Ruangan itu terasa begitu hening setelah pernyataan Lucian. Elara menatapnya dengan tatapan penuh tanya, tidak bisa mempercayai apa yang baru saja dia dengar. Bagaimana mungkin Lucian tahu tentang masa lalunya? Dia yang selama ini berusaha untuk menyembunyikan setiap jejak kelam dari kehidupannya, dan sekarang dia dihadapkan pada kenyataan bahwa Lucian sudah mengetahuinya.
Lucian duduk dengan tenang di hadapannya, seolah semua ini sudah dia perhitungkan sebelumnya. Senyumnya yang tajam dan penuh teka-teki hanya membuat Elara semakin bingung.
“Apa maksudmu dengan ‘kamu sudah tahu’? Apa yang kamu tahu tentang aku, Lucian?” suara Elara bergetar, berusaha untuk tidak kehilangan kendali.
Lucian menarik napas panjang, lalu memandang keluar jendela besar yang menghadap ke kota. Suasana hening sejenak, sebelum akhirnya dia berbicara dengan suara yang penuh makna.
“Aku tahu lebih banyak dari yang kamu kira, Elara. Aku sudah tahu tentang masa lalu keluarga kamu, tentang apa yang terjadi dengan ayahmu, dan bagaimana itu memengaruhi hidupmu. Aku juga tahu tentang alasan kamu mendekatiku. Tapi, yang lebih penting, aku tahu siapa kamu sebenarnya.”
Elara terpana, mulutnya terbuka, tetapi kata-kata tak kunjung keluar. Semuanya terasa begitu surreal—Lucian Alistair, pewaris perusahaan besar yang selama ini dia anggap jauh di atasnya, ternyata mengetahui lebih banyak tentang dirinya daripada yang dia perkirakan. Bagaimana bisa?
“Apa yang kamu maksud dengan ‘siapa aku sebenarnya’?” tanya Elara akhirnya, suaranya terdengar lebih lemah dari yang dia inginkan.
Lucian menatapnya intens. “Kamu bukan hanya gadis yang datang dari keluarga sederhana, bukan? Kamu lebih dari itu. Kamu punya keberanian, kebijaksanaan yang luar biasa, dan... kamu menyembunyikan potensi besar dalam dirimu. Tapi, ada sesuatu yang lebih dalam lagi yang membuatmu tidak pernah ingin terlihat seperti yang sebenarnya.”
Elara menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan emosi yang mulai mengalir. Lucian benar. Dia memang menyembunyikan banyak hal—membungkus dirinya dalam lapisan kesederhanaan, melupakan siapa dia sebenarnya. Tetapi, mengapa Lucian tahu itu semua?
“Apa kamu tahu tentang... tentang orang tuaku? Tentang masa lalu yang menghantui aku?” tanya Elara, suaranya hampir tidak terdengar.
Lucian mengangguk perlahan, seolah dia sudah memikirkan segalanya sebelumnya. “Aku tahu lebih dari yang kamu kira. Aku tahu kamu berusaha melarikan diri dari masa lalu, tapi ada sesuatu yang lebih besar yang mengikat kita berdua, Elara. Sesuatu yang aku tidak bisa jelaskan begitu saja.”
Elara menatapnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. “Apa yang kamu maksud? Kenapa kamu tidak memberitahuku dari awal? Kenapa harus menyembunyikan semua ini?”
Lucian berdiri dan berjalan ke arah jendela, menatap ke luar, tampak berpikir keras sebelum akhirnya berbicara lagi. “Karena, Elara, aku punya misi yang lebih besar daripada sekadar perasaan kita. Aku tidak bisa mengungkapkan semuanya begitu saja. Ada banyak hal yang perlu kamu ketahui, tapi tidak sekarang.”
“Misi?” Elara hampir tidak bisa mempercayai apa yang dia dengar. “Apa maksudmu dengan misi? Jangan bilang kalau ini semua hanya bagian dari permainanmu, Lucian!”
Lucian menoleh, matanya tajam, dan Elara bisa merasakan ada kekuatan yang tak terungkap di balik tatapan itu. “Aku tidak pernah mempermainkan perasaanmu, Elara. Tapi aku terjebak dalam sesuatu yang jauh lebih rumit dari sekadar cinta. Kamu perlu tahu siapa dirimu sebenarnya, karena takdir kita terjalin lebih dalam dari yang kamu bayangkan. Dan sekarang, kita berada di titik yang tidak bisa mundur.”
Elara merasa semakin bingung dan terpojok. Apa yang Lucian coba katakan? Dan apa hubungan masa lalunya dengan apa yang sedang mereka jalani sekarang? Semua terasa seperti teka-teki yang semakin rumit.
“Apakah kamu tahu bahwa ayahku—” Elara mulai berbicara, tetapi Lucian segera memotongnya dengan lembut.
“Aku tahu, Elara. Aku tahu lebih banyak dari itu. Tapi ada hal yang harus kamu pahami, ada alasan kenapa aku berada di sini, di sisimu. Dan mungkin ini adalah kesempatan terakhir kita untuk menghadapi semuanya.”
Lucian menghela napas panjang, kemudian berjalan mendekat. “Kita akan menghadapi banyak rintangan. Kesenjangan antara kita bukan hanya soal status sosial, tapi lebih pada apa yang kita inginkan dari hidup ini. Kamu punya banyak mimpi yang belum kamu kejar, dan aku punya tugas yang lebih besar daripada sekadar menjadi pewaris perusahaan ini.”
Elara merasa jantungnya berdegup kencang. “Tugas? Jadi, kamu punya misi yang lebih besar, dan aku cuma bagian dari itu?”
Lucian menggelengkan kepala. “Bukan begitu, Elara. Kamu lebih dari itu. Kamu adalah kunci untuk mengubah semuanya. Tapi untuk itu, kamu harus memahami siapa dirimu dulu. Kamu harus siap menghadapi kenyataan tentang dirimu sendiri.”
Elara terdiam, bingung dan takut akan apa yang mungkin dia ungkapkan. Ada banyak hal yang harus dia hadapi, banyak rahasia yang belum terungkap. Tapi satu hal yang jelas—hubungannya dengan Lucian, cinta mereka, kini terperangkap dalam jaringan takdir yang lebih besar, penuh tantangan dan perjuangan.
“Apakah kita bisa bertahan, Lucian?” tanya Elara akhirnya, dengan suara yang penuh keraguan. “Apakah kita bisa menghadapinya bersama?”
Lucian tersenyum, meskipun senyumnya itu lebih tampak seperti sebuah janji yang tak terucapkan. “Kita akan tahu jawabannya, Elara. Seiring berjalannya waktu. Tak ada yang pasti, tapi kita akan berjuang bersama. Karena ini bukan hanya tentang cinta kita. Ini tentang masa depan yang lebih besar.”
Elara mengangguk perlahan, meski hatinya penuh pertanyaan. Mereka memang berada di persimpangan jalan, dan setiap langkah yang mereka ambil akan menentukan bukan hanya nasib cinta mereka, tetapi juga masa depan yang tak terduga.
Dan di balik semuanya, takdir mereka terus berputar, membawa mereka menuju akhir yang belum terungkap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love at the Crossroads of Destiny
RomanceDi persimpangan jalan hidup yang penuh liku, Elara Verinne, seorang gadis sederhana dengan impian besar, dan Lucian Alistair, pewaris perusahaan ternama, bertemu dalam keadaan yang tak terduga. Elara tumbuh dalam kesederhanaan, percaya bahwa cinta s...