Alegra membolak-balik laporan analisis persaingan yang dikirim Pak Adjie pagi tadi. Masih ada sekitar satu tahun setengah sampai debutnya menjadi bagian dari Keluarga Pramoedya di hadapan publik. Setelah satu minggu tinggal di sini, Alegra terkejut akan satu hal. Rumah mewah yang selalu menjual cerita kehangatan ini, ternyata tidak jauh dari padang pasir sepi nan gersang. Tidak ada satupun keluarga Pramoedya yang Alegra lihat, selain Ananta.
Bagaimana perempuan itu hidup selama ini? Bagaimana jadinya jika Kakek Pramoedya tidak menuliskan wasiat dan menyeretnya masuk ke dalam keluarga ini? Apa yang akan perempuan itu lakukan untuk bertahan hidup? Apakah Keluarga Pramoedya lain kejam seperti sebagian dari Keluarga Rajendra? Kemana orang tuanya? Kemana saudara-saudara lainnya?
Jika saja Kakek Pramoedya masih hidup, sepertinya Alegra tidak akan kesulitan menebak-nebak seperti ini. Sayangnya jika begitu, ia tidak akan berada di sini karena Keluarga Pramoedya masih memiliki identitasnya yang hidup, yang bergerak dan yang bernapas.
Mungkin kakeknya tahu tentang semua ini. Kakeknya sudah bersahabat dengan kakek Ananta sejak Indonesia belum berubah, Jakarta masih kebanyakan rawa-rawa. Bahkan, kakeknya lebih mengenal Kakek Pramoedya jauh melebihi keluarganya sendiri─penyumbang terbesar alasan terseretnya Alegra ke dalam keluarga kacau ini.
Bertanya dengan Pak Adjie pun tidak memberikan jawaban. Setiap Alegra bertanya tentang apa yang terjadi di keluarga ini, bagaimana Ananta tertinggal sendirian di rumah semewah dan sebesar ini, beliau selalu bungkam. Bukan ranah saya untuk menjelaskan. Saya hanya diminta Almarhum Bapak untuk membimbing kamu memimpin perusahaan, Nak Ale.
Apalagi bertanya pada tunangannya langsung? Mereka berbicara hanya seperlunya, walaupun Ananta sering terlihat gugup ketika jarak mereka terlalu dekat atau ketika Alegra kelewat batas saat menggodanya.
Terpaku pada pekerjaannya, Alegra baru menyadari bahwa waktu menunjukkan pukul sebelas malam dan Ananta belum pulang. Ia bangkit dari tempat duduknya, membuka connecting door untuk memastikan keberadaan Ananta dan nihil.
Membuka kolom pesannya dengan Ananta, Alegra meringis melihat semua pesannya tidak dibalas. Ia sempat heran, bagaimana bisa ia menyukai perempuan sekeras kepala ini lima tahun lalu?
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Centang satu.
Alegra berharap bahwa ia ada di jurusan kedokteran, bukan arsitektur, agar bisa membedah isi kepala perempuan itu untuk tahu apa isinya.
Alegra memang bukan pria baik-baik, tetapi ia cukup pintar untuk mengetahui bahwa hal-hal buruk kebanyakan terjadi di tengah malam. Banyak yang menginginkan Keluarga Rajendra, Keluarga Pramoedya itu runtuh. Jadi, ada baiknya tahu pemahaman bahwa hidup cuma sekali. Ketika sudah meninggal, tidak bisa hidup lagi.
Memang tidak ada yang mengancam mereka terang-terangan, tetapi kemana pun mereka berjalan, bergerak, bernapas, semua disekitar mereka adalah ancaman.
Kira-kira seperti itu rasanya hidup bergelimang harta.