Ciuman itu begitu dalam, membuatku sulit bernapas. Aku tahu aku harus menghentikan ini, tapi tubuhku seolah tidak mendengarkan, berkhianat terhadap pikiran dan niatku. "Ahhh... plis... berhenti Mas...," desahku lagi di sela-sela ciumannya, tapi suaraku begitu lemah, nyaris hanya angin yang terhembus, seolah tubuhku sudah menyerah pada permainan ini.
Sementara itu, tangannya mulai bergerak lagi, kali ini lebih berani. Tangannya merayap naik, menyentuh dadaku, dan tanpa ragu, dia mulai meremas payudara silikon yang kupakai. Sentuhannya membuatku tersentak, dan aku hanya bisa memejamkan mata, berusaha mengendalikan diri, berharap kekuatanku kembali untuk bisa melawan atau mencari cara keluar dari sini. Tapi rasanya mustahil, karena setiap sentuhan, setiap ciuman, dan getaran dari buttplug yang masih berdenyut di dalam anusku seolah menguras seluruh energiku, membuatku semakin tidak berdaya.
Dia tampaknya semakin puas, melihat reaksiku yang tak bisa menolak. Tangannya dengan lihai bergerak, menjelajahi setiap lekuk tubuhku seolah tubuh ini benar-benar miliknya. Puas berciuman dan menjamah tubuhku, dia tiba-tiba mundur sedikit dan dengan cepat melepas celana yang dikenakannya. Seketika, kontolnya yang sudah ereksi terlihat jelas di depan mataku. Jantungku berdebar semakin cepat, dan rasa panik semakin memuncak.
"Aku cowok lho, Mas...," ucapku memelas, suaraku bergetar, berusaha keras menyampaikan kepadanya bahwa aku bukanlah perempuan seperti yang dia pikirkan. Aku menatapnya dengan penuh harap, berharap kata-kataku bisa menghentikan apa yang akan dia lakukan, membuatnya tersadar dan berpikir ulang. Tubuhku gemetar, campuran antara takut dan rasa tak berdaya yang makin menyesakkan dada.
Dia terdiam sejenak, matanya menatapku dengan tajam, seolah sedang mempertimbangkan kata-kataku. Namun, ekspresi itu dengan cepat berubah menjadi senyum licik, senyum yang tidak membawa kebaikan. "Ah, gua nggak peduli," jawabnya akhirnya, suaranya dingin, tanpa sedikit pun keraguan. Nada suaranya tegas, seperti menegaskan bahwa bagi dia, siapa aku atau apa yang kukatakan tidak ada artinya lagi.
Dia mendorongku sedikit ke belakang, membuatku jatuh berlutut di lantai toilet yang dingin. Dengan kasar, dia menekan pundakku agar aku tetap di posisi itu. "Gua mau lihat seberapa jago lu mainnya," ucapnya sambil menatapku dengan mata penuh nafsu. Tangannya mengarahkan kepalaku ke arah kontolnya, dan aku bisa merasakan desakan dari keinginannya.
Baca selengkapnya di https://karyakarsa.com/auliashara atau klik link di bio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Merantau
RandomDi tengah ketidakpastian masa depan, Cipto, pemuda desa yang baru lulus SMA, terpaksa merantau ke kota besar untuk mencari pekerjaan demi membantu keluarganya. Setibanya di kota, ia dihadapkan pada realitas keras dan kebiasaan masyarakat perkotaan y...