Bab 7. Sesuatu yang Terlambat untuk Disadari

347 70 8
                                    

Freya sedang berkutat di depan kompor saat Marsha menuruni tangga. Wanita berparas ayu nan dingin itu pun mendekat, lekas berdiri di samping Freya hingga sang empu sadar.

“Eh, Kak Marsha udah bangun?” tanya Freya, sedikit gugup sebab kejadian tadi malam dan tadi pagi.

Marsha hanya berdehem pelan sebagai jawaban.

“Kamu masak apa?”

“Sop buntut, Kak. Suka, kan?”

“Kamu ngajakin saya sarapan di rumah kamu?” tanya Marsha, melirik wajah cantik Freya dari samping.

Dari sudut pandangnya, bulu mata Freya terlihat lentik di balik kacamata bulat tipisnya.

Freya menoleh, menatapnya sekilas. “Nenek yang ngajakin Kak Marsha sarapan di sini sih sebenarnya,” ungkapnya, menjelaskan.

Marsha mengamati dapur sekilas. Wanita paruh baya itu tidak terlihat.

“Nenek baru di belakang, Kak, mau ambil bawang di kebun katanya,” Freya menjawab tanpa ditanya.

Sekali lagi, Marsha mengangguk. Lalu mulai menggulung lengan bajunya sambil melirik berbagai bumbu yang ada di dapur.

“Saya bisa masak, tapi gak jago. Saya bisa bantuin apa untuk kamu?”

“Eh, nggak usah, Kak. Kak Marsha duduk aja, saya bisa sendiri, kok,” tolak Freya cepat.

Mana mungkin seorang tamu ikut membantu. Tamu adalah raja yang pantas dilayani dengan baik.

“Beneran?” tanya Marsha, memastikan.

Freya mengangguk sambil mengawasi panci sopnya.

“Iya, kak Marsha. Kakak duduk aja di meja makan, liatin saya masak,”

“Sebenarnya saya nggak terlalu suka lama-lama di dapur, apalagi liatin orang masak. Kaya gak ada urusan. Tapi, khusus kamu saya bakal lakuin,”

Marsha tidak tahu saja reaksi Freya yang merona saat mendengarkan perkataannya barusan.

Sadarlah Marsha, sifat blak-blakan kamu yang super jujur itu bisa membuat orang gila.

Apa maksud Marsha, Freya itu orang spesial?

Marsha segera menggeret kursi. Duduk manis menyamping dengan kaki menyilang anggun, mengamati Freya yang sedang memasak sarapan untuk nya, dan nenek.

Dilihat dari sini, Freya terlihat sangat cantik. Walaupun hanya menggunakan celana kain dan kaos longgar saja, Cantiknya Freya tidak berkurang sama sekali. Apalagi dengan rambut cepol asal-asalannya, Marsha merasakan debaran di dalam dadanya.

Dia pun menggelengkan kepalanya berkali-kali saat matanya tak sengaja melihat tengkuk Freya yang terekspos. Dengan anak rambut yang tak kebagian cepolan, tengkuk Freya terlihat … ugh, astaga, sensasi apa yang dirasakan Marsha saat ini?

Marsha kembali menggelengkan kepalanya sebagai upaya menghilangkan pikiran kotor yang merasukinya. Hingga tak sadar, bahwa nenek Freya berdiri di belakangnya, membawa keranjang anyam berisi bawang dan sayur mayur lainnya.

Ya, wanita paruh baya itu melihat semuanya.

Dia pernah muda, dan pernah merasakan apa itu cinta. Jangan berlagak bodoh, dia pun juga tahu arti tatapan Marsha saat menatap cucunya. Tatapan itu, sama seperti tatapan kakek Freya saat menatapnya. Tatapan tulus, polos, namun penuh kehangatan.

Atau yang biasa orang-orang bilang, itu adalah tatapan seseorang yang sedang jatuh cinta.

“Cucu nenek memang cantik, kan?”

si Cantik milik si CEOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang