"jen, kenalin gue ke cowok dong, sumpah deh gue pengen ngerasain pacaran lagi."
Jeni yang duduk disebelahnya langsung melirik teman sekantornya itu, serius nih gak salah minta kenalin cowok ke jenina? Wong dia sendiri aja masih setia menjomblo kok sampai sekarang.
Sebelum menjawabnya, ia sempatkan untuk berdehem terlebih dahulu. "Ngerasain pacaran lagi atau ngerasain yang lain?"
Yang ditodong pertanyaan sekarang malah hahahehe kayak gak punya dosa. Ochi menggeser kursinya yang beroda lebih dekat kearah kursi milik temannya itu, ia bahkan mengaitkan lengan miliknya dan berbisik di telinga Jeni.
"Kalo yang opsi kedua itu mah bonus gak sih? Urusan belakangan." setelahnya Ochi kembali menjauhkan kursinya dan menatap Jeni yang kini tengah mengusap lehernya.
"Kenapa gak pake aplikasi dating online aja, kan banyak tuh."
"Iya sih, tapi gue tuh takut deh."
Jeni mengernyit. "Takut kenapa?"
"Banyak yang cuma modus doang, apalagi yang mokondo."
"Ya pilah pilih dong cantik."
Ochi tetap kekeuh dengan pilihannya untuk tidak menggunakan aplikasi dating online, lagipula dulu ia sempat menggunakan aplikasi dating online tapi mungkin memang dirinya lagi apes aja dapet cowoknya mokondo. Habis makan cantik di restoran malah ditinggal kabur alasannya mau ke toilet padahal mah yang tau tau aja.
"Lo gak pengen pacaran apa? Kita tuh udah umur segini, tapi masih jomblo, masih sibuk mikirin besok makan burjo mang hardi apa enggak, jadwal kita juga bukan jadwal ngedate sama cowok malah jadwal beli makan hewan peliharaan kita. Coba deh itu pikirin, gue juga pengen disayang - sayang, pengen di puk - puk terus dibilang 'you did well sayang', apalah cewek independent gue butuh sandaran hidup".
Melihat kesedihan temannya itu membuat perasaan kesepian didalam diri Jeni kembali naik keatas lagi, seolah memberontak demo kalau dirinya juga merasakan apa yang Ochi rasakan juga. Ditambah Ajuy yang menurut Jeni bocil aja udah punya pacar, dirinya masih gini gini aja.
Tapi lagi - lagi logika Jeni kembali menang, ia merasa kalau persoalan asmara dan karir bukanlah suatu yang pantas untuk dijadikan ajang perlombaan siapa cepat lebih dulu. Kalau si Mawar bisa lebih dulu yasudah, Melati juga bisa tapi memang bukan sekarang waktunya.
"Lo kenapa gak jadian aja sama tetangga lo si Tama, kata lo dia udah putus sama pacarnya."
Jeni terkesiap mendengar Ochi berkata demikian. "Lah kenapa jadi nyerempet ke Tama?!"
Ochi mengangkat bahunya. "Yaaaa siapa tau kan perasaan lo sama dia waktu jaman SMA muncul lagi."
Jeni mengibaskan tanganya. "Gila kali ya."
"Eh gapapa kali, emang terkadang harus gila dulu sih Jen, gue liat - liat lo berdua juga cocok."
"Ya itu kan elo yang liat bukan yang lain."
"Anak baru yang bulan kemarin baru masuk tuh menurut gue cakep, tapi dia tuh playboy katanya." Secepat kilat Ochi langsung mengganti topik obrolannya.
"Kata siapa?"
"Banyak kali yang ngomong, gue sih gak nanya ya, cuma lo tau sendiri kan ciwi ciwi magang di kita tuh udah kayak intel, jadi ya kalo soal gitu gitu mah kecil bagi mereka buat tau."
"Serem juga ya, informasi ranah personal aja mereka bisa sampe tau."
"Makanya di kantor kita juga jarang banget gak sih ada kasus selengki gitu."
Jeni kembali mendelik ke Ochi, ada arti gak setuju dibalik matanya itu yang kini tengah balik menatapnya dengan tatapan watadosnya itu.
"Lo belum tau aja! Mereka - mereka yang selengki itu tuh pada main rapi, ketemunya gak disini."
KAMU SEDANG MEMBACA
serendipity
Fanfictionright before i close my eyes the only thing that's on my mind been dreaming' that you feel it too i wonder what it's like to be loved by you. @darksetresseu, june 2024.