Suara pukulan demi pukulan kian terdengar semakin jelas seraya kaki Alegra melangkah masuk menuruni ruang bawah tanah kediaman Pramoedya.
Ruang bawah tanah yang sengaja dirancang oleh Almarhum Kakek Pramoedya untuk sang cucu kesayangan berolahraga. Tempatnya sederhana, hanya dijembatani oleh tangga kayu menuju ke ruangan kotak dengan peralatan tinju dan satu buah sofa.
Ananta sangat menyukai boxing dibalik tubuh proporsional bak modelnya itu. Menurutnya boxing itu sempurna untuk mengumpulkan semua amarah dan kekhawatiran, dikumpulkan ke salah satu titik di dalam tubuhnya, disalurkan oleh otot tangannya dan diubah menjadi sebuah pukulan. Pukulannya memang tidak sekuat pria pada umumnya, namun cukup untuk membuat pria yang sedang menatapnya sengak ini babak belur.
"Ngapain ke sini?"
Alegra melipat kedua tangannya di depan dada, bersender pada dinding dan memperhatikan Ananta dari atas sampai ke bawah. "Emangnya gak boleh main ke tempat tunanganku sendiri?"
Aku? Ananta bergidik ngeri seraya melayangkan pukulan terakhir untuk mengakhiri sesi olahraganya yang terganggu ini. "Aku? Doesn't really suit you."
Pertama kalinya Ananta mendengar kata aku ke luar dari bibir the number one heartbreaker in history. Siapa yang tidak mengenal Alegra Putra Rajendra yang baru saja dikabarkan putus dari seorang model papan atas dan baru saja diumumkan bertunangan dengannya?
Pria itu terkekeh ringan. "Biasain, Ta. Status kita udah beda sekarang. Media mau ngomong apa lagi kalau lihat lo kontra banget sama perjodohan ini?"
"Gue gak peduli. Ya, karena dari awal emang gue gak mau dijodohin sama lo, sama siapapun."
Alegra tidak mempedulikan kalimat perempuan itu karena pada akhirnya kenyataan yang berbicara. Bagaimanapun mereka sudah melakukan pertunangan dan wasiat Almarhum Kakek Pramoedya itu sakral, ditulis serinci mungkin agar tidak menimbulkan konflik apalagi perpecahan. Almarhum bahkan menuliskan di mana mereka tinggal setelah pertunangan, tanggal pernikahan akan berlangsung, tempat tinggal setelah menikah. Semua terencana dengan sempurna yang Alegra yakini ada sesuatu sangat besar dibaliknya, sesuatu yang mengancam beliau.
"Emang lo boleh nolak? Bisa nolak?"
Alegra bukan tidak ingin menolak─ia sangat ingin menolak, melainkan Alegra lebih pintar. Ia tahu usaha menolak itu sia-sia apalagi sudah tertulis dalam sebuah wasiat oleh orang paling berkuasa di hidup mereka semua. Kakeknya sendiri pun tak akan tanggung-tanggung mengeluarkannya dari daftar kartu Keluarga Rajendra jika Alegra berani menentang.
Pada akhirnya semua akan sia-sia. Sebesar apapun usahanya, Alegra tidak memiliki kekuasaan sebesar Almarhum Kakek Pramoedya dan kakeknya sendiri, Kakek Rajendra.
Alegra hanya perlu mendapatkan jawaban kenapa harus dia yang dipilih oleh Almarhum Kakek Pramoedya? Ia bukan cucu tunggal Kakek Rajendra. Masih ada Mas Jamal dan Mas Dimas yang sudah jauh lebih matang dibandingkan dengannya.
Ananta tidak menjawab pertanyaan Alegra karena perempuan itu juga tahu bahwa sama dengan Alegra, ia tidak bisa menolak. Almarhum kakeknya itu tahu apa yang terbaik untuknya─Ananta tahu itu, ia masih butuh waktu untuk menerima perjodohannya dengan The Great Great Alegra Putra Rajendra.
Bukan karena Ananta tidak mengenal Alegra, mereka saling mengenal sejak usia lima tahun meskipun tidak akrab, walaupun para kakek sering mempertemukan mereka dalam berbagai kesempatan. Misalnya seperti, saat agenda mancing, Kakek Rajendra akan membawa Alegra dan Kakek Pramoedya akan membawa Ananta.
Satu lagi, ada sebuah sejarah yang hanya mereka berdua yang tahu. Alegra pernah menyatakan perasaannya pada Ananta saat mereka duduk di bangku SMA dan Ananta menolaknya.
Alegra bahkan masih ingat persis bagaimana perempuan itu menolaknya. Gue gak mau hidup sama orang kayak lo, kayak bokap gue, dan cowok-cowok konglo kayak kalian. Kalian itu manipulatif, gak menghargai orang lain dan cuma mau ngejar uang! Padahal waktu itu harta Alegra hanya satu unit Audi R8 pemberian sang Ayah. Apa yang ingin dikejar?
Sudut bibir Alegra pun terangkat melihat satu-satunya perempuan yang merusak track record penolakan Alegra yang tidak pernah ditolak ini merangkak ke atas pangkuannya dengan sendirinya. Tercatat sampai hari ini─sebelum Ananta, Alegra sudah memiliki total 28 mantan kekasih dan yang terakhir berakhir dua jam setelah wasiat Almarhum Kakek Pramoedya keluar.
Ananta sudah selesai memasukkan peralatan olahraganya ke dalam tas, lantas ia berjalan memanjat anak tangga dan meninggalkan Alegra di belakangnya.
Pria itu sontak mengekori Ananta bak anak bebek yang kehilangan induknya sampai ke atas. Berjalan kecil mengikuti langkah perempuan yang tidak akan menoleh ke arahnya sampai sesuatu memicunya.
"Minggu depan aku udah pindah tinggal di sini," ujar Alegra.
That "aku" lagi.
Ananta memberhentikan langkahnya dan berbalik ke belakang.
Tubuh mereka hampir terbentur jika refleks Alegra tidak sesempurna ini─berkat olahraga yang terus menerus ia lakukan sejak kecil. "Sesuai wasiat Almarhum kakek... lo," buru-buru Alegra mengingatkan sebelum dihujani wajah ketus Ananta. Terkadang Ananta tidak ingat bahwa Alegra bertindak sesuai apa yang tertulis dalam wasiat.
Wajah perempuan itu sudah alami ketusnya. Mata dan rahangnya tajam, hidungnya terpahat sempurna, kulitnya putih, bibirnya tipis. Seperti putri kerajaan sombong yang keluar dari cerita dongeng. Lima tahun lalu Alegra pernah menyukai Ananta karena perempuan itu luar biasa cantik dan rasanya tidak bisa tergapai meskipun seorang Alegra yang mencobanya. Ia selalu menentang kakeknya ketika hal terjadi tidak sesuai logikanya. Ia selalu mencoba mengatakan keinginannya walaupun berakhir menurut.
Tanpa sadar, Alegra sudah sangat mengenal Ananta sejak lama.
"Gue ke sini cuma buat lihat progress pembuatan tambahan kamar di sebelah kamar lo, Ta. Sama gue modif sedikit, sih. Nambahin connecting door kamar gue ke kamar lo."
"Kapan selesai?" tanya Ananta di luar ekspektasi.
Alegra sudah siap dihujani makian perempuan itu karena ia tidak memberitahu siapapun tentang connecting door yang ia tambahkan sendiri. Alegra itu jurusan arsitektur, makanya ia sendiri yang merancang perubahan layout kamar ini─seijin Almarhum Kakek Pramoedya, sesuai wasiat. Mungkin Ananta kelelahan setelah boxing cukup lama, Alegra bisa lihat dari peluh yang membasahi tubuh Ananta. Kulit putihnya yang lebih banyak terpampang dibandingkan dengan pakaian yang perempuan itu gunakan, langsung bersinar begitu tersorot cahaya lampu.
"Tiga hari lagi. Tiga hari setelahnya gue pakai pindahan. So, I'm officially staying here next week." Alegra dengan sengaja mengikis jarak di antara mereka sampai-sampai ia bisa mendengar deru napas Ananta yang semakin tercekat. Aura panas perempuan itu sangat terasa, dibalut celana legging ketat 3/8 dan sports bra bertuliskan NIKE, rambut panjangnya diikat ke atas berantakan dan memperlihatkan leher putih jenjang dengan tulang-tulang yang mengeras, mata tajam itu semakin tajam, pipi Ananta merah seperti terbakar. Alegra sekarang paham bahwa ia ternyata punya kendali atas Ananta dengan memaksakan sedikit keberanian saja.
Melihat Ananta yang tidak bergerak dan napas yang tidak beraturan. Alegra dengan nekat mengecup singkat pipi kanan Ananta sembari berbisik,"See you soon, Babe. Aku ada di sirkuit kalau kamu cari," dan setelah itu, Alegra pergi tanpa menunggu sepatah kata pun dari Ananta.
KAMU SEDANG MEMBACA
From The Start
Fiksi PenggemarKematian sang kakek mengharuskan Ananta Jovanka Pramoedya memenuhi perjodohannya dengan Alegra Putra Rajendra─the number one heartbreaker in history.