Evie menatap Damon dengan mata yang penuh pertanyaan, kebingungan, dan hasrat yang sama besar. Tanpa berpikir panjang, ia melangkah maju dan meletakkan tangannya di dada Damon, perlahan menarik dirinya lebih dekat. Tubuh mereka hanya terpisah sedikit, seakan-akan dunia mereka hanya ada satu sama lain. Tangan Evie melingkar di leher Damon, menariknya lebih dekat lagi, dan dengan lembut, ia menempelkan bibirnya pada bibir Damon.
Ciuman pertama itu lembut, penuh dengan ketidakpastian, namun ada semacam kekuatan yang mendorong mereka untuk lebih dalam. Waktu terasa berhenti, seolah mereka berada di dunia yang hanya ada mereka berdua, di mana tidak ada lagi perbedaan antara manusia dan vampir, antara kebingungan dan penerimaan.
Namun, Damon tidak bisa menahan dirinya lebih lama lagi. Tangan besarnya bergerak dengan perlahan namun pasti, meraih pinggang Evie dan memeluknya erat, seolah-olah dia mencoba mengklaimnya sepenuhnya. Sentuhannya bukan hanya sekadar kuat, tetapi juga penuh dengan rasa kepemilikan yang begitu mendalam. Tubuh Damon terasa seperti baja yang tegang, otot-otot di lengannya menonjol, sementara napas beratnya bergema di udara malam yang hening. Urat-urat di kening dan lehernya semakin terlihat jelas, menandakan pergulatan batin yang begitu hebat-antara menahan diri atau menyerah sepenuhnya pada dorongan primal dalam dirinya.
Ciuman mereka yang awalnya lembut mulai berubah menjadi semakin intens, memanas dengan setiap detik yang berlalu. Bibir Damon menekan bibir Evie lebih dalam, seolah-olah ia mencoba mencari kepastian yang tidak pernah ia temukan sebelumnya. Napas mereka menyatu di antara ciuman itu, panas dan tidak teratur, menciptakan ketegangan yang hampir tidak tertahankan. Jemari Damon menggenggam erat pinggang Evie, menahan tubuhnya seolah-olah ia takut Evie akan terlepas dari genggamannya. Di saat yang sama, matanya yang memancarkan cahaya emas kecoklatan bersinar tajam, menunjukkan dorongan liar yang kini membakar dirinya. Damon merasa darahnya mendidih, seperti api yang menyala-nyala di dalam dirinya, mendesaknya untuk menyerah pada keinginan yang tidak bisa lagi ia kendalikan.
Perlahan, Damon melepas bibirnya dari bibir Evie, menarik napas panjang. Matanya yang emas kecoklatan kini bercahaya dengan penuh lapar. Ketegangan di tubuhnya semakin kuat, seolah-olah dunia ini hanya milik mereka, dan tidak ada lagi yang lebih penting selain darah yang mengalir dalam tubuh Evie.
Dia menatap Evie, lama, seolah mencari jawaban dalam matanya yang kini mulai berkabut. Wajah Damon yang biasanya penuh kendali kini menunjukkan pergolakan batin yang luar biasa.
Evie hanya diam, jantungnya berdetak begitu kencang hingga rasanya ia bisa mendengarnya menggema di malam yang sunyi. Ada sesuatu di tatapan Damon yang membuat tubuhnya memanas, namun juga bergetar karena ketegangan yang tak terucapkan. Dia merasakan dadanya naik-turun, napasnya memburu.
Dalam hening itu, Evie perlahan menarik Damon lebih dekat dengan tangan kecilnya yang gemetar. Tubuh Damon terasa begitu panas, dan sentuhan mereka seakan menyulut api yang tak terlihat. Saat jarak mereka nyaris tak ada, Evie akhirnya berbicara, suaranya nyaris berbisik namun begitu jelas.
"Bite me, Damon," katanya, napasnya tercekat namun penuh tekad.
Kata-kata itu menggetarkan udara di antara mereka, menghantam Damon seperti kilat yang menyambar di malam hari. Mata Damon yang emas kecoklatan langsung menyala, memancarkan kilau tajam seperti bara api yang tersulut oleh bensin. Tubuhnya seolah langsung bereaksi, tegang dan dipenuhi gairah yang tak bisa ia kendalikan lagi.
"Evie..." Damon bergumam, suaranya berat, seperti menahan gelombang emosi yang mendidih dalam dirinya. Namun, ia tidak mampu menahan dorongan yang begitu kuat itu. Dia menunduk, tidak bisa menahan dorongan yang semakin kuat. Ciumannya kini turun ke leher Evie, perlahan namun pasti.
Damon, yang kini diliputi oleh hasrat yang mendalam, mengingat kalimat "bite me" yang diucapkan Evie dengan nada nakal itu. ia merasa tak mampu menahan diri lebih lama lagi. Dengan satu gerakan cepat, giginya menusuk daging halus di leher Evie. Evie merasakan gigitan itu begitu tajam, seolah seluruh tubuhnya terkejut dengan rasa sakit yang langsung menjalar.
"Dam- Arghhh!..." Evie mengerang pelan, tubuhnya terangkat sedikit, merasakan setiap tetes darahnya yang disedot oleh Damon. Sakit itu begitu dalam, menyebar hingga ke ujung-ujung jarinya, dan bahkan mencapai jantungnya, seolah ada aliran kekuatan yang mengalir begitu deras. Namun, di balik rasa sakit yang menyakitkan itu, ada sensasi lain yang bercampur, sesuatu yang lebih intens, lebih menggugah, dan bahkan anehnya, membangkitkan dorongan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Damon menghisap lebih dalam, merasa darah suci itu mengalir deras dalam tubuh Evie, memberi energi yang luar biasa padanya. Mata Damon yang emas kecoklatan kini bercahaya lebih terang, memancarkan sinar tajam yang hampir tak tertahankan, menunjukkan betapa dalamnya ia terhisap oleh kekuatan darah itu. Seluruh tubuh Evie bergetar, merasakan rasa sakit yang menjalar begitu hebat, namun anehnya ia tidak bisa menarik diri, tubuhnya malah seperti merespon setiap tetes darah yang keluar dari tubuhnya.
Saat itulah Evie merasakan ciuman itu semakin dalam, dan meskipun rasa sakit itu hampir membuatnya tak tahan, ada sesuatu yang lebih besar yang melingkupi dirinya. la merasa terikat, seolah tak bisa melepaskan diri dari Damon, meski setiap detik terasa menyiksa. Tangan Evie terangkat, meraih rambut Damon, seolah memberi isyarat bahwa dia tidak ingin menjauh, meskipun tubuhnya tergeletak dalam rasa sakit yang begitu kuat.
Damon, yang kini lebih terbuai oleh rasa haus dan hasrat yang luar biasa, tak bisa mengontrol dorongannya. Ketika Evie mengerang lagi, ia merasakan dorongan yang luar biasa, seolah-olah dia sedang menikmati setiap tetes darah yang terhisap dari tubuh Evie.
Dengan satu ciuman lebih kuat, ia menyentakkan gigitan itu, melepaskan gigi taring yang tertancap di kulit Evie membuat tubuh Evie hampir terjatuh, namun Damon cepat menangkapnya, menahannya agar tidak terjatuh. Evie terduduk lemas, matanya terbuka lebar, kebingungannya semakin bertambah. Darah yang masih menetes di bibirnya membuatnya merasakan sensasi yang aneh, seolah dia baru saja mengalami sesuatu yang luar biasa, namun sulit untuk dipahami.
Damon menatapnya dengan mata yang kini kembali cerah, penuh kekuatan. "Maafkan aku Evie, aku tak bisa menahan diriku.." katanya, suara terdengar lebih dalam dan penuh dengan dorongan yang tak terucapkan.
Evie hanya bisa menatapnya dengan mata yang penuh kebingungan. Pipi merah merona, wajahnya masih memerah dengan darah yang menetes di bibirnya. "Apa yang... apa yang baru saja terjadi?" katanya dengan suara lemah, tubuhnya masih merasa lemah, namun juga seolah terisi oleh perasaan yang sulit dijelaskan.
Damon hanya menghela napas berat. Cahaya matahari mulai muncul di ujung horizon, memberikan sentuhan pertama pada dunia mereka yang gelap. Damon tahu waktunya hampir habis. Dengan perlahan, ia mundur, meninggalkan Evie yang masih duduk di sana, kebingungan dan diliputi perasaan yang membingungkan. Matahari mulai menyinari dunia, dan Damon tahu dia harus pergi, meninggalkan Evie dalam bayang-bayang perasaan yang tak bisa diungkapkan.
"Aku harus pergi Evie," kata Damon dengan suara yang penuh penyesalan. Evie menatapnya, perasaan yang sulit dijelaskan berkecamuk di dalam dirinya. "jaga dirimu" tekannya.
Tanpa kata-kata lagi, Damon melangkah mundur, meninggalkan Evie dengan perasaan yang tak tertahankan. Matahari yang mulai terbit pun menyinari dunia mereka, menandakan akhir dari pertemuan mereka untuk malam ini, meskipun perasaan itu akan tetap ada.
continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
The VAMPIRE [POST SETIAP HARI MINGGU]
Vampire- Di balik gemerlapnya Lavender City yang modern dan sibuk, tersembunyi sebuah rahasia kelam yang tak banyak diketahui oleh penduduknya. Sebuah kota yang hidup dengan ritme cepat dan penuh warna, namun di dalamnya, ada kekuatan purba yang mengintai...