1

369 52 4
                                    

Dingin malam menyelimuti kota yang sibuk, membiarkan bayang-bayang menguasai jalanan. Di sebuah apartemen sederhana di tengah hiruk-pikuk itu, Lingling Alista Kwong duduk di kursi kayu yang menghadap jendela besar. Angin menerpa wajahnya, membawa bau aspal basah. Di tangannya tergenggam pisau kecil, tajam dan mengkilap.

Matanya menatap foto wanita muda yang terpampang di layar laptop nya.

Lingling tersenyum licik
"Apakah ini target selanjutnya? cukup menarik."

Orm Calliandra Kornnaphat, adalah targetnya kali ini. Rambut pirang panjang dan senyum cerah wanita itu tidak membangkitkan rasa empati sedikit pun pada Lingling. Itu hanya wajah lain yang harus dihilangkan, bagian dari rencana besar yang dia jalankan selama bertahun-tahun.

Uang bukanlah motivasinya untuk menjadi pembunuh bayaran. Dia hidup dalam gelap, mencintai kekacauan yang ia ciptakan. Organisasi nya memilih korbannya dengan teliti-mereka yang menurutnya terlalu "sempurna" untuk dunia ini. Orm Calliandra adalah pilihan yang sempurna: seorang pekerja seni muda yang baru saja memenangkan penghargaan atas instalasi seni interaktifnya.

Namun, ada sesuatu yang berbeda kali ini. Saat Lingling mempelajari gerak gerik Orm, menonton video wawancara, dan membaca komentar orang-orang tentang wanita itu, dia merasa sesuatu yang aneh merayap di dada nya. Kekaguman? rasa penasaran? Lingling mengabaikannya. Dia menganggap itu hanya sensasi sesaat sebelum "perburuan."

Lalu Lingling mencari informasi rutinitas Orm. Ternyata Orm memiliki rutinitas yang mudah ditebak-sesuatu yang Lingling sukai dari target nya.

Setiap Rabu malam, Orm pergi ke kafe kecil bernama The Moonlight Brew, di mana dia selalu duduk di sudut ruangan dengan laptopnya, dan selalu memesan cappucino. Lingling telah memantau ini selama beberapa minggu terakhir.

Malam ini, Lingling memutuskan untuk mengambil langkah pertama. Dengan pakaian serba hitam dan rambut terikat rapi, Lingling memasuki kafe dengan langkah ringan. Cahaya remang-remang menyamarkan ekspresi tajamnya.

Di dalam, Orm duduk seperti biasa dan fokus dengan laptopnya. Rambut panjangnya terurai, seolah-olah rambut tersebut menjadi bingkai sempurna untuk wajahnya yang menenangkan. Lingling mendekat dengan hati-hati, mengambil tempat duduk di meja seberang tanpa menarik perhatian.

Rencana awal Lingling adalah mengawasi dan menunggu situasi yang tepat untuk beraksi. Namun, rencana itu terganggu ketika Orm tiba-tiba mengangkat pandangan nya. Mata mereka bertemu. Lingling ingin berpaling, tetapi sesuatu di mata Orm menghentikan nya-sesuatu yang hangat, lembut, dan... menyenangkan.

Orm tersenyum.
"Kamu baru pertama kali kesini?"
tanya Orm dengan nada ramah.

Lingling terdiam. Tidak ada satu pun target sebelumnya yang pernah berbicara langsung dengannya seperti ini. Namun, insting cepatnya mengambil mengambil alih. Lingling balas tersenyum tipis.
"Ya, tadi aku hanya kebetulan lewat."

"Kamu tidak memesan sesuatu?" tanya Orm

"Aku akan memesan nanti" jawab Ling

"Bagaimana kalau aku rekomendasikan sesuatu? Cappucino mereka luar biasa," kata Orm, nada suaranya penuh antusiasme.

Lingling mengangguk, masih mencoba memproses apa yang baru saja terjadi. Dalam benaknya, ini adalah kesalahan besar. Dia tidak seharusnya terlihat dekat, apalagi berbicara. Namun ada sesuatu tentang Orm yang membuatnya sulit untuk berpaling.

Pertemuan itu menjadi awal dari serangkaian interaksi tak terencana. Lingling mulai muncul lebih sering di kafe itu, selalu mengamati dari jauh. Tetapi Orm dengan sifat ramah nya, selalu menemukan cara untuk mendekat dan memulai percakapan.

Satu malam, saat hujan deras mengguyur kota, Lingling dan Orm terjebak di kafe hingga larut malam. Mereka berbicara panjang lebar, tentang seni, musik, dan bagaimana Orm menemukan inspirasi untuk karya-karyanya. Lingling yang biasanya pendiam, mendapati dirinya berbicara lebih banyak dari yang dia bayangkan.

"Lingling, kamu orang yang menarik," kata Orm tiba tiba.

Lingling mengernyit. "Apa maksudmu?"

"Kamu punya aura yang misterius. Tapi aku merasa, dibalik itu semua, ada sisi yang lembut," jawab Orm dengan senyum kecil.

Lembut? itu adalah kata terakhir yang pernah digunakan siapa pun untuk menggambarkan Lingling. Tetapi saat Orm mengucapkannya, dia merasa jantungnya berdegup kencang.

Malam itu, Lingling pulang dengan pikiran yang kacau. Dia seharusnya membunuh Orm. itulah alasan dia mendekati wanita itu sejak awal. Tetapi semakin dia mengenal Orm, semakin sulit baginya untuk menjalankan rencana itu.

Dia mulai meragukan dirinya sendiri. Apakah ini perasaan cinta? atau obsesi?

Dalam upaya untuk mencari jawabannya, Lingling memutuskan untuk melakukan sesuatu yang belum pernah dia lakukan sebelumnya, yaitu menghapus target dari daftar. Tetapi tentu saja, itu tidak semudah yang dia pikirkan. Dunia hitam yang dia ciptakan mulai runtuh perlahan, dan Orm menjadi satu-satunya cahaya yang dia miliki.

Namun, apa yang terjadi ketika Orm mengetahui kebenaran tentang siapa Lingling sebenarnya?

Bersambung...

kasih saran dong manteman, apa kata katanya ini terlalu baku? atau kata katanya terlalu sulit di pahami?

Bayang-Bayang Dibalik CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang