Tiba-tiba, motor berhenti di pinggir jalan yang gelap, dikelilingi oleh pohon-pohon tinggi dan semak-semak lebat. Jantungku langsung berdetak lebih cepat. Apa yang akan dia lakukan sekarang? Tiba-tiba rasa takutku berubah menjadi kepanikan yang sulit dikendalikan. Tidak ada lampu jalan, hanya kegelapan yang mendominasi, dan tempat ini tampak terpencil, jauh dari keramaian.
Si driver melepas helmnya dan turun dari motornya dengan gerakan yang lambat namun pasti. Setiap langkahnya, setiap derak dari sepatu yang menyentuh tanah, terasa seperti ancaman nyata. Dia berbalik ke arahku, wajahnya tersenyum lebar dengan pandangan yang mengerikan. Tawa kecilnya terdengar mengerikan di telingaku, seperti predator yang siap menerkam mangsanya.
Instingku langsung mengatakan bahwa aku harus kabur dari sini, secepat mungkin. Tidak ada waktu untuk berpikir panjang, ini soal bertahan hidup. Aku turun dari motor dengan tergesa-gesa, napasku berat, tanganku gemetar saat kakiku mendarat di aspal yang dingin. Tapi belum sempat aku melangkah jauh, si driver dengan cepat menarik lenganku, mencengkeramnya kuat-kuat sehingga aku hampir terjatuh. "Hehehe, mau lari ke mana, Mbak?" ucapnya dengan nada yang membuat bulu kudukku berdiri.
"Lepasin!" Aku berteriak sekuat tenaga, meskipun aku tahu suaraku mungkin tak akan terdengar oleh siapa pun di tempat ini. Kosku sudah tidak jauh lagi, tapi rasanya seperti ada jurang besar yang memisahkan antara aku dan keselamatan. Aku mencoba menarik tanganku, berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan diri dari cengkeramannya, namun tenaganya jauh lebih besar dari yang aku perkirakan.
"Hehehe... nggak usah teriak-teriak, Mbak. Nggak ada yang bakal nolongin Mbak di sini," katanya sambil tertawa kecil, masih dengan senyum licik di wajahnya. Mata laki-laki itu memancarkan kebengisan, seolah-olah menikmati setiap detik ketakutanku.
Aku panik. Kepalaku berputar, mencari celah untuk kabur. Tubuhku gemetar, dan peluh dingin mulai mengalir di dahiku. "Tolong... jangan lakuin ini, Mas!" Aku berusaha memohon, berharap sedikit belas kasihan darinya. Namun, tatapannya kosong, penuh dengan niat buruk yang jelas terpampang di wajahnya. Tangan lain mulai bergerak ke pinggangku, menarik tubuhku lebih dekat ke arahnya. Aku mencoba melawan, tapi dia terlalu kuat. Setiap perlawanan yang kulakukan hanya membuatnya semakin agresif.
Baca selengkapnya di https://karyakarsa.com/auliashara atau klik link di bio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merantau
RandomDi tengah ketidakpastian masa depan, Cipto, pemuda desa yang baru lulus SMA, terpaksa merantau ke kota besar untuk mencari pekerjaan demi membantu keluarganya. Setibanya di kota, ia dihadapkan pada realitas keras dan kebiasaan masyarakat perkotaan y...