"Hai, bocah tengik. Akhirnya kamu kembali."
Leon memutar bola matanya, sudah bisa menebak nada sinis itu. "Pak tua, apakah kamu pura-pura kaget? Siapa yang mengancam akan membekukan seluruh rekeningku dan mengusik agensi tempat aku bekerja kalau aku tetap bertahan di sana?"
"Hei! Mana sopan santunmu?" Bentakan itu datang, seperti biasa.
Leon hanya menghela napas sambil melempar pandangan malas ke arah kakeknya yang berdiri dengan tongkat di tangan. "Kakek, ayolah. Aku yakin kamu memaksaku pulang bukan cuma untuk berdebat soal ini lagi, kan?"
Setidaknya, kalimat itu berhasil membuat sang kakek sedikit tersenyum tipis. "Bagus kalau kamu bisa berpikir begitu."
Leon mendengus, melipat tangannya di dada, sementara keningnya berkerut. "Jadi, apa sekarang? Kamu pasti punya rencana aneh lagi, kan?"
Sang kakek berjalan mendekat dengan langkah mantap, menatap cucunya dengan tajam. "Kakek punya tugas untukmu."
Leon mengangkat alis, malas. "Tugas? Apa lagi kali ini?" tanyanya tanpa rasa ingin tahu sedikit pun, sambil bersantai di sofa dengan kaki naik ke atas meja.
"Keluarga kita baru saja mengambil alih saham mayoritas salah satu agensi hiburan di negara ini."
Mata Leon langsung melebar. "Untuk?!" serunya tak percaya. Baginya, ini berita yang mustahil. Sang kakek selalu mencibir pekerjaannya di dunia seni dan hiburan. Dan perusahaan keluarga mereka, yang selama ini fokus di bidang properti, kenapa tiba-tiba tertarik dengan agensi entertainment?
Sang kakek mengangkat bahu dengan santai. "Tidak ada tujuan yang terlalu besar. Lagian, suka-suka kakek. Uang-uang kakek."
"Hah?" Leon ternganga. Itu alasan paling absurd yang pernah dia dengar.
Namun, sebelum dia sempat mengajukan lebih banyak protes, sang kakek melanjutkan, "Agensi itu menaungi grup idola JKT48. Saat ini, grup itu sedang berada di masa transisi. Generasi baru telah bergabung—Generasi 11, 12, dan yang baru diumumkan, Generasi 13. Tapi, di saat yang sama, mereka kehilangan beberapa pioneer-nya karena memilih untuk lulus."
Leon menatap sang kakek, mencoba mencernanya. "Dan apa hubungannya semua itu denganku?"
"Hubungannya?" Sang kakek tersenyum licik. "Kakek ingin kamu menjadi manajer mereka. Pelatih dan juga secara pekerjaan kamu menjadi wakil Ceo menemani om kamu."
Wajah kaget, bingung, dan tidak mengerti dari Leon tergambar jelas. Saat aneh untuknya ketika kakeknya membicarakan sebuah idol group yang dia tau cukup terkenal di negeri ini.
"Oleh karena itu, kakek minta kamu membantu manajemen untuk mengolah bakat terutama dari tiga generasi itu."
"Maksud kakek?" Tanyanya kaget. Gimana nggak, selama ini saja kakeknya tidak pernah setuju dengan pekerjaan yang dia geluti.
"Tugas utana kamu menjadi pelatih mereka, mengembangkan bakat dan kemampuan mereka, buat menjadi idol yang multitalenta dan mampu mengguncang di kalangan fans nya."
"Hah-" Leon merasa bodoh untuk sesaat. "Aku!!" Tunjuknya pada diri sendiri.
Sang kakek mengangguk.
"Aku harus melatih anak-anak ingusan itu?" Tanyanya dengan tidak percaya. Leon tau Jkt48 itu terkenal disini, namun Leon juga tau kemampuan gadis-gadis itu bukan standarnya sama sekali. Dia yang terbiasa dengan bakat-bakat mumpuni dari individu, sama sekali tidak tertarik dengan grup yang tampilnya keroyokan bawa kawanan satu RT itu.
"Kakek, ayolah– Kamu bercanda?"
"Tidak ada yang bercanda di sini Leon Manual. Menurutmu untuk apa kakek membeli saham agensi itu?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Melewati Batas ||ORINE||
FanfictionRasa bisa datang tanpa izin, tidak tau tempat kondisi dan situasi