Ketika lagu favorit mereka diputar, Ben dan Sean berlari ke lantai dansa, melupakan segalanya. Dalam kebisingan dan euforia, mereka terjebak dalam momen yang tidak terduga. Tarian mereka semakin intens, dan ketika Ben tidak sengaja menarik Sean lebi...
Ben membuka pintu apartemennya dengan santai setelah mengambil laptop yang tertinggal di kampus. Saat melangkah masuk ia terkejut sekaligus sudah terbiasa.
Di ruang tamu, ia melihat Ethan dan Ayden sedang duduk dan apalah tingkah mereka dengan nyaman di sofanya, asyik main game sambil makan camilan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Gua pikir ada dedemit masuk, ternyata anak-anak babi" sindirnya.
Ben hanya bisa geleng-geleng kepala sambil melepas sepatunya, lalu melangkah ke ruang tamu dan menjatuhkan diri di sebelah Ayden.
"Lu pada udah pada makan belum?" tanya Ben, mencoba mengabaikan kenyataan bahwa teman-temannya masuk ke apartemennya tanpa izin.
"Good Boy" Ben terkekeh sambil mengacak rambut temannya itu.
Ethan melirik Ben dengan ekspresi geli. "Mood-nya lagi bagus nih kayaknya, kemaren lo jadi ngewe ya sama temen baru lo itu!" katanya sambil tersenyum penuh arti.
Ben menatap Ethan sambil tersenyum, memang teman-temannya ini sudah tahu bagaimana sifatnya, jadi untuk apa disembunyikan.
"Tuh tahu"
Ayden mengarahkan pandangannya ke leher Ben, lalu tiba-tiba menunjuk dengan senyum jahil. "Brutal nih kayaknya, cupangnya jelas banget brow"
Ben langsung terkejut, refleks menutupi lehernya dengan tangan sambil merasa wajahnya memanas. "Gausah ngarang!"
Ethan tertawa, menyikut Ayden. "Lihat tuh, dia jadi salting, udah sering juga."
Ayden tertawa ikut menimpali, "Ayo dong cerita, enak gak dia?."
Ben mendesah, lalu berusaha menghindari tatapan usil mereka sambil mengambil camilan di meja. "Udahlah, mending nonton TV aja," katanya, mencoba mengalihkan pembicaraan.
Ethan melirik Ben dengan tatapan usil. "Liat deh, telinga lu merah, salting banget. Suka lu ya sama... siapa sih namanya? Sean ya?"
Ben langsung menggeleng cepat sambil tertawa gugup. "Kaga lah, gila! Ngaco lu."
Ayden tertawa keras mendengar jawaban itu. "Oh, jadi gitu, ya? Langsung defense abis ditanya!"
Ben menatap Ayden dengan tatapan putus asa. "Seriusan, bukan gitu. Kita cuma temenan biasa. Gak ada apa-apa."
Tapi Ethan tak mudah menyerah. "Ah masa sih? Biasanya lu nggak bakal kayak gini kalau beneran biasa aja," katanya sambil menatap Ben penuh arti.
Ben menghembuskan napas dan mencoba tetap tenang. "Serius, gak ada apa-apa. Kalian kebanyakan drama."
"FWB doang kok kaya yang sebelum-sebelumnya... tapi katanya dia suka sama gua" cicitnya pelan.
Mereka berdua menatap nyalang kepada Ben "STOP" "BERHENTI SEKARANG"
Ethan mengangkat alis, menatap Ben dengan ekspresi penuh tanya. "Lu tahu dia suka sama elu, tapi tetep ngajak fwb-an?, tumben...."
Ayden mengangguk setuju. "Iya, gue kira ONS doang, soalnya baru kenal. Tapi hati-hati deh, lu kan biasanya bilang santai-santai aja, eh tahu-tahu malah ninggalin. Coba deh kali ini nggak jadi brengsek dan tolol."
Ethan melipat tangannya di dada. "Tapi bener, elu jadi tolol kalau udah suka sama orang, Ben. Tapi mendingan lu jadi tolol deh ketimbang balik brengsek lagi. Dan gue cuma bilang, gue tahu hubungan FWB itu santai, tapi coba hargain perasaan orang, siapa tau Seab bisa buat lu cinta."
Ben mendesah, setengah geli setengah frustasi. "Gua nggak bakalan suka, bro! Dan soal brengsek... ya kan gua nggak pernah janji apa-apa juga."
Mereka bertiga terlibat percakapan serius di pagi hari yang lumayan cerah ini, dan terlihat raut muka Ayden dan Ethan yang kurang puas dengan jawaban sohibnya itu.
Ben menatap kedua temannya yang terlihat lebih serius dari biasanya. Diam-diam, dia menghargai perhatian mereka, meskipun ia sendiri belum merasa ada potensi untuk perasaan yang lebih dalam. "Oke, gua dengerin saran yang sangat berharga dan jarang terucap dari mulut teman-teman tersayangku ini. Tapi beneran, buat sekarang ini cuma sekedar... fun."
Mereka bertiga akhirnya tertawa kecil, dan meskipun suasana kembali ringan, sisa percakapan itu meninggalkan Ben dengan sedikit perenungan.