Satria merasa tidak enak badan. Mungkin karena minum terlalu banyak, jadi tubuhnya memberi reaksi berlebihan. Padahal, niat awalnya tidak seperti itu. Ia hanya ingin minum sedikit untuk mendinginkan kepala, tapi malah dingin sampai ke Yugo-Yugonya. Iya, benar. Anak itu masih mendiamkannya sampai detik ini. Bahkan, pergi untuk berolahraga pun sama sekali tidak pamit. Dia sendiri hanya tiduran saking lemasnya, tetapi seprainya kotor, jadi mau tidak mau dia harus meminta bantuan.
Dia mengambil ponselnya susah payah, kemudian menelepon sang asisten rumah tangga yang sudah pasti sedang sibuk di bawah.
"Halo, Mbak. Bisa ke kamar saya sebentar?"
Setelah mendengar jawaban, Satria langsung mematikan sambungan teleponnya.
Hanya selang beberapa saat, suara ketukan pintu terdengar.
"Masuk."
Mbak Nani masuk dan tampak kaget melihat Satria sekarang. "Lho? Bapak kenapa? Sakit tah?"
Lelaki itu menggeleng, lalu berkata, "Mbak maaf banget seprai saya kotor tadi kena muntahan dikit, tolong dicuci, ya, tapi diberesin dulu kamar sayanya sebelum Mbak nyuci."
"Bapak tiduran di kamar Mas Yugo dulu aja kalau gitu, nanti setelah beres saya bilang."
"Anaknya lagi ngambek."
"Nggak apa-apa, nanti baikan lagi. Mas Yugo itu sebetulnya nggak tegaan. Apalagi lihat Bapak sakit begini pasti langsung dimaafin."
"Ya udah, saya tunggu di kamar Yugo. Nanti kalau misal udah selesai, panggil saya, ya, Mbak. Takut anaknya keburu pulang."
"Siap, Pak."
Satria melangkah pelan ke kamar putranya. Kamar itu memang tidak pernah dikunci. Tidak ada batasan antara dia dan Yugo, meski demikian Satria tetap menghargai privasi putranya dengan tidak pernah melihat-lihat apa pun. Ia lebih tertarik untuk bertanya keseharian anak itu dibanding mencari tahu sendiri. Namun, perutnya kembali berulah. Sedikit tergesa dia masuk ke kamar mandi, kemudian memuntahkan isi lambungnya. Terdapat bercak kemerahan dalam muntahannya, tetapi Satria tidak terlalu terkejut. Beberapa kali memang seperti ini ketika dia keterlaluan. Yakin tidak akan muntah lagi, Satria langsung membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur Yugo.
Tangannya bergerak mengambil selimut, kemudian meringkuk di bawahnya.
***
Yugo sebenarnya tidak tenang meninggalkan papanya yang terlihat sakit, tapi dia masih sangat jengkel. Jadi, memilih pergi berolahraga sebentar agar rasa kesalnya lekas mereda. Ada Gabriel, Vano, dan Jonathan juga di sini. Mereka selalu menemani ke mana pun dia ingin pergi.
Karena khawatir, setelah hampir lima putaran, Yugo memutuskan untuk berhenti.
"Gue kayaknya balik, deh," ujarnya dengan napas terengah.
"Kenapa? Baru sebentar."
"Papa lagi sakit."
"Ya udah, kita antar aja sekalian pulang."
Yugo tak menolak. Menunggu ojek atau taksi online pasti memakan waktu. Terakhir ditinggal papanya memang tidur, tetapi entah mengapa saat ini dia merasa begitu cemas.
Tak butuh waktu lama untuk sampai rumah. Setelah berpamitan pada teman-temannya, Yugo langsung masuk ke kamar papanya, tapi tak terlihat siapa pun di sana. Anak itu bergegas turun menemui Mbak Nani.
"Mbak ... Mbak."
"Iya, Mas Yugo?"
"Papa di mana? Kenapa nggak ada di kamarnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Satria Dan Paus Kecil
Ficção GeralDulu, menikah adalah sesuatu yang menakutkan bagi seorang Satria Evano Antasena yang berjiwa bebas. Namun, sang ayah tetap memaksanya menikah di usia muda. Meski tanpa cinta, pernikahan Satria dan Arini kala itu berhasil membawa seorang bayi mungil...