Note. 1. JANGAN LUPA FOLLOW AUTHOR KALO SUKA CERITA INI.
2. TIDAK DIANJURKAN UNTUK YANG MEMILIKI KESABARAN SETIPIS TISU DIBAGI SEPULUH. (Karena alur cukup lambat).
3. PLAGIARISME TERCANTUM UU NO 28 THN 2014 TENTANG HAK CIPTA.
...
Happy 30rb pembaca, aku nggak pernah nyangka bisa sampai sebanyak ini. 😥♥️ Di akun lainku dulu kalau bikin cerita paling banyak di 2rb pembaca wkwk dan itu pun nggak pernah sampai tamat. Sebagai bentuk terima kasihku karena bisa sampai di angka ini, aku bakal semangat tamatin ANTAGONIS!
Dan sekarang aku update 3 part sekaligus. Yey!
Sebelumnya maaf karena lama nggak update, ya. Terhitung 5 hari sejak terakhir aku up. Semoga kalian nggak kapok nungguin aku.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
[ Apa yang kamu lakukan? Mencari masalah dengan Kartel Hong Kong? ]
Arsha terkekeh kecil. Ia memutar revolver chair hingga menghadap krai jendela yang terbuka. Dari lantai 20, ia bisa melihat bulan penuh yang teramat cantik. Tanpa adanya formasi bintang. Seolah bintang-bintang sengaja memberikan ruang begitu luas untuk sang bulan. Bulan yang mengingatkannya pada sepasang mata milik Airys.
[ Jawab pertanyaan Papa, Asa. ]
"Hanya sebuah peringatan kecil," katanya tanpa emosi. Satu tangan beruratnya yang terbebas memainkan belati berukiran seekor naga. Arsha menyeringai saat sebuah dengkusan terdengar dari seberang telepon. Pikirannya menerawang. Bukankah seorang Maximillen terlalu membuang waktu untuk menanyakan hal yang sudah pasti dia tahu?
[ Keturunan Fraulens? ]
Arsha tidak menjawab. Tapi Maximillen jelas tahu peringai putranya. Diam berarti benar.
[ Kamu bahkan menolak kembali ke Canada karena bungsu Fraulens. Lantas kamu akan mengacau Kartel Hong Kong karena gadis yang sama? Shadow Syndicate masih dalam misi kehancuran Tauke China, Asa. Mencari masalah baru dengan Kartel Hong Kong bukan solusi. ]
Kali ini relung Arsha benar-benar tersentil. Lelaki tampan itu tidak bisa menahan untuk tidak tertawa. Sebuah tawa yang sialnya mengundang geraman Maximillen.
[ Apa yang kamu tertawakan? ]
"Aku sudah melewati masa hidup di Boreal sebagai syarat menjadi keturunan sah Wilder. Di saat itu juga perusahaan utama Wilder dan Shadow Syndicate ada di dalam kuasaku." Arsha menyandarkan kepalanya, tersenyum tipis. Sebuah senyum remeh yang sayangnya tidak terlihat oleh Maximillen. "Urusanmu dengan Tauke China bukan tugas Shadow Syndicate. Itu urusanmu sendiri."
[ God damn it, kamu benar-benar membuat Papa marah, Asa! ]
Garis rahang Arsha mengeras. "Keturunan Wang sudah berani menyentuh milikku. Aku masih berbaik hati hanya memberikan sebuah peringatan kecil. Tidak sampai menghancurkan Kartel rendahan itu. Jangan pernah halangi apa pun yang aku lakukan jika itu menyangkut milikku, Maximillen."
Terdengar kurang ajar, memang.
Hela napas berat terdengar. Tampaknya Maximillen tidak akan lagi berdebat karena tahu putranya tidak main-main. [ Hāṁ. Papa tidak akan melarang. Jika kamu memang ingin melindungi milikmu, lakukan. Tapi ingat, Asa. Gunakan kepala dingin, jangan terburu-buru mengambil keputusan. Sebab musuh akan jauh lebih mengerikan jika sudah menjadikan kelemahanmu sebagai target. Yaitu milikmu, bungsu Fraulens. ]