang mereka lihat atau dengar? Semua pertanyaan itu terus menghantui mereka saat mereka melangkah lebih jauh ke dalam permainan yang semakin mematikan.

Di tengah ruangan yang penuh dengan simbol-simbol misterius, Wonyoung memimpin langkah mereka. Wajahnya tegang, namun tekad di matanya tak bisa disangkal. “Kita harus tetap bersama. Ini lebih besar dari sekadar teka-teki. Ini tentang siapa kita sebenarnya, apa yang kita percayai.”

Jiwon mengangguk, meskipun masih ada ketidakpastian di matanya. “Aku merasa kita semakin jauh dari jawaban. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang kita cari?”

Jeno yang biasanya diam, kini berbicara dengan suara rendah, tapi jelas. “Mungkin ini bukan tentang mencari jawaban langsung. Mungkin kita harus menghadapi pilihan-pilihan kita, melihat siapa kita ketika terjebak dalam situasi seperti ini.”

Taesan, yang masih tampak cemas, menatap Wonyoung dan berbicara dengan suara lebih keras, “Tapi apa yang akan terjadi jika kita tidak memilih dengan benar? Bagaimana jika kita memilih jalan yang salah?”

Wonyoung berhenti sejenak, memandang ke sekelilingnya. Semua pintu yang mereka lewati, semua simbol yang mengelilingi mereka, semuanya terasa seperti jebakan yang sengaja dipasang untuk menahan mereka. "Aku tahu kita semua merasa terjebak, tapi kita sudah memilih untuk terus maju. Kita harus percaya bahwa kita bisa membuat pilihan yang benar."

Di saat itu, layar besar di depan mereka menyala, memantulkan gambar-gambar dari perjalanan mereka sebelumnya. Wajah mereka, dipenuhi dengan ekspresi bingung dan ketakutan, bergantian muncul di layar. Semua seolah-olah menilai mereka, mencatat setiap langkah yang mereka ambil.

Tiba-tiba, suara pria bertopeng itu kembali terdengar, lebih tajam dari sebelumnya. "Kalian telah memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ini. Tetapi setiap langkah yang kalian ambil akan semakin mendekatkan kalian pada kebenaran. Dan kebenaran, seperti yang sudah kalian ketahui, bisa menghancurkan."

Mereka terdiam, terkejut dengan ancaman itu. “Apa maksudnya dengan ‘kebenaran bisa menghancurkan’?” Karina bertanya, suaranya sedikit bergetar.

“Jika kita mengetahui kebenaran, apakah kita siap untuk menanggung akibatnya?” Jiwon bertanya, matanya merenung. "Apakah kita benar-benar ingin tahu apa yang ada di balik semua ini?"

---

Tanpa peringatan lebih lanjut, lantai ruangan di bawah mereka tiba-tiba terbuka. Suara mekanisme yang berat terdengar, dan dalam sekejap, mereka terjatuh ke sebuah ruangan gelap yang jauh lebih besar. Ruangan itu terasa seperti labirin, dan mereka tahu bahwa kali ini, mereka harus mencari jalan keluar dengan cara yang berbeda.

Jeno yang pertama kali bangkit, mencoba melihat-lihat di sekelilingnya. "Kita harus tetap tenang. Jangan panik, kita harus memikirkan langkah selanjutnya."

"Ini bukan saatnya untuk ragu," Wonyoung berkata dengan suara penuh tekad. "Kita sudah sampai sejauh ini. Kita harus melangkah lebih jauh. Jangan biarkan ketakutan menguasai kita."

Mereka mulai melangkah dengan hati-hati, memeriksa setiap sudut ruangan yang gelap. Tidak ada suara selain langkah kaki mereka yang bergema. Namun, sesuatu yang aneh terjadi. Setiap langkah mereka terasa semakin berat, semakin lambat. Mereka bisa merasakan sebuah tekanan yang tak terlihat menekan dada mereka, seperti ada sesuatu yang menonton mereka.

---

Saat mereka melanjutkan pencarian mereka, mereka menemukan sebuah pintu kecil yang tersembunyi di balik dinding. Pintu itu tampak berbeda dari yang lainnya—terbuat dari bahan yang lebih tua, dengan simbol-simbol yang terlihat lebih jelas.

Karina mendekati pintu itu, merasakan getaran aneh di udara. “Ini… sepertinya berbeda. Aku rasa kita harus membuka pintu ini.”

Sunghoon, yang biasanya lebih hati-hati, mengangguk. “Tapi kita harus pastikan itu jalan yang benar. Jangan sampai kita terjebak lebih jauh.”

Wonyoung melangkah maju dan meletakkan tangannya di atas pintu. “Kita tidak punya pilihan lain. Kita harus mencari tahu apa yang ada di balik semua ini.”

Dengan satu dorongan kuat, pintu itu terbuka perlahan, mengeluarkan suara berderit yang mengganggu kesunyian sekitarnya. Mereka memasuki ruangan yang lebih besar—sebuah ruangan berbentuk bulat dengan banyak layar di dinding, semuanya menampilkan gambar-gambar mereka yang sedang bergerak. Ada suara berderak dari setiap layar, seolah semuanya mengawasi mereka.

Tiba-tiba, suara pria bertopeng itu terdengar lagi, kali ini lebih mengancam dan tajam. "Selamat datang di ujian terakhir kalian. Hanya satu yang bisa melanjutkan perjalanan ini. Siapa yang akan mengorbankan dirinya demi kebenaran yang lebih besar?"

Semua mata tertuju pada Wonyoung, yang tampaknya semakin yakin dengan apa yang harus mereka lakukan. “Kita harus bersama-sama. Tidak ada yang akan mengorbankan dirinya. Ini bukan tentang satu orang. Ini tentang kita semua.”

Namun, suara pria bertopeng itu kembali terdengar, kali ini lebih intens. "Ingat, kalian hanya bisa melanjutkan jika kalian memilih. Jika tidak, kalian akan terjebak selamanya."

Semua saling menatap, masing-masing merenung tentang apa yang seharusnya mereka lakukan. Mereka tidak punya waktu lagi. Mereka tahu bahwa keputusan ini akan menentukan masa depan mereka, dan mungkin juga masa depan dunia yang lebih besar yang mereka belum pahami sepenuhnya.

---

Wonyoung mengangkat kepalanya, menatap simbol-simbol yang berputar di layar, dan berkata dengan suara penuh keyakinan, "Kita tidak akan terjebak dalam permainan ini. Kita akan temukan jawabannya bersama-sama, apa pun itu."

Mereka berdiri bersama, siap untuk mengambil langkah besar menuju ujian terakhir ini. Dan meskipun mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, satu hal yang mereka yakin—perjalanan mereka menuju kebenaran akan mengubah segalanya.

[✓] Veil of SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang