Hari itu, langit tampak cerah, namun hati Kirana penuh dengan gejolak. Hubungannya dengan Raka telah berkembang dengan pesat setelah malam penuh misteri yang mereka alami bersama. Cinta mereka semakin dalam, dan kedekatan mereka semakin tak terpisahkan. Namun, ada perasaan lain yang terus mengganggu Kirana. Ia merasa ada sesuatu yang tak utuh antara dirinya, Raka, dan sahabatnya, Maya.
Maya, sahabat dekat Kirana, tampaknya telah berubah belakangan ini. Sejak mereka menyelidiki kejadian mistis yang terjadi di sekitar mereka, Maya seakan menjauh, meski tak pernah secara langsung menunjukkan kebencian atau ketidaksenangan. Kirana tahu bahwa ada sesuatu yang ada di antara mereka—perasaan yang belum terungkapkan, perasaan yang semakin hari semakin membebani dirinya.
Namun, Kirana tidak ingin terlalu memikirkan itu. Ia berusaha untuk tetap fokus pada hubungan barunya dengan Raka yang semakin kuat, meskipun perasaan cemas tentang Maya terus menggelayuti hatinya.
Suatu sore, Kirana, Raka, dan Maya memutuskan untuk bertemu di kedai kopi yang sering mereka kunjungi. Tempat itu selalu menjadi saksi bisu dari tawa, canda, dan berbagi cerita mereka. Namun, kali ini, suasananya terasa sedikit berbeda. Ada ketegangan yang tak bisa diabaikan.
Kirana duduk di sebelah Raka, sedangkan Maya duduk di seberang mereka. Sejak awal, Maya tampak sedikit canggung, seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Kirana merasakan hal itu dan mulai merasa tidak nyaman. Begitu juga dengan Raka, yang tampaknya merasa ada sesuatu yang belum selesai.
"May, ada apa denganmu belakangan ini?" tanya Kirana, berusaha untuk membuka percakapan. "Kamu terlihat sedikit... jauh, gitu."
Maya menatap Kirana, lalu mengalihkan pandangannya ke meja kopi yang masih utuh di depan mereka. "Aku... aku hanya merasa sedikit bingung, Kir. Entah kenapa, aku merasa seperti ada jarak yang semakin lebar antara kita," jawab Maya, suaranya pelan namun penuh makna.
Kirana terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Maya. "Jarak? Maksudmu, antara kita bertiga?" tanyanya dengan cemas.
Maya mengangguk, matanya kembali tertunduk. "Ya. Aku merasa seperti... aku tidak bisa lagi berada di antara kalian, Kir. Aku merasa ada sesuatu yang semakin kuat antara kalian berdua, dan aku... aku takut menjadi penghalang."
Raka yang duduk di samping Kirana tampak mengernyit, tak bisa membiarkan Maya berbicara seperti itu. "Maya, kita semua sahabat. Tidak ada yang berubah, kan?" katanya dengan nada tegas, namun lembut. "Kirana dan aku memang lebih dekat sekarang, tapi itu tidak berarti kamu harus merasa terasing. Kita tetap teman, Maya."
Namun, kata-kata Raka tampaknya tak sepenuhnya meyakinkan Maya. Dia memegang gelas kopinya dengan erat, lalu melanjutkan dengan suara yang lebih rendah, hampir seperti berbisik. "Aku tahu, Raka. Aku tahu. Tapi aku juga tahu... kalau aku mulai merasa tidak diinginkan. Aku pernah menyukai kamu, Raka," kata Maya, akhirnya mengungkapkan perasaannya yang telah lama terkubur. "Dan aku rasa aku masih menyukaimu."
Kirana terkejut, matanya melebar mendengar pengakuan Maya. Selama ini, ia tidak pernah tahu bahwa sahabatnya menyimpan perasaan seperti itu terhadap Raka. Meskipun begitu, Kirana bisa merasakan kesedihan yang mendalam dalam suara Maya, sebuah perasaan yang selama ini terkubur dalam diam.
Raka terdiam sejenak, terkejut dengan pengakuan yang datang begitu tiba-tiba. Ia menatap Maya dengan lembut, seolah mencoba memahami apa yang sedang terjadi. "Maya... aku tidak tahu apa yang harus kukatakan. Aku tahu kamu sahabat terbaikku, dan aku menghargaimu lebih dari siapa pun. Tapi perasaanku terhadapmu hanya sebatas teman. Tidak lebih."
Maya menatap Raka dengan mata yang berkaca-kaca, tapi ia tetap tersenyum lemah. "Aku tahu, Raka. Aku tahu. Mungkin aku hanya perlu waktu untuk menerima kenyataan ini. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku akan selalu ada untuk kalian berdua, meskipun aku harus menjaga jarak untuk sementara."
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir yang Mengikat
RomanceApa yang terjadi ketika cinta dan takdir bertemu? Kirana dan Raka, dua hati yang terpisah oleh waktu dan jarak, akhirnya dipersatukan kembali oleh takdir. Tetapi jalan mereka tidaklah mulus. Konflik batin, perasaan yang tak terungkapkan, dan orang k...