Terungkapnya sebuah fakta

73 8 8
                                    

"Aku memang meminta nya namun, bukan ini yang dimaksud semesta,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku memang meminta nya namun, bukan ini yang dimaksud semesta,"

- Dari Bentara kepada semesta

Terik matahari di siang ini begitu menyengat membuat Bentara yang tengah berteduh dibawah pohon itu mendengus kesal, lalu beranjak dari duduknya sambil meraih ransel yang berada disampingnya itu untuk kaitkan di bahunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terik matahari di siang ini begitu menyengat membuat Bentara yang tengah berteduh dibawah pohon itu mendengus kesal, lalu beranjak dari duduknya sambil meraih ransel yang berada disampingnya itu untuk kaitkan di bahunya. Kemudian berjalan santai menuju halte bus yang tak jauh dari sana sembari menikmati lagu dengan earphone pemberian sang Ayah.

Hari ini adalah hari dimana Ibu pulang, setelah dirawat inap selama 2 Minggu lebih dan rencananya, Bentara sengaja membolos lalu meninggalkan beberapa jam pelajaran nya, hanya untuk menyambut Ibu. Karna Bentara sangat senang! Bentara benar benar senang ketika mendapatkan pesan dari sang Kakak bahwa hari ini Ibu pulang.

Itu artinya, Ibu sudah baikkan bukan? Maka dari itu karna Ibu sudah baikkan, rencananya ia akan memasakkan makanan kesukaan Ibu dengan keahlian memasaknya. Mungkin, memang tidak seenak masakan buatan Hangka namun Bentara yakin, rasa nya pun pasti dapat di terima di indra perasa.

Menghentikan langkah nya ketika ia tidak sengaja bersitatap dengan wanita yang selama ini, masih ia rindukan.

"Mama?" Gumam Bentara begitu lirih sambil menajamkan penglihatannya disana.

Dan benar saja, apa yang Bentara lihat barusan adalah Ibundanya namun saat itu, Hiara tidak sendiri, ada seorang anak laki laki yang Bentara yakini bahwa itu adalah Satya, tengah bercanda tawa. Dengan Hiara sesekali mengecup lembut dahi Satya sambil mengacak acak rambut Kakaknya itu dengan gemas diiringi dengan tatapan tulusnya yang tak pernah Bentara lihat.

Disana, tatapan mereka sempat bertemu hanya beberapa detik saja karna setelah nya, Hiara memalingkan wajahnya begitu saja membuat Bentara menahan sesak di dada.

"Bodoh, gue kan udah bukan anak nya lagi," lanjut Bentara bergumam, kemudian langkahnya ia lanjutkan.

...

KARNA KAMU MAS BANI MERELAKAN NYAWANYA BRENGSEK!

Bentara mengurungkan niatnya untuk masuk kedalam ketika ia mendengar teriakan sang Ibu, entahlah, kali ini, hanya kali ini saja! Bentara ingin mengetahui apa yang terjadi.

Kalo aja kamu engga nyoba buat bunuh diri waktu itu, mungkin Mas Bani masih ada disini

Dan kalo aja kamu mau dengerin sedikit omongan dia, DIA GAK AKAN JATUH DARI GEDUNG ITU HANGKA!

MAS BANI GAK AKAN PERGI KALO AJA DIA BIARIN KAMU MATI!

Kamu pembunuh Hangka! Bahkan Mas Bani yang udah baik sama kamu, KAMU MALAH DORONG DIA BUAT JATUH DARI GEDUNG ITU, SIALAN!

DEG

Sesaat, Bentara merasa dunia berhenti sejenak diiringi dengan rasa sakit, kecewa, marah, sedih dan sesak yang berkumpul menjadi satu hingga berhasil membuat perasaanya campur aduk.

Entahlah, saat itu, Bentara ingin marah dan berteriak namun rasa kecewa serta sesak nya lebih mendominasi karna ketika ia mulai sadar dari hening nya. Lengannya ia gerakkan untuk membuka knock pintu sambil meneteskan airmatanya lalu melihat Hangka dengan tatapan kecewa ketika pintu rumah itu terbuka lebar.

Dengan langkah berat, Bentara berusaha menetralkan rasa sakitnya, diiringi dengan jatuh nya airmata yang semakin lama terasa semakin kian menjadi deras.

"Tara," panggil Hangka begitu lirih.

Namun Bentara hanya diam sambil menutup kembali pintu tersebut kemudian berkata. "Itu gak bener kan, Bang?" Tanya Bentara tanpa melihat ke arah Hangka.

"Kamu udah pulang? Mau mak-" ucapan Hangka terpotong begitu saja saat Bentara membentak nya.

"JAWAB BANGSAT!" Bentak Bentara membuat Hangka juga Ibu yang ada disana, terkejut mendengar itu.

Pasalnya, Bentara adalah seorang Adik yang menyayangi Kakaknya, maka tidak ada yang menyangka jika Bentara bisa membentak Hangka sambil mengumpat.

Bahunya bergetar, menahan isakkan yang ingin keluar dengan kedua matanya yang sudah mengeluarkan banyak airmata. 

"Tolong, kali ini aja jawab pertanyaan Tara yang itu Bang, Tara mohon," pinta Tara dengan suara yang terdengar lirih membuat suasana disana kembali hening.

Disana, baik Ibu maupun Hangka tidak ada yang mengeluarkan suara sama sekali, entahlah, Bentara tidak mengetahui apa? Namun yang jelas ia hanya ingin tahu jawaban dari Hangka.

Bentara tidak ingin mendengar dari satu sisi saja, ia juga ingin mendengar pembelaan atau sekedar penjelasan dari sang Kakak namun ketika ia melihat Hangka diam. Disanalah Bentara marah, ia muak dengan Hangka yang selalu bungkam jika ia menanyakan beberapa pertanyaan penting seperti ini.

"Itu gak bener kan? Yang Ibu bilang itu cuma kesalah fahaman belaka kan, Bang?" Ulang Bentara yang dibalas gelengan lemah oleh Hangka.

Dan saat itu, Bentara hanya mendengar. "Maaf, Maafin Abang Tara," yang mampu membuat Bentara menatap tak percaya Hangka.

Lalu dengan kekehan ringan, remaja berumur 17 tahun itu menatap ke arah Hangka yang tengah menatap nya dengan tatapan sendu.

"Jadi semua itu, bener? Dan perlakuan baik Abang selama ini cuma buat nutupin kesalahan Abang yang ini kan? IYAKAN? ABANG SENGAJA BUAT BAIK SAMA TARA KARNA ABANG UDAH BUNUH AYAH? JAWAB TARA, BANG?" Lagi, Bentara kembali melayangkan pertanyaan nya.

Kali ini, Hangka menggelengkan kepalanya. "Engga Tara, Abang pure sayang sama kamu, buk-"

Pranggg

"Basi!" Ketus Bentara menatap tajam sang Kakak ketika ia dengan sengaja melemparkan gelas beling yang berada di sebelah nya.

Lalu melanjutkan jalan nya kembali sambil berkata. "Ternyata Abang gak cuma tuli ya? Tapi, gak punya hati juga," setelah mengatakan itu, Ibu yang tadi diam pun beranjak dari posisinya.

Menatap lekat Hangka yang menundukkan kepalanya membuat rasa sesak didada singgah saat melihat Hangka yang tersudutkan disana namun, egonya mengatakan untuk membiarkan saja.

"Emang bener kata Ibu, seharusnya Abang mati ket-"

"BENTARA!" Teriakan marah Ibu membuat Bentara menghentikan ucapannya.

"Yang boleh mengatakan itu cuma, Ibu! Kamu jangan!" Barulah ketika Ibu mengatakan itu, Ibu beranjak dari sana meninggalkan Hangka juga Bentara disana.

Sementara Bentara? Ia hanya berdecih tak suka saja kemudian kembali berucap. "Tolong jangan anggep Tara Adek lagi, karna Tara malu punya Abang yang tuli dan gak punya hati! Ah, apalagi, dia pernah ngebunuh," membuat Hangka masih diam, sedangkan Bentara semakin mempercepat langkahnya menuju kamar.

Tbc.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 12 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku, Kakak & PetangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang