Chapter 13

20 5 3
                                    

Di kelasnya, Leya dikenal sebagai siswi cantik yang aktif dan pintar. Ia selalu mengikuti pelajaran dengan semangat. Di kelasnya, Leya duduk bersebelahan dengan Adel, sahabat yang paling dekat dengannya. Mereka berdua kerap mengerjakan tugas bersama, dan Leya merasa nyaman bisa berbagi cerita dengan Adel, yang selalu mendengarkan. Nopi dan Aol duduk di belakang mereka, sementara Ranti dan Najwa di barisan sebelah kanan. Reni, yang paling tomboy di antara mereka, duduk dengan Abim, satu-satunya anak cowok di kelompok mereka yang juga terkenal pandai di kelas. Setiap ada tugas kelompok, mereka pasti langsung bergerombol untuk bekerja bersama.

Suatu hari, saat pelajaran selesai dan bel istirahat berbunyi, keenam sahabatnya langsung menghampiri Leya. keenam sahabat itu berencana pergi ke kantin seperti biasa.

"Yuk, ke kantin, ley!" ajak Reni penuh semangat.

Leya mengangguk sambil membacakan buku-bukunya. "Ayo! Aku lagi pengen banget minum es jeruk."

Ketika mereka berjalan menuju kantin, tiba-tiba terdengar suara dari arah kelas sebelah. Beberapa anak laki-laki yang duduk di ambang pintu langsung memanggil Leya.

"Leya," panggil Tegar sambil tersenyum lebar.

Leya menoleh, sedikit kaget. "Oh, hai, Tegar! Ada apa?"

Tegar menggaruk-garuk kepala sambil sedikit gugup. "Kamu... mau ke kantin, ya? Kalau gak keberatan, aku boleh ikut gak?"

Adel yang berdiri di samping Leya, tersenyum kecil sambil melirik ke arah Leya. "Wah, kayaknya ada yang mau nganterin kita ke kantin nih, Ley," canda Adel, setengah menggoda.

Leya sedikit tersenyum, tapi merasa canggung. "Ah, gak usah, Teg. Aku kan rame-rame sama temen-temen."

Tegar tertawa, mencoba bersikap santai meski terlihat sedikit kecewa. "Iya, gak apa-apa kok. Aku cuma mau ngajak ngobrol sebentar."

Leya mengangguk sopan. "Makasih ya, Tegarr. Tapi aku mau sama temen temenku ajaa."

Aol, yang mendengar percakapan itu dari belakang, ikut menyahut sambil bercanda, "Wah, Tegar! Sabar ya. Kayaknya Leya udah cukup dijaga sama kami berenam."

Semua tertawa, termasuk Tegar yang berusaha menyembunyikan rasa malunya. Setelah Tegar kembali ke kelasnya, Leya dan teman-temannya lanjut ke kantin. Namun, di perjalanan, Adel tampak memperhatikan Leya dengan tatapan yang sedikit aneh.

"Ley, kamu tahu gak kalau Tegar itu suka sama kamu?" tanya Adel sambil tersenyum kecil.

Leya mengerutkan kening. "Ah, masa sih? Aku gak tahu tuh."

Nopi ikut nimbrung. "Iyalah, Ley! Tiap kamu lewat kelasnya, dia pasti langsung nungguin buat manggil kamu."

Leya hanya menggeleng dan tersenyum canggung. "Ih, jadi gak enak deh kalau ketemu dia."

Saat mereka sampai di kantin, keenam sahabat itu langsung duduk di meja favorit mereka dan memesan makanan. Mereka makan sambil tertawa-tawa, ngobrol tentang berbagai hal, mulai dari pelajaran sampai cerita-cerita lucu di kelas.

Tegar beberapa kali terlihat lewat di depan kantin, mungkin ingin memastikan Leya masih di sana. Setiap kali Tegar muncul, teman-teman Leya, terutama Aol dan Reni, pasti langsung heboh menggodanya.

"Eh, lihat tuh, Lay! 'Penggemar' kamu dateng lagi," kata Reni sambil cekikikan.

Leya langsung menunduk dan pura-pura sibuk makan. "Ya ampun, jangan pada ngeledek gitu, dong. Kasihan Tegar."

Adel tersenyum sambil berkata pelan, "Sabar aja, Ley. Kadang ada yang suka kita, tapi belum tentu kita bisa balas perasaannya."

Leya menatap Adel dan mengangguk pelan. "Iya, bener juga. Aku cuma gak pengen ada yang merasa gak nyaman."

Leya sempat berpikir tentang Tegar dan bagaimana ia merasa sangat canggung dan risih dengan perhatian lebih yang tegar kasih untuk leya dan itu lebih dari sekedar teman. Adel, yang biasanya mengerti isi hati Leya, hanya tersenyum dan memberi dukungan tanpa banyak bertanya.

Dalam hati, Adel sebenarnya menyimpan perasaan pada seseorang juga yaitu Rehan dari tim futsal. Namun, Adel belum pernah bercerita pada siapa pun, termasuk Leya, karena takut menambah beban pikiran sahabatnya.

Setelah makan, mereka kembali ke kelas. Leya merasa agak lega, meski sedikit canggung setiap kali melihat Tegar dan teman-temannya. Ia bahkan sempat bercanda dengan teman-temannya bahwa mulai sekarang, mungkin ia harus menunggu situasi sepi dulu sebelum keluar kelas supaya tak bertemu mereka.
“Jadi, besok kalau kamu mau ke kantin, kamu harus bawa pelindung ya, Lay,” canda Aol sambil tertawa.

Leya tertawa kecil, “Iya, kamu aja yang jadi pelindungnya ya?”

Mereka semua tertawa. Meskipun situasi di sekolah baru itu terkadang membuat Leya merasa canggung, keenam sahabatnya selalu berhasil membuat suasana menjadi ringan dan menyenangkan. Bagi Leya, mereka adalah tempat ternyaman di sekolah yang selalu membuatnya merasa aman dan bisa menjadi dirinya sendiri.

Mengapa Jalan Hidupku Berbeda?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang