Jangan lupa follow akunku ya
Aku terus berjalan seperti orang bodoh, Sembari memandang betapa mengagumkannya suasana yang ada di sekitar sini. Kakiku terus melangkah menyusuri kota yang semakin ramai kala malam dan semakin asing dirasa.
Sungguh, aku seperti kerdil saat memandang ke tiap sudut jalan, dari sisi ke sisi, dari tiap-tiap bangunan yang kutemui. Betapa megah dan indahnya, dan ketika aku melihat ke puncak bangunannya, aku ingin naik ke sana dan berteriak kencang sampai puas, mengenai betapa kesalnya aku hari ini dan aku... ingin pulang.
Oh, bulan yang seperti menangis, karena sinarnya dikalahkan gemerlap lampu kota itu seperti memahami perasaanku. Ia redup, seperti hatiku.
Menangis, aku menyeka air mata yang hampir jatuh di pelupuk. Kau tahu rasa kesal karena ingin nekat pulang menggunakan taksi, tapi cemas keadaan akan semakin buruk. Kalau berjalan begini, aku harus berjalan sampai mana? Tiada yang dapat aku hubungi karena ponselku mati. Mau dicharger di mana? Aku takut pada orang asing.
Aku melihat taksi di jalanan yang ada di depan, lalu bersiap menyetopnya. Namun ada mobil lain yang berhenti di sisiku, membuatku kebingungan.
Sejenak aku menatap, ada sopir dan seorang pria paruh baya mengenakan kacamata dan topi bundarnya duduk di kursi belakang sambil memalingkan wajah. Sang sopir menurunkan kaca mobilnya, seorang pria asing, dia berbicara padaku menggunakan Bahasa Inggris logat Prancis,
"Masuk lah Nona."
Aku melirik pria di belakangnya, "Kalian mau apa?"
"Bukannya kau tersesat? Tuan Frank akan membantu Nona kembali ke Pullman hotel."
Ah benar. Nama hotel tempatku menginap. Tapi, tunggu, dari mana mereka tahu? Frank? Siapa dia?
"Siapa kalian? Siapa Tuan Frank?" tanyaku. Dan lagi-lagi melirik pria di belakang yang masih saja diam. "Apakah dia?"
"Ongkos taksi di kota Paris itu mahal. Jika kau ikut kami kau tidak perlu lagi mengeluarkan uang. Tuan Frank akan mengantarmu dengan aman sampai tujuan, Nona."
"Benarkah?"
Tunggu kenapa aku bertanya?
"Ya."
"Tapi...." Ucapanku terhenti ketika mobil lain muncul di belakang mobil yang ditumpangi pria bernama Tuan Frank itu dan ketika melihat siapa itu, mendadak aku senang bukan main. Aku hampir berjingkrak kegirangan.
"Taekim?!" Spontan alisku naik saat melihatnya keluar dari mobil dengan tergesa, seolah ada angin super segar lewat di depan mukaku.
Seketika aku membayangkan ada superhero yang datang menyelamatkanku.
Namun, yang aneh adalah ketika orang yang menawarkanku tumpangan tersebut lekas menancap gasnya dan melaju begitu saja seolah takut akan sosok Taekim yang baru saja datang.
Kini aku hanya menatap pada mobil itu heran, dan beralih pada Taekim yang ternyata sudah di hadapanku dengan tinggi yang membuatku menengadah karena dia begitu dekat. Wajahnya tampak cemas. Dia masih mengenakan setelan ala eksekutif mudanya dengan rambut bergelombang terhembus angin.
"Siapa yang kau lihat tadi?" tanyanya ikut memandang mobil yang perlahan lenyap di ujung jalan itu.
"Aku tidak tahu. Dan aku baik-baik saja. Kau, kan, harusnya bertanya keadaanku dulu."
Dia mengerjap dan menurunkan pandangannya. "Apa kau baik-baik saja?"
"Kakiku lecet." Aku mengadu sambil menunjuk kaki. "Tanganku pegal." Kemudian aku menunjuk pada kedua lengan dan barang-barang belanjaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE SCENARIO [lengkap]
FanfictionJudul sebelumnya: Filter Shin Naya ditantang Jimin untuk membuat si billioner Taekim sembuh dari trauma. Sebagai imbalan Jimin harus putuskan pacarnya. Namun skenario mereka berantakan ketika Taekim benar-benar jatuh cinta dan dia menuntut Naya atas...