"Morning," sapa Ananta.
Alegra harus mengerjap berkali-kali untuk memastikan matanya yang setajam elang ini tidak salah lihat. Seorang Ananta berdiri di depan kitchen island dengan apron milik Alegra, menuangkan sesuatu dari wajan ke piring. Sesekali melirik Alegra yang masih mematung di ujung pintu masuk area dapur, menimbang-nimbang alasan mengapa pria itu tak kunjung menghampirinya.
"Ada yang salah?" tanya Ananta.
Alegra menggelengkan kepalanya seakan-akan tidak ada masalah, tetapi bibirnya bergerak mengucapkan ketidakpahamannya. "Satu hari setelah ketemu Amora, lo mulai menerima peran lo sebagai tunangan. Kalau tau gitu, udah gue seret itu orang dari kapan tau."
"Gak baik ah nyeret mantan," sindir Ananta.
Alegra menatap perempuan itu tidak percaya. "You want to play the ex's card? Pakai bawa embel-embel mantan segala. Siapa yang kasih tau? Andra?"
"Amora sendiri. Dia masih ada rasa sama lo, tapi udah dijodohin sama Andra."
"Iya kah?" Alegra tidak begitu tertarik dengan pembahasan ini. Pria itu jalan mendekat untuk menemukan apa yang Ananta buat pagi-pagi buat begini. Sebuah panekuk yang jika dibalik berwarna hitam. Two tone pancake, Alegra menamainya seperti itu.
"Ah, gue buatin kita breakfast. Sorry, gosong dikit..."
Alegra menggunakan pisau emas yang ada di atas meja untuk melihat sisi panekuk yang keadaannya mengenaskan. Ia tidak bisa menemukan bagian mana yang menurut Ananta itu gosong dikit.
"Do I need to eat this one? " tanya Alegra meyakinkan diri sebelum ia menelan bulat-bulat hasil karya tunangannya dengan sukarela. Siapa tahu yang ini mau Ananta buang karena gagal.
Ananta mengangguk. "Gak baik buang-buang makanan. Makan. Lagi kalau pakai maple syrup rasanya pasti fine-fine aja kok."
Fine-fine aja katanya. Alegra membatin sambil tetap duduk di depan sarapan yang sudah tunangannya siapkan. "Lo tau, Ta? Gue baru aja menyelamatkan lambung Andra."
"Kenapa Andra ada di percakapan ini?"
"Kemarin gue banyak ngobrol sama Andra. Dia ngaku kalau naksir lo dari SMA."
Ananta menghentikan pergerakannya dan menatap Alegra tidak percaya. "Dia suka sama gue?"
"Kaget banget?" Nada Alegra terkesan menyindir.
Ananta mengeluarkan apron ke atas dari lehernya, menggantungnya di dekat lemari pendingin dan duduk di hadapan Alegra. Bukan two tone pancake yang perempuan itu makan, melainkan sereal. "Kalau tau Andra suka sama gue, udah gue propose ke kakek kalau mau jodohin gue suatu saat, sama dia aja... Lebih baik, lebih sabar, lebih dewasa, lebih kalem, lebih lebih lah pokoknya."
Giliran Alegra menatap perempuan itu tak percaya. Ia mengakan Andra lebih baik darinya di saat panekuk gosong itu berada di dalam mulut Alegra saat ini untuk dikunyah lalu ditelan dengan sukarela? Jangan bicara pengorbanan dengan Alegra.
Seakan tahu saat Alegra menghentikan kunyahannya dan membuka mulut pria itu tidak percaya. Ananta malah tertawa. Tertawa keras sekali sampai Alegra bertanya-tanya apa yang lucu?
Masih dalam keadaan terbahak, Ananta bangkit dari posisinya tanpa meninggalkan tempat duduknya. Memajukan tubuhnya, merentangkan tangannya dan menepuk kepala Alegra lembut seakan pria itu adalah bayi lima tahun. "Utuk, utuk, betanda tayangku."
Alegra tersedak.
Tangan pria itu langsung mencari gelas air dingin yang Ananta sudah siapkan.
"Ya elah, gitu aja udah keselek," goda Ananta yang tujuannya mencairkan suasana setelah menyesal atas kelakuannya beberapa detik lalu. What's wrong with her? Itu bukan Ananta banget. Perempuan itu kan terlihat kontra sekali dengan perjodohan ini, kenapa tiba-tiba berlagak seperti perempuan 17 tahun yang baru bangun dari tidurnya dan langsung dihadapkan dengan pria tampan. Wait, gue barusan ngomong pria tampan?
KAMU SEDANG MEMBACA
From The Start
FanfictionKematian sang kakek mengharuskan Ananta Jovanka Pramoedya memenuhi perjodohannya dengan Alegra Putra Rajendra─the number one heartbreaker in history.